Karel menjadi pihak yang paling tertekan malam ini, dia tidak mengerti kenapa nasib buruk bisa menimpanya di tengah hutan. Dia tidak melakukan dosa apa pun selama satu hari satu malam di sini, dia berhenti menggoda gadis-gadis dan fokus menjalankan tugasnya sesuai perintah Jaydan. Berharap sesi pelatihan ini bisa segera selesai agar dia kembali ke kampus dan menjalani lagi hari-harinya yang indah.
Baru setengah perjalanan terhitung sudah empat kali jantung Karel tersentak saat Angel memanggilnya, padahal gadis itu tidak melakukan apa-apa. Dia hanya laporan pada Karel bahwa Angel melihat pita hijau neon yang sedang mereka cari dalam jurit malam kali ini. Dari sekian banyak anggota yang menjadi mentor, kenapa harus Karel yang menjadi mentor Angel?
"Seberapa jauh lagi kita akan berjalan?" tanya Angel saat kelompoknya memutuskan istirahat sejenak setelah menyusuri hutan selama kurang lebih setengah jam.
"Lima belas menit lagi mungkin, kita hanya tinggal men
"Ya Tuhan, tolong lindungi kami dari serangan binatang buas. Jangan sampai aku mati mengenaskan di sini, kumohon," doa Karel sambil menyatukan kedua tangannya di dada. Angel yang melihat itu mendecih, merutuki kebodohan mentornya yang susah sekali diberi tahu. Kalau saja tadi Karel mau mendengarkan sarannya, pasti mereka tidak akan capek dua kali. "Rob, diamlah, jangan usil di tempat seperti ini," ujar Karel mengira bahwa tangan yang mencolek tengkuknya adalah anggota regunya yang bernama Robby. "Tanganku di sini," balas Robby. Jantung Karel tiba-tiba berdegup kencang, sekujur tubuhnya menegang dan kakinya mulai terasa lemah—tenaganya seperti akan hilang untuk sekadar berdiri. "Kalau bukan kau lalu siapa? Mustahil gadis-gadis itu kan karena mereka ada di hadapanku sekarang
"Arghhh .... Jaydan... hhh ... hhh ... Jaydan!!!" Jaydan dan dua laki-laki yang bertugas di pos utama saling pandang melihat Karel berlari terbirit-birit ke arah mereka dengan wajah panik luar biasa, begitu pun dengan orang-orang di belakangnya. "Jaydan ... ada setan hhh ... ada setan di sana!" lapor Karel setelah berdiri di hadapan sahabatnya, tak lama kemudian tubuh Karel tumbang, ia berbaring di tanah dengan napas tersengal-sengal. "Apa yang terjadi, kenapa kalian lari-lari?" "Kami melihat setan serigala di rute jalan menuju ke sini, Kak. Dia mencolek-colek leher kak Karel dan berniat menggigit lehernya." "Demi Tuhan tempat ini tidak aman hhh ... kenapa kita harus melakukan pelatihan di sini, sih?!" omel Karel masih dengan napasnya yang memburu.
~Halo, apa kabar. Senang rasanya karena kamu selalu dekat meski waktu telah menyekat. Malam ini, rindu membuatku terpikat untuk membuka lembar demi lembar kisah kita yang sudah tak terlihat. Air mata menderai tak bisa usai hanya dengan baris lerai. Maka kutulis bait rasa ini pada helai daun yang jatuh dengan utuh di hadapanku. Mengukir ulang masa yang telah kita lewati bersama kala itu. Membawa pulang bayangmu ke dalam angan yang tidak akan pernah hilang. Bukan maksud ingin meratap apalagi melangkahi garis takdir yang sudah tetap. Aku hanya ingin kembali mengingat bahwa kebersamaan kita nyata adanya. Mengenang bahwa kita pernah saling melengkapi sampai akhirnya kamu pergi dan tak kembali.~ Goresan pena telah memenuhi badan daun berbentuk oval, Angel tersenyum puas membaca surat cinta yang sengaja ia tulis untuk sang ayah. Keputusannya datang ke tempat ini memang sudah tepat. Dia meraup banyak ketenangan dan perasaan damai sejak kak
Jaydan melirik sebentar pada Angel yang masih menatap lurus ke depan, lelaki itu kemudian kembali menaut rembulan dengan matanya. "Iya, kau memang aneh, sulit dimengerti. Maksudku, bagaimana bisa kau datang ke sini sendirian, malam-malam, di saat kau belum tahu jalur tempat ini seperti apa. Bagaimana kalau ada binatang buas yang menerkammu?" "Aku sudah biasa dikelilingi binatang berkedok manusia. Jadi ancaman itu tidak berlaku untukku. Kalau boleh memilih, lebih baik mati dimakan binatang buas daripada hidup di antara manusia yang sifatnya seperti hewan." "Tetap saja, kau itu perempuan, kau harus memiliki rasa takut sebagai alarm keamananmu. Kau harus menyimpan rasa itu agar hatimu tidak lupa bagaimana caranya meminta pertolongan saat kau dalam bahaya. Rasa berani yang berlebihan bisa menyeretmu pada sesuatu yang mengerikan."
Para peserta pelatihan berangsur-angsur memasuki bus yang akan membawanya pulang ke kampus. Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam dari titik perkemahan, mereka tampak senang dan antusias. Tidak sabar rasanya bersantai, duduk manis sambil ngemil, atau tidur dalam bus sepanjang perjalanan yang lumayan memakan banyak waktu. Wajah lelah dan kurang tidur terpeta jelas di masing-masing peserta dan panitia namun hal itu tak mengurangi semangat dan kebahagiaan karena akhirnya mereka berhasil melewati dua malam yang penuh cerita di sana. Momen ini tidak akan terlupakan sepanjang hidup mereka, menjadi kenangan yang akan terasa menyenangkan walaupun saat mengalaminya terasa penuh siksaan. Bisa dibilang Jaydan adalah orang yang paling bahagia melihat pemandangan ini. Dia bersyukur karena acara yang selama kurang lebih satu bulan ia rencanakan ini akhirnya berhasil. Semuanya berkat kekompakan dan kerja sama anggota BEM yang bahu membahu mengerahkan seluruh tenaga demi
Jaydan tersenyum geli melihat tingkah gila teman-temannya, ada perasaan senang ketika melihat para anggota baru BEM bisa melebur akrab bersama seniornya. Memang itu yang ia harapkan, kebersamaan sesama anggota adalah kunci paling penting dalam sebuah organisasi. Meskipun aksi teman-temannya itu sedikit mengusik kegiatan Jaydan yang sedang mendengarkan musik pilihannya, dia tidak kesal sama sekali. Dilihatnya Angel yang menampakkan raut terganggu dengan kehebohan yang ada. "Kau mau ikut menyumbang suara?" tanya Jaydan yang langsung dibalas delikan sebal Angel. "Jangan harap!" "Eh, benar juga, sebaiknya jangan. Suasana bus ini akan mendadak seperti kuburan kalau kau bernyanyi." "Tidak usah bicara padaku, nikmati saja kegiatanmu." Angel melipat kedua tangannya di atas perut,
Angel mengembuskan napas berat beberapa kali, tak peduli seberapa sering otaknya berputar mencari solusi, jawaban dari permasalahannya hari ini tak kunjung menemui titik terang. Dia mengeluarkan dompet, hanya tersisa beberapa lembar uang yang cukup untuk uang sakunya selama satu minggu ke depan sebelum uang saku berikutnya cair. Dia memerlukan uang tambahan untuk membayar biaya inap Moca di tempat penitipan hewan. Karena peraturan asrama kampus yang tak mengizinkan Angel membawa hewan peliharaan ke sana maka ia terpaksa menitipkan kucing kesayangannya itu. Selayaknya layanan akomodasi untuk manusia, biaya yang diperlukan untuk penginapan Moca tentu tidak sedikit. Meski sudah jatuh miskin, ia tetap ingin menjaga kucing pemberian ayahnya itu dengan baik karena hanya Moca satu-satunya hadiah dari sang ayah yang Angel miliki sekarang. Sebenarnya ia bisa saja menitipkan kucing itu di kediaman pamannya, tapi Angel khawatir
Beberapa saat kemudian, langkah cepat Angel membawanya tiba di tempat tujuan dalam waktu singkat. Begitu pun dengan Alessa yang kini sudah tahu apa tujuan Angel datang ke tempat yang didominasi para lelaki itu. "Kamu yakin mau menitipkannya pada Jaydan?" "Sebenarnya tidak yakin, tapi kurasa dia lebih baik daripada Renata dan Hena. Moca juga pernah bertemu dengannya dan kelihatannya kucing ini menyukai Jaydan." "Bagaimana kalau dia menolak?" "Coba saja dulu, siapa tahu dia mau." "Ya, sudah, sana kamu panggil Jaydannya." "Temani aku," pinta Angel mulai ragu untuk mendatangi Jaydan sendirian. Bukan apa-apa, saat ini Jaydan sedang berkumpul dengan teman-temannya di gazebo dekat ruang sekretariat BEM. Lelaki itu tampak sibuk berkutat dengan laptopnya, ada juga Karel, Brian, dan Gerry yang sedang asyik bernyanyi bersama diiringi gitar yang dimainkan Karel. Selain pandai mengoleksi kekasih, rupanya Karel juga cukup lihai dalam memaink