Apa yang paling disesali oleh Sri, terlalu cepat menaruh rasa semu dan mengabaikan cinta sejati yang telah berbuat banyak pada hidupnya selama ini. Setelah vonis "hamil" didapatkannya, hidupnya berubah. Dari dulu, dia mengidamkan lahirnya seorang anak dari rahimnya. Seharusnya dia senang bukan? Tapi tidak, dia tau pasti bahwa bayi ini tercipta dengan cara salah, dia tau pasti bayi ini bukan miliknya.Walaupun kondisi tubuhnya yang lemas, Sri tetap memaksa untuk bekerja. Pagi-pagi sekali dia sudah berjalan kaki menuju jalan desa dan menunggu angkot untuk bisa sampai di pabrik. Entah kenapa, selama tiga bulan terakhir, Yayuk seolah menjauh darinya. Mereka tak lagi pergi dan pulang bersama.Saat ini, Sri tengah berada di atas angkot yang tengah berhenti menunggu penumpang. Angkot hanya diisi tiga penumpang. Yang pertama adalah Sri, yang ke dua seorang laki-laki paruh baya, dan satu lagi laki-laki berusia tiga puluhan.Laki-laki muda itu duduk di samping Sri. Aroma keringatnya yang tidak
Jam kerja sudah usai. Aryo lihat, Sri sudah menunggunya di dekat parkiran, kalau dulu dia tak mau diantar sampai ke parkiran, saat ini dia tidak peduli dengan pandangan penasaran orang-orang terhadapnya. Aryo memandangnya sekilas, walaupun dilanda perasaan sakit hati, dia tak sejahat itu pada Sri membiarkan wanita itu pulang sendiri.Sepanjang perjalanan, Sri hanya bisa menatap punggung lebar itu tanpa bisa menyentuhnya. Ada kerinduan yang tak bisa dijabarkan saat ini di hatinya. Dia mencintai Aryo, masih. Walaupun dia sempat menaruh simpati pada perhatian Novan."Mas," "Hmm," jawab Aryo singkat. Tampak tidak tertarik.Sri tak melanjutkan, dia melingkarkan tangan di pinggang suaminya dan merebahkan kepalanya di sana, memejamkan matanya yang mengeluarkan cairan bening dan tak terbendung. Sri menangis dalam diam."Sebentar saja! Jangan tolak aku, Mas. Biar saja seperti ini." Sri berujar parau.Aryo tak menjawab dan tak menolak. Bukankah seharusnya begini mereka? Berpelukan mesra di ata
Hari yang melelahkan bagi Novan. Rasanya dia sudah bekerja maksimal dan mengabdikan hidupnya untuk perusahaan. Akan tetapi ayahnya tetap saja tidak percaya akan kemampuan dirinya. Memang, terjadi permasalahan akhir-akhir ini. Salah satunya perusahaan mengalami kerugian karena Novan merekrut pekerja-pekerja baru yang dianggap tak kompeten.Siang ini, mereka tengah duduk santai di tepi kolam renang di rumah keluarga Novan. Hari ini Brenda tampil cantik, blezer bewarna peach dipadukan dengan celana panjang yang membungkus kaki jenjangnya. Brenda sengaja ke rumah Novan untuk memberikan laporan bulanan pada ayah laki-laki itu."Aku liat kau menikmati peranmu, sebagai pengganti papaku di perusahaan." Syarat sindiran, tapi Brenda terlihat biasa saja. Dia tak memperlihatkan wajah tersinggung."Sebenarnya, aku lebih menikmati menjalankan perusahaanku sendiri. Akan tetapi, Paman sedang membutuhkan aku. Lalu, aku harus bagaimana?"Novan hanya tersenyum hambar, dia menyukai Brenda, mencintai mal
Sudah lima belas menit, tatapan tajam Novan seakan menguliti Sri hidup-hidup. Wanita itu meremas jari-jarinya takut. Tak ada tatapan lembut dan manis seperti biasanya, Novan yang berada di depannya adalah laki-laki yang berbeda. Dingin dan terkesan tak peduli."Seseorang memukuliku di rumahku sendiri, dengan penutup wajah dan sikapnya yang bar-bar. Siapa dia? Apakah dia kekasihmu? Dia mengatakan kau hamil, meminta aku bertanggung jawab. Bagaimana aku bisa menjamin, bayi yang ada di perutmu adalah anakku, sementara kita sama-sama tahu, kau ... Sudah tak perawan."Tajam, kejam, tak berperasaan, itulah Novan yang ada di depannya saat ini. Begitu tak bernilainya Sri saat ini. Wanita itu hanya tertunduk mengusap air matanya kasar. Dia tak mengharapkan apa-apa. Semuanya tak lagi berguna baginya. Mungkin mati lebih baik, dari pada kehilangan Aryo."Berapa? Berapa usia kandunganmu? Seharusnya kau mencegahku saat itu." Novan mengusap wajahnya kasar.Jika tadi Sri diam saja, saat ini dia sudah
Setahun kemudianSeorang wanita, menatap nanar hidangan di meja makan yang sudah ditata sedemikian rupa. Wajah cantiknya kelihatan sendu, beberapa kali dia memandang jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya.Derap langkah sepatu mengalihkan perhatiannya, seperti biasa, pria itu pulang dalam keadaan kacau. Dasi sudah terlepas dari lehernya, lengan bajunya digulung sampai siku."Mas?" Wanita itu bangkit, menyambut kedatangan suaminya."Sudah ku bilang berulang kali, tidak usah melakukan ini, tidak usah menungguku pulang. Tidak usah terlalu baik. Karena kita tau, dua bulan lagi, kita akan segera bercerai."Laki-laki itu adalah Novan, dan sang wanita adalah Sri. Benar, sudah sebulan pernikahan mereka, tepat setelah dua bulan kelahiran anak mereka. Namun, pernikahan yang mereka jalani bukan seperti orang pada umumnya.Di awal dulu, Novan menolak bertanggung jawab. Tapi entah kenapa, setelah anak itu lahir, Novan mengajaknya menikah secara mendadak."Mas, biarkan aku melaksa
Rambut panjangnya terurai melewati punggungnya yang ramping. Gaun malam yang melekat pas di tubuhnya menambah kecantikan yang sempurna. Sayangnya, bibir yang dipoles lipstik warna nude itu tampak terkatup rapat. "Singkirkan semua makanan ini, Bik!" perintahnya dingin pada wanita tua yang berdiri di belakangnya. Meja makan sudah dipenuhi oleh hidangan makan malam."Tapi, Nya, saya disuruh melayani nyo nya selama di sini.""Saya akan pergi, Bik." Wanita itu mengambil tasnya dan melangkah meninggalkan rumah."Kemana nyonya malam-malam begini?" Seorang wanita muda yang tengah mengendong bayi perempuan di tangannya. "Nggak tau," jawab wanita yang dipanggil 'Bik' oleh Sri."Kasian kamu, Nona kecil. Ayahmu yang tidak perhatian dan ibumu yang tidak peduli.""Sudah waktunya nona kecil tidur.""Iya, Bik."Sementara itu, mobil yang dikendarai Sri meluncur kencang membelah malam. Apa yang ada didalam hatinya? Kosong. Dia bagaikan jasad tanpa roh. Tidak ada lagi kebahagiaan, tak ada lagi tawa,
Jangan tanya, betapa buruknya mood Brenda saat ini. Terkadang dia berfikir untuk berhenti berjuang dan menyerah. Namun, hatinya tidak mau mengalah, dia merasa masih ada harapan baginya bahwa Aryo akan membalas cintanya.Setelah mandi, Brenda merasa tubuhnya segar. Seperti biasa, sebelum tidur dia akan memeriksa laporan keuangan terlebih dahulu.Perhatian Brenda teralihkan saat bel berbunyi, Brenda melirik jam dinding, jam sebelas malam, siapa yang bertamu malam-malam begini.Pintu dibuka, Novan berada dihadapannya dalam keadaan kusut. Dia masih menggunakan seragam kantor yang dipakainya tadi pagi."Ini sudah larut, kenapa ....""Aku tau," Novan mendorong Brenda masuk."Aku mau istirahat, aku sedang tak ingin membicarakan masalah kantor sekarang."Novan yang sudah duduk di sofa menatap Brenda sengit."Apakah jika kita bertemu, yang dibicarakan harus urusan kantor?" Novan memencet remote dan mengacak tombol sesuka hatinya."Lalu, apa yang kau ingin katakan." Brenda duduk di sebelah Nova
Dua orang manusia, memandang ke objek yang sama, bayi mungil yang umurnya baru hitungan bulan. Bayi cantik itu tertidur lelap setelah semalaman melawan demam tinggi dan kejang-kejang. Sepanjang malam, bayi kecil itu menangis, dan tertidur selepas subuh.Mereka adalah Novan dan Sri, belum ada yang membuka suara, semenjak kedatangan Novan jam tujuh pagi. Perang dingin masih terjadi di antara mereka."Kenapa wajahmu, Mas?" Sri bertanya tanpa melihat Novan. Hatinya saat ini tengah campur aduk. Tapi, dia selalu melihat wajah Novan yang babak memar."Seseorang telah memukuliku, parahnya, dia adalah satpam yang dulu pernah bekerja di pabrik. Aku akan buat perhitungan dengannya."Sri tersentak, "Apakah dia, Mas Aryo?""Mas? Kau mengenalnya?"Mulut Sri terkatup rapat. Lalu dia memandang jauh ke luar jendela."Banyak hal yang belum aku beritahu padamu, Mas. Bahwa, aku pernah menikah. Bahkan saat kau mendekatiku, statusku saat itu masih seorang istri."Seperti petir di siang bolong, Novan sanga