Share

[08] - Masuk Kontrakan

HAPPY READING

__________________

Hari semakin gelap. Adel dan Ilham kembali ke rumah Om Reza. Bukan untuk bermalam, tetapi untuk pamit karena dia sudah mendapatkan kontrakan murah tak jauh dari rumah sakit. Setelah salam, mereka berdua masuk dan menghampiri Reza yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu – membaca koran.

Hari ini Reza pulang lebih cepat. Mungkin karena kerjaan kantor lagi tidak banyak, jadi Reza bisa pulang sebelum adzan magrib berkumandang.

“Udah pulang, Om?” tanya Ilham sambil mencium punggung tangan pamannya. Reza mengangguk pelan, “Iya, Nak. Gimana? Udah dapat kontrakan?” tanya Reza ramah seraya menyalami kedua keponakannya.

Ilham mengangguk lalu mendaratkan pantatnya di sofa yang ada di depan Reza, begitu pula dengan Adel. Setelah menyalami pamannya, dia langsung duduk di samping Ilham.

“Tapi, kenapa sih kalian tidak tinggal di rumah om saja. Kenapa mesti cari kontrakan?” tanya Reza.

“Tidak apa-apa om. Lagipula kami masih punya tabungan walaupun sedikit. Kalau kita di sini. Takutnya repotin om lagi,” ujar Ilham.

“Ah, kalian tidak usah berpikir seperti itu. Om tidak merasa keberatan apalagi direpotkan sama kalian,” bantah Reza.

“Tidak apa-apa om. Kami hanya ingin hidup mandiri,” tambah Adel menolak.

Reza menghela napas panjang dan memperbaiki posisi duduknya. “Baiklah kalau itu mau kalian, om Cuma pesan semoga kalian baik-baik di kontrakan. Aku senang, melihat ponakanku sudah bisa mandiri dan memulai hidup baru,” putus Reza.

“Iya, Om. Makasih banyak,” ujar Ilham tersenyum. “Oh iya, Bang Akmal ke mana?” lajutnya bertanya.

“Akmail, keluar beli makanan,” jawab Reza.

Ilham dan Adel mengangguk tanda mengerti. Lalu mereka berdua oamit untuk berbenah diri, karena sehabis shalat magrib nanti mereka akan pergi ke kontrakan barunya, lalu ke Rumah sakit untuk menemani ayahnya.

Reza mengangguk, dia mempersilakan keponakannya untuk berbenah diri, sementara dirinya melanjutkan acara baca korannya.

*****

Adel dan Ilham kini sudah ada di depan kontrakannya. Sang pemilik kontrakan juga sudah ada di sana untuk menyambut kostumer barunya.

“Ini kuncinya, kalau ada yang kurang baik atau rusak, boleh kabari Mbok, yah” ucap pemilik kontrakan itu sebelum pamit. Ilham mengangguk, begitupun Adel yang tersenyum lebar sekali.

Selepas pemilik kontrakan itu pergi. Ilham menghela napas panjang. Dia sangat bersyukur karena menemukan kontrakan yang murah, letaknya strategis dan lumayan bagus. Dan yang paling penting, pemiliknya sangat ramah, itulah yang membuatnya sedikit senang.

Adel dari tadi memperhatikan tingkah kakaknya bertanya, “Kak, kapan kita masuk? Aku sudah pegal nih, menjijing tote bag aku!” gerutunya membuyarkan lamunan Ilham.

“Oh iya, maaf, kakak tadi lagi melamun. Ayo kita masuk!” ajak Ilham menarik koper hitamnya lalu membuka pintu dan terakhir masuk kedalam, serta mengucinya kembali dari dalam.

“Kata si Mbok tadi, kamarnya ada dua, jadi kamu pilih mana, Del?” tanya Ilmah seraya duduk di kursi rotan yang ada di ruang tamu. Adel pun duduk di samping kakaknya, seraya meletakkan tote bagnya di lantai. “Aku yang dekat dapur aja, Kak. biar kalau mau masak atau apa, nanti lebih cepat,” balas Adel.

Ilham mengangguk pelan, “Oke, coba kamu cek kamar yang di dalam, kalau ada apa-apa beri tahu kakak!” perintah Ilham yang langsung diangguki oleh adiknya. Adel bangkit dari kursi, berjalan masuk ke dalam kamar yang berada di samping ruang dapur. Tak lupa juga, ia mengambil koper pink miliknya dan tote bag yang berisi pakaian semalam yang belum sempat ia cuci di rumah Om Reza, karena keburu mencari kontrakan tadi siang.

Adel membuka pintu dan dapat ia lihat kamar kosong dengan kasur lusuh di depannya. Dia menyimpan barangnya di samping pintu dan mulai menghampiri kasur itu dan duduk di bibirnya.

Adel menghela napas pendek lalu mengamati sekelilingnya. Terlihat sangat sederhana, Cuma ada kasur lusuh, bantal, lemari nakas dan lampu. Tetapi meski demikian, Adel sangat bersyukur, masih bisa menemukan kontrakan baru.

Selanjutnya dia memperbaiki kasur itu, beserta bantalnya ia geser, akan tetapi pas dia meraih bantal, tiba-tiba ada kecoa yang keluar dari dasar bantal.

“Akkkhh, Kak Ilham! Tolong! Kecoaaaak!”

Adel teriak histeris serta lompat-lompat di tempat seperti sedang melakukan lompa tali. Sedangkan kecoak itu malah lari ketakuan karena Adel. Mungkin kecoa itu takut budek mendengar teriakan Adel jadi dia cepat bersembunyi.

Ilham berlari dengan tergesa-gesa dan berhenti pas di bibir pintu kamar dengan napas ngos-ngosan, “Ada apa Adel!?” tanyanya terlihat sedikit panik.

“Anu Kak ... Ada Kecoa! Ih ... geli aku.”

Ilham menghela napas. Ya tuhan, ternyata Cuma kecoa, dia kira juga apa. “Ya ampun, Adel, ternyata Cuma kecoa, kakak kira juga apa,” ujar Ilham masuk ke dalam kamar.

“Mana kecoanya?” tanya Ilham.

“Di bawah bantal!” ucap Adel menunjuk ke arah bantal yang sempat di pegangnya barusan.

Ilham mendekati bantal itu dan mulai mengangkatnya. Dan ternayata di bawah sana, terdapat banyak kecoa yang bersarang. Ilham tergidik geli melihat itu dna langsung menjatuhkan bantal itu ke kasur “Akkh, kecoaaa!” teriaknya begitu histeris.

Adel membeo mendengar kakaknya berteriak seperti itu. Teriakan itu sangat menggelitik perutnya. Dengan secepat kilat Ilham menarik tangan Adel, dan menariknya keluar.

Adel yang belum siap hanya bisa terkejut dan mengikuti kakaknya keluar kamar dan terakhir Ilham menutup kamar itu dengan sekali bantingan.

Setelah di luar kamar, mereka baru sadar kalau barang Adel masih di dalam, “Barang kamu mana, Del?” tanya Ilham dengan napas ngos-ngosan.

“Di dalam?” tunjuk Adel ke arah Ilham yang sedang bersandar di dinding.

“Hah!?” Ilham begitu terkejut. Dia langsung melototkan matanya. Dengan secepat yang ia bisa, dia membuka pintu dan mengambil semua barang adiknya dengan sekali tarikan. Untung saja barang Adel di simpannya di dekat pintu jadi Ilham tidak merasa kewalahan.

“Nih, barang kamu. Sepertinya kita perlu renovasi nih kontrakan, ya sudah besok kita akan bersih-bersih setelah dari rumah sakit. Ih kakak geli melihat banyak sekali kecoa di kamar kamu,” ujar Ilham tergidik mengingat kecoa yang ada di bawah bantal tadi.

“Kak! bentar apa tuh di bahu kakak?” tanya Adel mengalihkan fokus Ilham.

“Mana?” tanya Ilham panik.

“Akh, kecoa Kak!” pekik Adel panik, seraya menutup muka seperti tak mampu melihat bagaimana nasib kakaknya jika kecoa itu terus berada di atas bahunya.

“Apa!? Tidaaak!”

Tanpa sadar Ilham melompat-lompat di depan adiknya. Adel yang hanya bercanda hanya bisa terkekeh melihat tingkah konyol kakaknya. “Tapi bo’ong, hayyuk pal pale –pal pale.”

Adel bergoyang seperti main tik tok, membuat Ilham menghentikan tingkah norak yang pernah ia lakukan dan menatap adiknya jengah. Adel ini kurang ajar sekali, sudah tahu dia geli dengan kecoa, malah mengerjainya.

“Huh, sialan kamu, Del. Kakak gak mau bantuin beresin kamar kamu besok. Biarin kamu dipetok kecoa. Biar tahu rasa!” keki Ilham lalu pergi meninggalkan Adel.

Adel terkejut dan mengerutuki dirinya yang tolol. Kalau sampai kakaknya beneran ngambek dan tidak mau membantunya membersihkan kamar. Masak iya dia harus tidur bareng kecoa-kecoa itu. Ya tuhan, amit-amit deh, batin Adel tergidik geli.

“Kak, maafin Adel!” teriaknya kemudian menyusuli Ilham.

*****

TO BE CONTINUED ....

sansuris27

Siap di kunci atau tidak?

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status