Yudha mengerutkan keningnya saat Clarissa mengakhiri panggilannya begitu saja, "Ada apa sama dia?" gumamnya sambil melihat ke layar ponsel seakan tak percaya dengan yang baru saja terjadi.Yudha berusaha positive thinking, tapi hatinya menolak untuk itu. "Suara siapa barusan? Kenapa terdengar seperti suara laki-laki?" gumamnya penasaran. Hatinya berdebar kencang tak karuan, bahkan kini matanya tidak merasakan kantuk sama sekali. Pikiran Yudha masih terpaku akan dimana tempat tinggal Clarissa saat ini, dan suara laki-laki yang baru saja menginterupsi panggilan teleponnya dengan Clarissa itu suara siapa? Dan apa hubungan Clarissa dengan dia?"Rahasia besar apa yang sedang kamu sembunyikan dariku, Icha?" Yudha bertanya-tanya dengan penuh rasa penasaran.Yudha menebak-nebak apa yang sedang Clarissa sembunyikan darinya. Karena selama ini Yudha cukup tahu banyak hal tentang Clarissa, berbagai informasi tentang pujaan hatinya itu tidak ada sedikit pun yang ia lewatkan. Namun sepertinya kali
Aldo Federick Parker begitulah semua orang mengenalnya. Seorang pebisnis muda yang terkenal dengan kepandaiannya dalam hal negosiasi bisnis. Karena hal itulah ia bisa sukses merajai dunia bisnis. Kegigihannya dalam mengurus perusahaan dapat terlihat dari hasil yang telah ia capai saat ini.Orangtuanya tinggal di Indonesia. Sebagai orangtua tunggal, Papanya selalu meminta Aldo untuk pulang dengan berbagai alasan, tapi Aldo selalu menolaknya. Di usianya yang kini sudah menginjak di angka 28 tahun, Papanya sangat berharap Aldo segera menikah dan membina rumah tangga. Wajar saja jika orangtuanya mulai khawatir dengan masa depan Aldo, mengingat saat ini usianya sudah tidak muda lagi.Karena terlalu di manjakan oleh sang Papa, kini Aldo tumbuh menjadi pribadi yang senang dengan kebebasan. Jangankan berpikir untuk menikah, dalam kehidupannya, wanita bagi Aldo seperti layaknya baju yang ia pakai setiap harinya, jika bosan ia akan membuangnya.
"Baiklah, Tuan Parker, ter-se-rah bagaimana anda menilai saya. Karena penilaian anda tidak penting bagi saya." ucap Clarisa."Baguslah kamu cukup sadar diri dengan posisimu saat ini." Sinis Aldo.Tak ada jawaban dari Clarissa, ia memilih untuk diam dari pada meladeni pria arogan di depannya saat ini.Setelah menemukan kesepakatan bersama, mereka pun keluar dari cafe. Aldo membawa Icha menemui Papanya yang masih di rawat Rumah sakit. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, suasana hening lebih mendominasi. Baik Icha atau pun Aldo sedang asyik dengan pikiran mereka masing-masing.'Semoga dengan pernikahan ini, perusahaan Papa mendapat suntikan dana dan tidak mengalami kebangkrutan.' Batin Icha.Icha justru memikirkan tentang perusahaan Papanya yang kini sudah berada di ambang kebangkrutan jika tidak mendapat suntikan dana. Ketimbang memikirkan tentang pernikahannya dengan Aldo. Tentang bagaimana
Saat ini Aldo duduk di sofa kamarnya, kamar yang telah lama di tinggalkannya, dengan kedua tangan di rentangkan di kursi. Pikirannya kacau saat ini, sungguh ini adalah hal yang paling di benci olehnya.Pernikahan yang menurutnya hanyalah Bullshit, apa lagi cinta. Di dalam kamusnya tidak ada yang namanya cinta, karena kata-kata cinta yang keluar dari mulut wanita hanyalah omongan sampah yang tidak ada gunanya bagi Aldo.Sejak cinta pertamanya kandas, dan hanya mengincar hartanya semata, mulai dari situlah Aldo tidak pernah lagi percaya akan namanya cinta. Hubungannya dengan para wanita hanyalah sebatas penghangat ranjang, tanpa ada cinta di dalamnya.Karena baginya wanita yang bilang cinta kepadanya hanya butuh hartanya saja. Selayaknya pelacur yang meminta upah atas jasanya memberi kepuasan kepada setiap pelanggannya.Kini Aldo harus berpikir keras bagaimana dengan pernikahan yang di minta oleh sang Papa. Haruskah A
Aldo memasuki sebuah Club malam, dan tentu saja club malam tersebut adalah langganannya ketika ia berada di Indonesia. Tapi sebelumnya Aldo sudah menghubungi para sahabatnya untuk bergabung dengannya di Club tersebut.Sebuah ruangan VIP di lantai 5 menjadi ruangan paling terfavorite bagi Aldo, karena selain suasananya tenang, di ruangan tersebut sangat terjaga privasinya dengan fasilitas kedap suara yang dimiliki oleh club tersebut."Hay Dude, lama tidak bertemu? Bagaimana kabar London saat ini?" tanya Sean pada Aldo yang baru saja datang."London masih pada tempatnya yang aman. Setelah 2 tahun kita tidak bertemu, apa selera wanitamu masih tetap sama, Sean?" tanya Aldo seakan mengejek selera Sean."Cih, aku bukan dirimu, yang harus setiap hari gonta ganti wanita," jawab Sean malas menanggapi teman lamanya tersebut yang memang terkenal akan playboynya. Sedangkan tunangan Sean hanya tersenyum mendengar candaan k
Aldo menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, pandangan mata Aldo melihat ke langit-langit ruangan VIP club tersebut, "Ini juga demi kesembuhan Papa, aku belum siap jika harus kehilangan Papa," gumam Aldo pelan namun masih terdengar oleh Bima yang duduk di sampingnya. Bima hanya terdiam mendengar itu, ia tidak menyangka jika Aldo akan mengalami hal semacam ini. Dan Bima tahu jika Aldo sangat menyayangi Papanya.Bima melihat sekilas ke arah Aldo, kemudian pandangannya kembali ke depan, menatap gelas minuman yang ada di tangannya. "Cepat atau lambat kita semua pasti akan menikah, entah kamu mencintai pasanganmu atau tidak. Terlepas apapun latar belakang yang mendasarinya. Tetap saja pada kenyataannya pernikahan pasti akan terjadi, suka atau tidak suka bukanlah jawaban. Tapi semua tergantung bagaimana kita akan menyikapi pernikahan kita ini ke depannya nanti," ucap Bima terlihat serius. Aldo menoleh ke arahnya, seolah mencari makna dari perkataan lelaki tersebut.Dan
Jason terjatuh sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit akibat tendangan kaki Clarissa, yang mengenai salah satu tangannya. "Sudah aku katakan sebelumnya, jika kamu tidak bisa mengkondisikan tangan kamu. Jangan salahkan aku jika aku mematahkannya." Ucap Clarissa yang kemudian berjalan mendekati Aldo yang sepertinya tak percaya dengan apa yang baru saja di lihatnya."Tangan kamu terluka? Ayo keluar dari sini dulu. Aku akan mengobatinya." ucap Clarissa menarik Aldo supaya meninggalkan club malam tersebut.Aldo hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Clarissa keluar dari club malam itu. "Kamu bawa mobil, kan?" Tanya Clarissa. Dan di angguki oleh Aldo. "Sini kuncinya, sekalian aku antar kamu pulang."Aldo merogoh saku celananya untuk mengambil kunci mobil miliknya. Setelah mendapatkan kunci dari saku celananya, ia melempar kunci mobil tersebut ke arah Clarissa. "Ini, jangan sampai mobilku rusak setelah kamu mengemudikannya." ucap Aldo.
Pagi ini Clarissa tampak tergesa-gesa keluar dari apartemen miliknya. Hingga ia tidak sempat untuk memakan sarapannya dengan baik. Sebuah roti berisi selai nanas kesukaannya memenuhi mulut. Sambil berlari ia mengunyah roti tersebut menuju ke arah lift."Tunggu!" teriaknya saat pintu lift akan tertutup."Makasih." ucap Clarissa sejenak mengambil roti dari mulutnya agar bisa bicara dengan jelas."Kesiangan lagi?" suara seseorang yang berada di lift yang sama dengan Clarissa."Iya, efek semalam ga bisa tidur." jawabnya.Orang itu hanya tersenyum mendengar jawaban Clarissa. Karena sepertinya ia harus terbiasa dengan hal itu. Melihat Clarissa selalu saja kesiangan saat berangkat kerja. Dan mereka sering bertemu dalam keadaan seperti ini setiap paginya."Mungkin hari ini, hari terakhir aku pergi ke kantor itu mas." ucap Clarissa."Loh kenapa? Bukannya kamu sudah lama bekerja disana?" tanya lelaki itu penasaran.