Share

Belang si Janda Kembang
Belang si Janda Kembang
Penulis: SanSan954

Bab 1

"Sayang, sarapan yuk!" panggil Amy kepada Tesla.

Kemudian dia menghampiri lelaki berkulit coklat, rambut ikal digunting cepak, hidung mancung, dan dagu tirus itu. Membantu lelaki itu merapikan dasi dan memasang kancing paling atas kemeja yang dipakai suaminya.

"Kamu gak kerja?" tanya lelaki bernama Tesla, dia heran melihat Amy masih santai dengan daster panjang, sementara jarum jam telah berada di angka delapan.

"Hari ini aku ada janji dengan Umi Fulsun," jawab Amy, dengan senyum terkembang.

"Siapa dia?" Kening Tesla berkerut keheranan mendengar nama, yang disebutkan sang istri. Amy memang belum pernah bercerita, tentang wanita bernama Fulsun itu kepadanya.

Kemudian Tesla duduk di kursi makan, yang biasa didudukinya dan mulai menikmati segelas teh hangat juga sepiring nasi goreng yang disuguhkan Amy.

"Umi Fulsun itu seorang ustadzah," Amy mulai bercerita. "Kata temanku, tidak ada salahnya mencoba metode ruqyah, untuk melihat apa ada gangguan jin di rahim atau tidak?"

Tesla mengangguk sambil terus mengunyah makanan di mulutnya, membuat Amy merasa gemas ingin mengecup bibir mungil lelaki itu.

"Enak gak, Sayang?" tanya Amy dengan tatapan menggoda.

"Apanya?" Tesla balik bertanya.

"Nasi goreng buatanku, memang apanya?" rajuk Amy manja, Tesla selalu membuatnya salah tingkah.

Sikap Tesla kepadanya, membuat perempuan berusia 30 tahun itu merasa selalu muda. Meski usia pernikahan mereka telah menginjak tahun kelima, tetapi Amy merasa dia dan Tesla masih seperti orang yang berpacaran. Selalu ingin bersama, dan ada rindu yang menggebu bila tidak bertemu.

"Aku pikir yang semalam," jawab Tesla dengan senyum terkembang.

"Emang, yang semalam gak enak?" Amy menggoda dengan mengedipkan sebelah matanya.

Tesla menatap lama wajah sang istri, membuat Amy merasa jengah dan berpura membersihkan bekas sarapan mereka. Menyingkirkan piring kotor, dan menambahkan air putih ke gelas minum suaminya.

"Enak dong, malah mau nambah sebenarnya …."

Hawa panas seketika menjalari wajah Amy, kini kulit mukanya memerah membayangkan adegan panas semalam.

"Terus, kenapa gak minta?" gumamnya tersipu malu.

"Ha ha ha …." Tesla tertawa, tangan kekarnya merangkul pinggang Amy dan menarik wanita itu, sehingga jatuh di pangkuannya.

"Nanti malam aku kasih, yang ekstra," bisik Tesla mesra. "Hari ini kamu gak ada kegiatan lain selain ruqyah, bukan? Jadi selesai ruqyah istirahat, kumpulkan tenaga untuk nanti malam," sambungnya sambil mengecup pipi Amy, membuat wanita itu semakin tersipu malu.

Ami mengantarkan suaminya ke teras, melambaikan tangan dengan tatapan mesra saat mobil berwarna merah itu membawa suaminya pergi.

*****

Amy dan Tesla menikah lima tahun yang lalu, pernikahan mereka tidak dimulai dengan proses pacaran. Pertama kali mereka bertemu, saat ada pelatihan menulis untuk para penulis pemula. Kelas itu sendiri digagas oleh Ustadz Handoko—senior Amy di kampusnya, dan sekarang menjadi rekan sejawat Tesla di sebuah universitas swasta.

Amy juga sempat menjadi dosen pembimbing di sana, dan sekarang hanya menjadi penasehat saja. Semenjak ikut program kehamilan, Amy mengurangi segala aktivitas di luar rumah.

Sekarang, pekerjaan yang masih dia tekuni adalah menjadi penulis lepas. Keputusan berhenti menjadi dosen adalah, karena kerinduan akan hadirnya sosok anak di dalam rumah.

Lima tahun hidup berdua terasa hampa, tanpa adanya tangis dan tawa balita di rumah. Selain itu, Dialin—mertua Amy selalu bertanya soal anak. Amy juga minder saat bertemu teman semasa sekolah atau kuliah, yang bila berjumpa pasti bertanya; "Sudah punya anak berapa?"

Padahal segala cara telah dia dan Tesla coba, dari mulai memakan segala makanan yang katanya penyubur kandungan. Hingga menjalani pengobatan ala tradisional.

Jangan tanya soal berapa dokter yang sudah mereka datangi, mulai dokter ahli kandungan, hingga tabib akupuntur pernah pula mereka sambangi. Mengikuti berbagai program kehamilan, juga menjalani aneka macam diet. Namun hasilnya memang belum ada, belum sekalipun Amy merasakan telat datang bulan.

Kali ini dia ingin mencoba alternatif lain, ruqyah syariah. Seorang kawannya pernah berkata, gangguan dari sebangsa jin dapat juga menghalangi kehamilan. Ruqyah disinyalir dapat menghilangkan gangguan itu, dan Amy ingin mencobanya.

Setelah semua tugas di rumah selesai Amy berangkat menuju rumah Fulsun, tentu sebelum itu dia telah membuat janji terlebih dulu.

"Assalamualaikum," sapa Amy di depan pintu sebuah rumah sederhana.

"Waalaikumsalam. Oh Dik Amy, mari masuk!"

Amy menyalami wanita berkerudung panjang tersebut, lalu mengikutinya masuk rumah. Perkenalan Amy dengan Fulsun terjadi di sebuah majelis taklim, dan silaturahmi mereka terus terjalin hingga hari ini.

"Mari duduk, Dik Amy," ujar Fulsun mempersilahkan.

Amy menurut, dia duduk di sofa sederhana yang ada di ruang tamu rumah, setelah beberapa menit berbasa-basi, Amy akhirnya mengutarakan niat kedatangannya ke rumah itu.

"Jadi begini Umi, Amy kan sudah lama menikah, dan belum dikaruniai anak. Kedatangan Amy sekarang, selain silaturahmi juga ingin minta tolong Umi. Mana tahu dengan perantara Umi, Tuhan titipkan seorang hamba di rahim Amy."

"Aamiin, Allahumma aamiin. Kita manusia hanya berusaha, soal hasil berserahlah kepada Tuhan pemilik kehidupan," ujar Fulsun mengingatkan.

Singkat cerita Fulsun memulai proses ruqyah. Pertama wanita berjilbab panjang itu meminta Amy untuk berwudhu, lalu setelah itu Amy duduk bersimpuh menghadap kiblat, dan Fulsun mulai membacakan ayat-ayat ruqyah.

Di dalam hati, Amy terus berdzikir, memohon kepada sang maha pencipta, supaya dirinya dipercaya untuk mengandung seorang hamba Allah.

Amy juga memohon ampun, atas segala dosa dan kesalahan yang entah sengaja atau tidak dan telah dilakukannya. Bisa jadi kesalahan masa lalu menjadi musabab Allah ragu, untuk menitipkan seorang hamba-Nya menjadi keturunan Amy.

Selama Fulsun membacakan ayat-ayat ruqyah, tidak ada reaksi apapun yang terjadi pada diri Amy.

"Apa yang kamu rasakan selama proses ruqyah tadi?" tanya Fulsun, sesaat setelah proses ruqyah selesai dilakukannya.

"Saya merasakan ketenangan," jawab Amy.

"Tidak ada hawa panas, gelisah, ataupun sakwasangka?" tanya Fulsun lagi.

Amy menggeleng.

"Melihat kondisimu, dan sesuai dengan apa yang kamu rasa. Insya Allah, sepertinya tidak ada gangguan apapun pada diri kamu, Dek." ujar Fulsun.

Amy mengangguk lega, setidaknya apa yang selama ini dicurigai teman-teman pengajian, kalau dirinya diganggu makhluk gaib terbantahkan sudah.

"Terima kasih Umi, sekarang saya merasa lega," ucapnya.

"Sama-sama Dek Amy, teruslah berdoa dan berusaha. Terkadang belum terkabulnya doa bukan karena tidak didengar. Mungkin saja Allah ingin menguji kesabaran, dan keikhlasan kita sebagai hamba-Nya," papar Fulsun panjang lebar.

"Alhamdulillah," ucap Amy lega. "Kalau begitu, saya mohon pamit, Umi."

Fulsun tersenyum dan mengangguk.

Dalam perjalanan pulang Amy benar-benar merasa lega, harapannya kembali bergelora. Diam-diam dia meraba perutnya sendiri, berharap setelah ini ada janin yang tumbuh di situ.

"Ya Allah ... Percayakan hamba untuk menjadi seorang ibu, hamba berjanji akan menjaga dan mendidiknya dengan cara terbaik," doa Amy dalam diam.

"Amy, kamu dari mana?" tanya perempuan yang berdiri di teras rumah, dan menatap Amy dengan tatapan tajam.

"Ah ... mau apa lagi dia?" Amy membatin, sambil menundukkan pandangan. Tidak berani menantang tatapan wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status