Share

10

Enam bulan berlalu, dan Yusuf mulai mahir berbicara bahasa Inggris. Hal itu terbukti ketika ada bule datang ke kebun wisata Pak Jajang atau minta diantar ke curug di sekitar kaki Gunung Salak. Yusuf tak canggung menemaninya. Berbekal keahlian barunya itu, Yusuf kini jadi seorang pemandu wisata yang kesohor di kawasan Taman Nasional Kaki Gunung Salak.

Decak kagum sering kali Yusuf dapatkan dari orang-orang kampung terkait perubahannya yang signifikan. Yusuf yang sekarang tidak lagi menunduk saat berpapasan dengan orang di jalan, tidak juga cengengesan saat sedang diajak ngobrol. Yusuf selalu menampakkan sikap percaya diri dan pembawaan yang tenang. Yusuf kini bahkan sudah tidak gagap berkat terapi yang ia dapatkan di tempat kursus publik speaking.

Yusuf yang semula cuek dengan penampilannya, kini lebih pandai merawat diri. Kesan lusuh, dekil dan bau tak lagi melekat. Yusuf sudah mampu membeli jaket, celana olahraga, kemeja, sandal gunung dan segala perlengkapan yang menunjang pekerjaannya sebagai pemandu wisata. Salah satunya, ponsel pintar.

Seperti menemukan hobi baru, Yusuf sangat senang memotret pemandangan indah dan membagikannya di media sosial. Hamparan kebun teh bak permadani hijau, lukisan jingga di langit senja, indahnya air terjun, kegagahan Gunung Salak, apapun itu -yang memikat pandangan Yusuf- tak pernah luput dari jepretannya.

Yusuf tahu, ada sepasang mata yang menyorotinya entah dengan perasaan kesal atau perasaan lain. Terlebih melihat hubungannya dengan Pak Jajang yang semakin hari semakin kompak. Sepasang mata indah itu, adalah milik Lilis, gadis yang diam-diam masih menciptakan debaran di dada Yusuf.

Lilis sendiri, masih terus digelayuti perasaan tidak enak sebab pernah mengata-ngatai Yusuf dengan sangat kasar. Sudah enam bulan berlalu. Ia akhirnya sadar, ia telah keterlaluan. Waktu itu ia risih dan semakin berang ketika salah seorang temannya membuat lelucon tentang Yusuf.

Melihat sikap Yusuf yang berubah, tak lagi pernah mencuri-curi pandang padanya, dan hanya fokus bekerja sama dengan bapaknya, Lilis jadi penasaran dibuatnya.

Pembahasan bapaknya setiap malam tentang kemajuan dan semangat Yusuf belajar, sedikit banyak kerap mengusik hati Lilis. Bapaknya itu jadi semakin sering memuji Yusuf. Katanya, Yusuf mantu idaman bapaknya dan sangat berharap bisa berjodoh dengan Lilis. Dan kalimat bapaknya itu seperti sengaja diucapkan keras-keras untuk didengar oleh Lilis yang tengah rebahan di dalam kamar.

Lilis tak dapat menyangkal, ialah kini yang kerap mencuri pandang, mencari sosok Yusuf di sekitar rumahnya.

Perasaan bersalah karena telah pernah melukai hati Yusuf, terus menghantui dirinya yang tak jua berani meminta maaf. Meskipun Yusuf selalu ada di dekatnya, ia tak mau menyapa walau hanya sekedar basa-basi. Baginya, seperti ada tembok penghalang yang tinggi lagi kokoh yang berasal dari makiannya kepada pemuda kala itu.

Lilis, ia tak tahu bahwa roda hatinya akan berputar. Ia yang dulu teramat risih melihat Yusuf kini malah menanti-nanti kehadiran pemuda yang ia panggil ‘belewuk’ itu. Yusuf dari hari ke hari nampak mirip seperti bapaknya, pintar, bisa diandalkan dan… menarik.

Menurut pandangan Lilis, keadaan Yusuf sekarang sungguh kontras dengan dirinya yang tidak pandai dalam hal apa pun. Enam bulan menanti, belum juga ada kabar maupun panggilan dari manajer artis yang dulu sempat menunjukkan ketertarikan pada Lilis. Rasa bosan dan jengah tak dapat ia hindari. Dan di saat seperti itu, melihat Yusuf menjadi satu-satunya hiburan bagi Lilis yang kian didera rasa putus asa akan mimpinya.

“Inikah pemuda gagap, dekil dan miskin itu?” batin Lilis saat mengintip Yusuf di balik kaca jendela kamarnya.

Tubuh Lilis berdesir saat mendengar suara Yusuf datang, menyapa orang-orang atau menjelaskan berbagai macam tanaman dan buah di kebun wisata milik bapaknya kepada para wisatawan. Suara laki-laki itu semakin ngebass dan berat. Tubuhnya juga dengan cepat berubah tegap dan berbidang lebar.

Semakin hari semakin sulit Lilis menepis pikirannya tentang Yusuf. Hatinya terusik oleh getaran-getaran yang membuatnya terkadang sampai malas makan.

Perasaan was-was dan tak suka menghampiri Lilis saat melihat para gadis desa mulai banyak yang mampir ke kebun. Ada yang minta diajari bahasa Inggris, ada juga yang bar-bar minta difoto di antara bunga-bunga dan… ujung-ujungnya malah minta foto bersama.

Lilis merutuki dirinya yang semakin terbiasa dengan kehadiran Yusuf, dan jadi kehilangan saat lelaki itu pamit pulang.

Gadis itu takut,

ia malah akan jatuh hati dan termakan oleh karmanya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status