Share

9

Si gagap, dekil, miskin. Yusuf latah, ia langsung mencium aroma tubuhnya saat mendengar Lilis menyebutnya belewuk. Bagi Yusuf, belewuk adalah sebutan yang berlebihan dan menghina. Bukankah ‘belewuk’ adalah julukan untuk sesuatu yang kotor, jijik dan bau. Mendengarnya bahu Yusuf terkulai lemas.

Sebegitu bencikah ia padaku? Ini di depan umum. Tak bisakah ia sedikit menjaga harga diriku. Biar begini, aku juga lelaki, batin Yusuf menjerit.

Ia bahkan belum mengungkapkan sendiri perasaannya terhadap Lilis. Namun, sore itu semua kata-kata Lilis tentangnya, ia garis bawahi.

Sementara, Lilis juga terhenyak oleh ucapannya sendiri. Ia tak menyangka laki-laki itu ada di belakangnya setelah temannya memberi tahu dengan tatapan resah.

Lilis memang tidak suka pada Yusuf, terlebih ketika ia sering mendapati Yusuf mencuri-curi pandang padanya yang membuat Lilis merasa risih. Lalu, karena gelagat Yusuf yang amat kentara, maka Lilis sering dibercanda-i oleh teman-temannya itu, sehingga bertambahlah rasa benci di hati Lilis. Belum lagi bapaknya, yang sering membanding-bandingkan ia dengan lelaki yang dianggapnya tak lebih baik darinya. Namun di atas semua itu, Lilis tak menyangka kalau ia akan mengeluarkan perkataan buruk yang didengar langsung oleh Yusuf.

Sesaat kemudian Lilis merasa bersalah, namun watak angkuhnya menahan ia untuk segera meminta maaf. Lilis malah menampakkan wajah kesal ketika Yusuf memintanya pulang.

Hari itu, perasaan Yusuf campur aduk. Keceriaan di wajahnya seakan hilang entah kemana. Selama ini dia menikmati bekerja di kebun Pak Jajang karena Lilis meskipun sebenarnya, ia tidak pernah berharap memiliki Lilis. Yusuf pun sadar betul akan keadaan dirinya. Ia merasa cukup dengan hanya memiliki Lilis sebatas mimpi dan hayalan. Tetapi mendengar perkataan Lilis tadi, dada Yusuf terasa sesak.

Ia belum tahu, ternyata Lilis menilai dirinya sebagai orang rendahan yang tak pantas dipandang.

Sementara Lilis terus diserang perasaan gugup dan tidak enak kerena sepanjang perjalanan menuju pulang, Yusuf hanya diam. Sikap Yusuf kini berubah jadi datar.

Ego kelelakiannya baru saja diusik, dan Yusuf tersinggung.

Menjelang Maghrib, surya menggelanting di tepi barat langit Desa Cihejo. Warna jingga berpendar di awan bersanding dengan gagahnya Gunung Salak. Sebagian sinarnya menembus ranting pepohonan di kanan dan kiri jalan setapak, jalan menuju rumah Yusuf.

Gontai Yusuf melangkah bagai diserang penyakit kurang darah. Di telinganya terus berdenging kata-kata Lilis tentangnya sewaktu di lokasi syuting. Gagap, dekil, miskin, belewuk, sebutan itu seakan menegaskan siapa dirinya, yaitu laki-laki kurang beruntung yang kerap dipandang sebelah mata oleh orang-orang.

“Yah, memang aku yang bodoh, berani-beraninya suka sama Lilis, gadis cantik si kembang desa,” batin Yusuf mengutuk dirinya sendiri.

Lalu selepas itu gamanglah hati Yusuf. Ia tak tahu bagaimana caranya melewati hari-hari, sebab satu-satunya sumber energi hingga ia semangat bekerja di kebun Pak Jajang adalah Lilis. Kenyataanya, gadis itu baru saja mematahkan pohon asmara di hati Yusuf yang sudah tumbuh tiga tahun lamanya.

Adzan Maghrib berkumandang. Bukannya berbelok ke masjid, Yusuf mengekspresikan kekecewaannya dengan berlari menuju sungai. Ia berenang, menyelam lalu memukul-mukul air sembari terus berteriak seorang diri, seolah ia ingin membagi kesedihannya pada langit malam.

Yusuf berenang ke arah jatuhnya air Curug Bidadari, salah satu curug terindah yang dialiri sungai itu. Disebut bidadari karena di air terjun itu pernah muncul pelangi, dan oleh warga setempat pelangi dipercaya sebagai jembatan para bidadari yang akan mandi di air terjun.

Bagi Yusuf, bidadari itu adalah Lilis. Maka, Yusuf sering membayangkan Lilis muncul dari sana menyibak tirai air seraya memanggilnya. Lalu ia dan gadis itu main basah-basahan.

Cpyash! Cpyash!

Cipratan air menampar wajah Yusuf hingga ia terkesiap. Lalu gemuruh suara air yang jatuh seolah berteriak padanya, “Sadar, Yusuf! Hey! Sadar! Gadis itu tak ada disini dan tak akan pernah bersamamu disini!”

Ngiiiik….Ngiiiik….Ngiiik….

Kini suara tonggeret amat nyaring menertawainya.

“Haaaaaa huwaaaaaaa!”

Yusuf berteriak sekencang-kencangnya.

Malam itu ia berjanji tidak akan memikirkan Lilis lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status