Suara riuh kantin menjelajahi setiap sudut-sudut ruangan. Segerombolan pemuda pemudi nampak sibuk berbincang sambil meneguk minumannya serta memakan makanan yang sudah tersedia di depan meja masing-masing. Jam istrahat memang sudah berlangsung sejak 10 menit yang lalu.
Tidak kalah dengan kawanan yang anak lainnya, kini Lisa dan gengnya pun sudah duduk santai di tengah-tengah kursi makan yang ada di kantin itu. Makanan mereka sudah nampak habis tak bersisa. Hanya beberapa sampah saja serta piring kotor yang tergeletak sembarangan di sisi meja panjang itu.
Setelah menikmati makan siangnya di kantin sekolah, Jimmy, Vie, Rey, Jenni, Rose beserta Lisa langsung beranjak pergi meninggalkan tempat itu. di tengah terik mentari yang membakar kulit, mereka akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk santai di sekitaran lapangan basket sekolah. Selain tempat di sana lumayan teduh, mereka pun masih enggan untuk kembali ke kelas masing-masing. Sebab jika berada di dalam kelas yang akan mereka rasakan hanya rasa panas karena padatnya siswa siswi yang ada di sana. Mereka sedang asyik ngobrol sementara Lisa hanya sibuk terus dengan game di ada handphonenya.
“Jimmy, ayolah jawab pertanyaan gue yang udah lama itu. Lo kok tiap gue tanya selalu nggak jawab sih. Rese banget jadi temen,” ucap Jenni di sela keheningan iyang tercipta antara mereka.
“Hei tukang maksa, udahlah lo nyerah aja. Nggak usah ngurusin hidup orang,” Rey menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Jenni yang kerap kali memaksa Jimmy untuk menjawab pertanyaannya. Lebih tepatnya, menjawab semua kekepoannya selama ini.
“Kemarin-kemarin kan udah di jawab tiap kali lo bertanya Jen. Masa harus gue ulang-ulang mulu. Lo enggak bosan-bosannya yah nanyain itu itu lagi.”
“Itu ma bukan jawaban tapi cara lo ngeles aja dodol. Lo tau nggak sih kalau jiwa kekepoan gue itu selalu meronta-ronta menantikan jawabannya si Jim terkece tergagah sejagat raya.”
“Udahlah, nggak penting juga. Lagian pertanyaan lo itu itu terus, bosan gue.”
“Tanpa lo jawab juga udah keliatan kok, belajar aja lo selalu sama-sama terus di perpustakaan umum,” ucap Jenni lagi dengan penuh selidik.
“Ya sama terus soalnya kan gue satu tempat les privat dengan Rose, Jenni. Ya otomatis ngerjain tugas yang sama dong. Daripada kerja sendiri mending gue bareng Rose aja, kan kalau ada yang nggak gue ngerti bisa gue tanyain langsung ke Rose juga. Jadi belajarnya enggak terasa sulit banget. Lo kebiasaan ngarang yah Jen. Udahlah nggak usah ngurus-ngurusin privasi gue, itu melanggar undang-undang privasi,” jawab Jimmy seolah berusaha untuk meyakinkan Jenni.
Meskipun Jimmy sudah meyakinkan Jenni namun bukan Jenni namanya jika ia akan percaya begitu saja. Tetap saja ocehan Jimmy barusan tidak membuatnya mengalah sedikitpun, malah semakin membuat Jenni untuk berdebat dengan Jimmy.
Dan untung saja keributan yang disebabkan antara Jim dan Jenni justru tak membuat Lisa terganggu dengan gamenya. Bukan terganggu dengan gamenya, lebih tepatnya dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Lisa. Sejak makan siang tadi ia terus saja makan dan lebih dominan diam. Lisa sedang bermain game namun pikirannya tak sedang tertuju di sana. Pikirannya melayang entah kemana.
Rose yang menyadari hal itu mencoba untuk ngobrol dengan Lisa, hingga hal itu sontak membuat Lisa beralih dari lamunannya. “Lo lagi mikirin apa Lis ?” tanya Ros dengan segala rasa penasarannya.
Lisa mengalihkan pandangannya ke arah Rose dan meninggalkan alam khayalannya itu. “Ha ? bukan apa-apa kok,” sambil tersenyum untuk lebih meyakinkan Rose.
“Gue perhatiin lo juga tadi makannya dikit banget pas di kantin. Lo ada masalah yah?”
“Nggak ada apa-apa kok.”
“Iya gue juga perhatiin tadi, kayaknya lo lagi ada pikiran gitu,” ucap Jimmy menyadari hal yang sama dengan yang dirasakan Rose.
“Harusnya itu bukan lo yang mengurangi porsi makan, tapi si sotoy yang satu ini. bukankah begitu nyonya?” Rey menambahkan sambil melirik ke arah Jenni.
Mendengar hal itu, spontan Jenni memukul perut Rey dengan menggunakan kepalan tangannya. Kejadian itu otomatis membuat Rey meringis kesakitan dibuatnya.
Tak lama setelahnya muncul dua orang siswa senior yang akan melakukan latihan basket. Mereka berjalan menuju arah lapangan basket tempat Lisa dan teman-temannya duduk.
“Eh lo tahu nggak yang anak kelas IPA-3 yang sering nongkrong di cafe dekat perpustakaan umum seberang jalan sana itu.”
“Kalau ngga salah yang sering jalan bertiga itu yah.”
“Yoi, yang satu rambut pendek terus yang dua orang lagi rambutnya panjang gitu.”
“Yang rambut coklat panjang itu cantik sih. Kalau nggak salah namanya Rose bukan.”
“Gue sih sukanya yang rambut hitam pendek. Tipe gue banget pokoknya.”
”Gue sih nggak suka sama tuh cewek. Kata adek gue yang sekelas sama dia nih yah, si rambut pendek hitam itu suka tidur kalau lagi jam belajar berlangsung. Terus udah gitu kalau gue perhatiin dia kayak keliatan sok tangguh gitu, nggak ada feminim-feminimnya gue lihat. Buka tipe gue pokoknya.”
“Bukan tipemu ? terserah juga sih.”
Sebuah obrolan singkat siswa senior di sekolah Lisa. Tanpa sengaja, Lisa dan teman-temannya yang sedang berada di sekitaran lapangan basket itu mendengar setiap kata yang terlontar dari mulut mereka.
Mendengar hal itu, membuat Jim marah dan langsung menegur orang-orang yang membicarakan Lisa barusan. “Hei kalian! Jangan membicarakan orang lain dari belakang begitu dong,” tegur Jimmy mulai emosi.
Beberapa kawanan lelaki itu menoleh dan mendapati Jimmy yang kini sudah berdiri tegak. Nampak Lisa pun ikut berdiri di belakangnya. Menyadari dirinya sedang ditegur dengan Jimmy yang ternyata sedang berada di sekitaran lapangan basket tersebut membuat siswa senior itu langsung meminta maaf dan merasa menyesal karena telah membicarakan Lisa dan juga Rose. Setelah meminta maaf kepada Jim, mereka berencana untuk lanjut ke lapangan basket namun Lisa menghentikan langkahnya. “Hei, kenapa kalian malah minta maaf kepada Jimmy. Bukannya meminta maaf kepada gue!” teriak Lisa dengan nada sedikit emosi. Mendengar itu, siswa tersebut hanya menunduk dan tak bicara sedikitpun. “Nama gue Lisa bukan si rambut pendek hitam. Lain kali jangan sebut gue dengan nama kayak gitu. Soalnya hal itu bisa buat orang lain bingung,” lanjutnya lagi. kedua bola mata Lisa bergantian menatap mata kawanan lelaki itu.
“Yukk, kelas udah mau mulai kayaknya,” ajak Jimmy kepada teman-temannya yang lain.
Mereka pun berdiri dan meninggalkan lapangan basket itu. Lisa juga ikut berdiri namun tidak mengikuti temannya yang menuju ke ruang kelas tapi berjalan menghampiri siswa senior yang masih berdiri di lapangan basket. “Oh iya satu lagi, lo juga bukan tipe gue, bukan sama sekali,” cetus Lisa sambil berlalu meninggalkan tempat tersebut.
***
Banyak hal di dunia ini yang terkadang ingin diceritakan kepada orang lain namun tertahan oleh ketidaksanggupan bibir untuk mengucapkannya. Karena terkadang bahkan kebanyakan mereka tidak mengerti ketika kita mengatakan “Aku ingin”. Dan hal itu membuat orang yang merasakannya menjadi cemas dan berujung pada kata percuma yang selalu lebih mampu menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. Bagi yang setengah-tengah atau yang berada di tengah-tengah, keinginan hanya menjadi jembatan yang seolah-olah ada. Sedangkan banyak hal yang terengah-engah, tidak mampu menyeberang keluar ke ujung lidahnya hingga terpaksa menjadi rahasia dan itu justru membuatnya merasa bersalah. Hari ini adalah jadwal konseling untuk siswa kelas XI IPA-3. Seperti biasa, siswa menunggu giliran untuk di panggil ke ruangan yang cukup menegangkan itu. Dan justru banyak siswa yang menghindar agar tidak masuk ke ruangan konseling atau biasa disebut oleh sebagian siswa sebagai ruang kandang macan. Alih-alih menghindar, tetapp
Banyak hal di dunia ini yang terkadang ingin diceritakan kepada orang lain namun tertahan oleh ketidaksanggupan bibir untuk mengucapkannya. Karena terkadang bahkan kebanyakan mereka tidak mengerti ketika kita mengatakan “Aku ingin”. Dan hal itu membuat orang yang merasakannya menjadi cemas dan berujung pada kata percuma yang selalu lebih mampu menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. Bagi yang setengah-tengah atau yang berada di tengah-tengah, keinginan hanya menjadi jembatan yang seolah-olah ada. Sedangkan banyak hal yang terengah-engah, tidak mampu menyeberang keluar ke ujung lidahnya hingga terpaksa menjadi rahasia dan itu justru membuatnya merasa bersalah. Hari ini adalah jadwal konseling untuk siswa kelas XI IPA-3. Seperti biasa, siswa menunggu giliran untuk di panggil ke ruangan yang cukup menegangkan itu. Dan justru banyak siswa yang menghindar agar tidak masuk ke ruangan konseling atau biasa disebut oleh sebagian siswa sebagai ruang kandang macan. Alih-alih menghindar, tetapp
Pagi ini Lisa lagi lagi harus berangkat lebih awal karena harus mengikuti jadwal ayahnya yang sedang ada meeting lebih awal dengan kliennya hari ini. Sesampainya di kelas ternyata Jenni dan juga Rose belum juga datang. Dan untuk menghilangkan rasa bosannya, Lisa akhirnya memutuskan untuk berdiri di depan kelasnya sambil melihat-lihat siswa yang lalu lalang di lapagan. Di ambilnya handphone miliknya yang di simpan di saku bajunya. Setelahnya, Lisa membuka laman instagramnya dan memeriksa pemberitahuan yang masuk. Ternyata ada begitu banyak like dari foto yang diunggahnya semalam. “Yaaa kita ketemu lagi,” ucap Jimmy sambil menghampiri Lisa yang sedang sibuk dengan handphonenya. Mendengar hal itu, Lisa pun menghentikan aktifitasnya di i*******m dan beralih melihat ke arah Jimmy. “Sudah gue bilang kan Lis kalau kita itu benar-benar jodoh,” ucapnya lagi sambil memamerkan deretan gigi putihnya. “Jodoh apaan coba Jim, maksud lo apaan sih ? bukannya emang tiap hari lo lewat kelas gue sebelum
“Nggak banyak sih. Hanya apa yang akan gue lakukan dan jurusan apa yang bakal gue ambil nanti di universitas. Hanya hal-hal biasa kayak gitu kok.” “Terus? Lo mau jadi apa kedepannya Lis?” “Ha ? Gue ? Lo kan tahu sendiri sebenarnya...” Belum sempat Lisa melanjutkan jawabannya tiba-tiba Rose berteriak memanggilnya. “Liss, Liss, Lisa. Sumpah gue capek banget lari buat ngejar lo.” Ucap Rose sambil mengatur nafasnya yang tak beraturan karena kelelahan berlari. “Lihat nih si calon mahasiswa jurusan seni. Yang selalu menonjol seperti biasanya.” ucap Jimmy sambil melihat ke arah Rose yang sedang ngos-ngosan. “Hei, lo itu harus hati-hati yah dengan ucapan lo. Siswa yang lainnya nanti ada yang nggak suka atau bisa saja tersinggung,” jawab Rose masih dengan napas yang tidak beraturan. “Lo berdua mau kemana ?” tanya Lisa. “Seperti biasa gue mau ke tempat les, dan rencananya sih gue mau mampir ke tempat les seni sekalian lihat-lihat dulu kalau oke gue mau ambil kelas seni buat persiapan mas
Seperti linglung seolah berjalan tanpa arah. Orang-orang datang lalu pergi dengan mudahnya seperti permisi ke jamban saja. Menciptakan rasa cemas sekaligus takjub. Hidup dalam segala pengharapan benar-benar bagaikan menggali lubang kubur sendiri. Tak ada yang sungguh setia selain kesedihan. Meski dia menyakitkan namun tidak seperti kesenangan yang kerap kali datang lalu tiba-tiba hilang tanpa pamit. Hari yang cukup panjang untuk sebuah hubungan yang akhirnya berakhir di tengah jalan. Lagi dan lagi sungguh tak ada yang benar-benar abadi di dunia ini. Segalanya selalu saja berputar pada rotasinya, menunggu giliran untuk akhirnya di tinggalkan ataupun meninggalkan. Jenni yang baru saja diputuskan oleh kekasihnya atau lebih tepatnya diselingkuhi oleh kekasihnya hari ini masih saja merenungi nasibnya yang sedikit sial itu. Masih pagi-pagi sekali, tapi wajahnya sudah sangat tampak suram karena terlalu banyak menangis sehingga menjadikan matanya bengkak dan memerah. Melihat keadaan Jenni, t
“Tuh kan gue lagi, gue lagi.” Rey pun mulai mengatur posisi yang menurutnya bagus. Di ikuti teman-temannya yang lain serta Jenni yang sedang sibuk mengatur angel yang menurutnya cantik. “Satu, dua, Tiga cekret cekret cekret” “Lagi dong” pinta Jenni dengan wajah manjanya. “Satu dua tiga.” “Eh udah, kayaknya udah cukup deh. Capek juga yah padahal kan hanya berfose doang,” ucap Lisa. “Gue lihat hasilnya dong Rey.” “Tunggu Rose, ini juga gue mau lihat dulu.” “Wah yang ini lucu nih,” ucap Jenni. “Yang ini juga,” sambung Rose. “Gue yakin sih tanpa lihat fotonya pasti hasilnya bakalan lucu karena ada gue di situ” ucap Jimmy kepedean. “Idih najiss,” ejek Jenni. Jenni menzoom foto tersebut dan alhasil mendapati muka Lisa yang sedang bergaya lucu. Dengan mata yang membelalak lengkap dengan bibir yang disengaja dimonyongkan. Melihat hal itu, Jenni langsung tertawa terbahak-bahak. Ia sungguh tidak sanggup melihat wajah memalukan Lisa itu. “Liat deh ekspresinya Lisa di foto. Sumpah gue
“Ahhhh sumpah gue senang banget pake ngeeet ngeeet deh pokoknya. Tuh cowok ganteng abis, gila sih. Kayaknya Tuhan lagi ngirim dia buat gue deh,” ucap Jenni sambil memegang kedua pipinya dan membayangkan lelaki yang dilihatnya tadi. Rey yang tadinya sibuk dengan gamenya langsung melongo kaget melihat perubahan suasana hati Jenni. Setelah membeli eskrim bersama Lisa dan Rose ia terlihat begitu bahagia. “Apa yang terjadi, teman lo ini enggak kesurupan kan di dalam sana ? kali aja hantu centil yang nyangkut di toko malah hinggap di tubuh Jenni,” ucap Rey kebingungan. Lisa dan Rose hanya tersenyum menyaksikan kehebohan Jenni serta kebingungan Rey. Keduanya terus saja menyantap es krimnya tanpa sedikit pun memberikan penjelasan kepada temannya. “Rey lo tahu jungkook ?” tanya Jenni dengan wajah berseri. “Enggak, emang itu apaan. Makanan model baru yah ?” “Whattt apa lo bilang ? makanan ? bisa-bisanya lo sama-samain jungkook sama makanan. Lo kira apaan. Makanya update dong, jangan game
Ujian mid semester semakin hari semakin dekat saja. Membuat siswa-siswi mulai dihantui rasa cemas di kepala masing-masing. Tentang banyak hal yang menuntut untuk menjadi lebih baik. Ataupun tekanan dari guru dan juga orangtua yang selalu memaksakan seorang anak untuk mendapatkan yang paling baik diantara yang terbaik. Hanya saja sering kali orang dewasa justru tak menghargai proses yang di lewatinya tapi hanya berfokus pada hasil akhirnya saja. Miris namun begitulah kenyataan. Jimmy dan Rey menunggu Vie yang tak kunjung datang. Entah kenapa hari ini Vie terlambat datang ke sekolah. “Gue bakalan bisa dapat pacar tahun ini, bukan ?” tanya Rey ditengah kegalauan Jimmy menunggu kedatangan temannya. “Yah elah Rey, masih terlalu pagi untuk bahas omong kosong kayak gitu.” Tiba-tiba Vie muncul dari balik pintu kelasnya. Sikap dingin lengkap dengan jaket hoodienya yang menjadikannya tampak semakin keren dan kece. Benar-benar lelaki cool yang mampu menggetarkan hati wanita mana saja yang mel