Share

8

Suara riuh kantin menjelajahi setiap sudut-sudut ruangan. Segerombolan pemuda pemudi nampak sibuk berbincang sambil meneguk minumannya serta memakan makanan yang sudah tersedia di depan meja masing-masing. Jam istrahat memang sudah berlangsung sejak 10 menit yang lalu.

Tidak kalah dengan kawanan yang anak lainnya, kini Lisa dan gengnya pun sudah duduk santai di tengah-tengah kursi makan yang ada di kantin itu. Makanan mereka sudah nampak habis tak bersisa. Hanya beberapa sampah saja serta piring kotor yang tergeletak sembarangan di sisi meja panjang itu.

Setelah menikmati makan siangnya di kantin sekolah, Jimmy, Vie, Rey, Jenni, Rose beserta Lisa langsung beranjak pergi meninggalkan tempat itu. di tengah terik mentari yang membakar kulit, mereka akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk santai di sekitaran lapangan basket sekolah. Selain tempat di sana lumayan teduh, mereka pun masih enggan untuk kembali ke kelas masing-masing. Sebab jika berada di dalam kelas yang akan mereka rasakan hanya rasa panas karena padatnya siswa siswi yang ada di sana. Mereka sedang asyik ngobrol sementara Lisa hanya sibuk terus dengan game di ada handphonenya.

“Jimmy, ayolah jawab pertanyaan gue yang udah lama itu. Lo kok tiap gue tanya selalu nggak jawab sih. Rese banget jadi temen,” ucap Jenni di sela keheningan iyang tercipta antara mereka.

“Hei tukang maksa, udahlah lo nyerah aja. Nggak usah ngurusin hidup orang,” Rey menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Jenni yang kerap kali memaksa Jimmy untuk menjawab pertanyaannya. Lebih tepatnya, menjawab semua kekepoannya selama ini.

“Kemarin-kemarin kan udah di jawab tiap kali lo bertanya Jen. Masa harus gue ulang-ulang mulu. Lo enggak bosan-bosannya yah nanyain itu itu lagi.”

“Itu ma bukan jawaban tapi cara lo ngeles aja dodol. Lo tau nggak sih kalau jiwa kekepoan gue itu selalu meronta-ronta menantikan jawabannya si Jim terkece tergagah sejagat raya.”

“Udahlah, nggak penting juga. Lagian pertanyaan lo itu itu terus, bosan gue.”

“Tanpa lo jawab juga udah keliatan kok, belajar aja lo selalu sama-sama terus di perpustakaan umum,” ucap Jenni lagi dengan penuh selidik.

“Ya sama terus soalnya kan gue satu tempat les privat dengan Rose, Jenni. Ya otomatis ngerjain tugas yang sama dong. Daripada kerja sendiri mending gue bareng Rose aja, kan kalau ada yang nggak gue ngerti bisa gue tanyain langsung ke Rose juga. Jadi belajarnya enggak terasa sulit banget. Lo kebiasaan ngarang yah Jen. Udahlah nggak usah ngurus-ngurusin privasi gue, itu melanggar undang-undang privasi,” jawab Jimmy seolah berusaha untuk meyakinkan Jenni.

Meskipun Jimmy sudah meyakinkan Jenni namun bukan Jenni namanya jika ia akan percaya begitu saja. Tetap saja ocehan Jimmy barusan tidak membuatnya mengalah sedikitpun, malah semakin membuat Jenni untuk berdebat dengan Jimmy.

Dan untung saja keributan yang disebabkan antara Jim dan Jenni justru tak membuat Lisa terganggu dengan gamenya. Bukan terganggu dengan gamenya, lebih tepatnya dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Lisa. Sejak makan siang tadi ia terus saja makan dan lebih dominan diam. Lisa sedang bermain game namun pikirannya tak sedang tertuju di sana. Pikirannya melayang entah kemana.

Rose yang menyadari hal itu mencoba untuk ngobrol dengan Lisa, hingga  hal itu sontak membuat Lisa beralih dari lamunannya. “Lo lagi mikirin apa Lis ?” tanya Ros dengan segala rasa penasarannya.

Lisa mengalihkan pandangannya ke arah Rose dan meninggalkan alam khayalannya itu. “Ha ? bukan apa-apa kok,” sambil tersenyum untuk lebih meyakinkan Rose.

“Gue perhatiin lo juga tadi makannya dikit banget pas di kantin. Lo ada masalah yah?”

“Nggak ada apa-apa kok.”

“Iya gue juga perhatiin tadi, kayaknya lo lagi ada pikiran gitu,” ucap Jimmy menyadari hal yang sama dengan yang dirasakan Rose.

“Harusnya itu bukan lo yang mengurangi porsi makan, tapi si sotoy yang satu ini. bukankah begitu nyonya?” Rey menambahkan sambil melirik ke arah Jenni.

Mendengar hal itu, spontan Jenni memukul perut Rey dengan menggunakan kepalan tangannya. Kejadian itu otomatis membuat Rey meringis kesakitan dibuatnya.

Tak lama setelahnya muncul dua orang siswa senior yang akan melakukan latihan basket. Mereka berjalan menuju arah lapangan basket tempat Lisa dan teman-temannya duduk.

“Eh lo tahu nggak yang anak kelas IPA-3 yang sering nongkrong di cafe dekat perpustakaan umum seberang jalan sana itu.”

“Kalau ngga salah yang sering jalan bertiga itu yah.”

“Yoi, yang satu rambut pendek terus yang dua orang lagi rambutnya panjang gitu.”

“Yang rambut coklat panjang itu cantik sih. Kalau nggak salah namanya Rose bukan.”

“Gue sih sukanya yang rambut hitam pendek. Tipe gue banget pokoknya.”

”Gue sih nggak suka sama tuh cewek. Kata adek gue yang sekelas sama dia nih yah, si rambut pendek hitam itu suka tidur kalau lagi jam belajar berlangsung. Terus udah gitu kalau gue perhatiin dia kayak keliatan sok tangguh gitu, nggak ada feminim-feminimnya gue lihat. Buka tipe gue pokoknya.”

“Bukan tipemu ? terserah juga sih.”

Sebuah obrolan singkat siswa senior di sekolah Lisa. Tanpa sengaja, Lisa dan teman-temannya yang sedang berada di sekitaran lapangan basket itu mendengar setiap kata yang terlontar dari mulut mereka.

Mendengar hal itu, membuat Jim marah dan langsung menegur orang-orang yang membicarakan Lisa barusan. “Hei kalian! Jangan membicarakan orang lain dari belakang begitu dong,” tegur Jimmy mulai emosi.

Beberapa kawanan lelaki itu menoleh dan mendapati Jimmy yang kini sudah berdiri tegak. Nampak Lisa pun ikut berdiri di belakangnya. Menyadari dirinya sedang ditegur dengan Jimmy yang ternyata sedang berada  di sekitaran lapangan basket tersebut membuat siswa senior itu langsung meminta maaf dan merasa menyesal karena telah membicarakan Lisa dan juga Rose. Setelah meminta maaf kepada Jim, mereka berencana untuk lanjut ke lapangan basket namun Lisa menghentikan langkahnya. “Hei, kenapa kalian malah minta maaf kepada Jimmy. Bukannya meminta maaf kepada gue!” teriak Lisa dengan nada sedikit emosi. Mendengar itu, siswa tersebut hanya menunduk dan tak bicara sedikitpun. “Nama gue Lisa bukan si rambut pendek hitam. Lain kali jangan sebut gue dengan nama kayak gitu. Soalnya hal itu bisa buat orang lain bingung,” lanjutnya lagi. kedua bola mata Lisa bergantian menatap mata kawanan lelaki itu.

“Yukk, kelas udah mau mulai kayaknya,” ajak Jimmy kepada teman-temannya yang lain.

Mereka pun berdiri dan meninggalkan lapangan basket itu. Lisa juga ikut berdiri namun tidak mengikuti temannya yang menuju ke ruang kelas tapi berjalan menghampiri siswa senior yang masih berdiri di lapangan basket. “Oh  iya satu lagi, lo juga bukan tipe gue, bukan sama sekali,” cetus Lisa sambil berlalu meninggalkan tempat tersebut.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status