Share

6. Kecurigaan Hans

Author: Cathalea
last update Last Updated: 2022-02-27 16:57:41

Hans tergugu mendengar pertanyaan Shenka. Ia tidak menyangka jika gadis itu juga memiliki hobi yang sama dengannya. Tidak hanya itu, gadis itu bahkan hapal dengan jalan cerita novel yang ia baca. Mendadak Hans merasa ada gumpalan pasir di tenggorokannya. ia tercekat, kesulitan untuk langsung menjawab.

"Oh, tidak ada yang spesifik. Hanya saja terkadang dalam beberapa dialog dan kejadian, aku merasa relate dengan perasaan tokohnya," jawab Hans berdalih.

Ia menghembuskan napas lega diam-diam saat Shenka kembali melemparkan pandangannya ke lantai dansa.

Setelah cukup lama terdiam, Shenka kembali memutar tubuhnya menghadap Hans. Ia menghabiskan minumannya, lalu melirik penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Sudah sangat larut, aku pulang dulu," pamit Shenka seraya berdiri dari kursinya.

"Tunggu," cegat Hans, tanpa sadar mencekal pergelangan tangan Shenka. Gadis itu mengernyit, melayangkan tatapan protes lewat sudut matanya.

"Ma-maaf," cicit Hans seraya melepaskan tangan Shenka. "Aku hanya ingin menawarkan bantuan. Izinkan aku mengantarmu pulang," lanjutnya.

"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," jawab Shenka seraya berlalu dari hadapan Hans.

Namun, lelaki itu tidak mau menyerah. Dengan kaki panjangnya ia menyusul langkah Shenka dengan cepat.

"Sudah sangat larut, Shenka. Bahaya jika gadis cantik sepertimu jalan sendiri. Biarkan aku mengantarmu," tawar Hans lagi.

"Aku tidak suka dipaksa, Hans. Jangan buat aku menyesali keputusan untuk berteman denganmu," kecam Shenka.

Hans pun mengalah. Dengan berat hati ia membiarkan Shenka meninggalkan kelab sendiri.

Shenka terus berjalan meninggalkan kelab, sesekali menoleh ke jalan raya berharap taxi pesanannya datang, lalu menoleh lagi penunjuk waktu di pergelangan tangannya, ia mendesah samar. 'Sudah pukul dua dini hari, apa taxi sudah tidak beroperasi lagi?' tanyanya dalam hati.

Shenka berdiri gelisah, sementara itu Hans terus mengamatinya dari teras kelab. Tak lama kemudian, Hans melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam mengkilat berhenti tepat di depan Shenka berdiri. Dua orang pria berbadan besar turun dari mobil itu. Mereka terlihat beradu mulut beberapa saat, tetapi sesaat kemudian Hans melihat Shenka masuk ke mobil yang langsung melaju kencang membelah jalanan ibu kota.

Kening Hans mengernyit seketika. 'Siapa pria-pria itu? Mengapa Shenka menurut saja dibawa mereka?' tanya Hans di dalam hati.

Tidak tenang dengan pemandangan yang dilihatnya, Hans pun menemui Mila yang malam itu bertugas sebagai bartender.

"Teman kamu itu, seberapa baik kamu mengenalnya?" tanya Hans penasaran.

"Maksud Bapak ... Shenka?" Mila balik bertanya.

"Siapa lagi?" jawab Hans ketus.

"Dua tahun tinggal di bawah atap yang sama, saya rasa lumayan kenal baiklah, Pak. Sampai-sampai saya hapal dengan kebiasaan buruknya," jawab Mila.

"Tetapi kamu tidak tahu pasti apa perkerjaannya, 'kan?" sindir Hans.

"Nah, untuk yang satu itu saya akui, Pak. Shenka tidak pernah mau mengaku perkerjaan pastinya apa. Tetapi saya sering mendapatinya mengetik semalaman. Saat ditanya dia cuma jawab pendek, "Lagi kejar deadline, Mil." Itu doang," jelas Mila.

"Dia bukan wanita malam, 'kan?" tanya Hans sangsi.

"Wanita malam? Hohoho ... Dengan lantang saya katakan, sudah pasti tidak, Pak. Seumur hidupnya Shenka itu baru satu kali menjalin hubungan dengan pria, itu pun dijodohkan orang tuanya. Hanya saja hubungan mereka tidak berlanjut karena cowoknya meninggal," papar Mila lagi.

Hans mengangguk-angguk, dia juga sudah mendengar kisah cinta Shenka itu dari orangnya langsung.

"Maaf, Pak. Sebenarnya ada apa, sih? Kenapa Bapak bertanya seperti itu? Sampai-sampai curiga kalau Shenka itu wanita malam?" tanya Mila bingung.

Tidak biasanya bossnya itu banyak tanya tentang kehidupan pribadi seseorang, bahkan kehidupan pribadi karyawannya saja ia tidak pernah mau tahu.

"Tadi saya menawarkan diri untuk mengantarnya pulang karena sudah larut, tetapi dia menolak. Lalu saat di jalan, saya melihat dia naik ke mobil yang baru saja berhenti di depannya," gumam Hans pelan.

Tangan Mila yang sedang mengeringkan gelas terhenti. Dia terlihat berpikir mendengar kata-kata Hans.

"Apakah mobil itu berupa sedan berwarna hitam metalik?" tanya Mila.

"Benar. Kamu mengenal orangnya?" tanya Hans lagi.

Mila meletakkan gelas-gelas yang sudah dikeringkan, lalu merapatkan tubuh ke arah Hans.

"Maaf, Pak. Sebenarnya hal itu juga menjadi pertanyaan saya selama ini. Saya juga pernah melihat Shenka turun dari mobil itu, cukup sering malah. Tetapii saat ditanya dia bilang cuma menumpang. Aneh, kan?" jawab Mila sambil berbisik.

Hans termenung. Ada hal yang mengganjal di pikirannya mendengar kata-kata Mila.

'Wanita muda, cantik, tanpa perkerjaan yang jelas, tetapi memiliki beberapa item branded di dirinya. Beberapa kali bertemu langsung dengan Shenka, Hans bisa melihat dengan jelas merek-merek benda yang melekat di tubuh wanita itu. Hampir semuanya, merupakan benda dengan mereka ternama.

'Hmm ... siapa kamu sebenarnya, Shenka?' batin Hans.

Tidak puas dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung terjawab, Hans pun bergegas ke tempat parkir. Tanpa membuang waktu lagi, ia menyalakan kuda besi miliknya itu, lalu memacunya menuju rumah kost Mila, tempat yang ia ketahui sebagai rumah Shenka juga.

Tidak membutuhkan waktu lama, Hans sampai di depan rumah berpagar usang itu. Ia mematikan mobil, lalu bergegas turun. Ia benar-benar tidak memedulikan lagi apa yang ada dalam pikiran orang lain jika melihat tingkahnya saat itu.

'Membunyikan bel rumah orang pada pukul setengah tiga dini hari? Kamu pasti sudah kehilangan akal, Hans,' makinya di dalam hati.

Ting ... tong ... ting ... tong.

Bunyi bel menggema di dalam rumah. Hans menunggu beberapa saat, tetapi tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam rumah itu.

'Apakah dia belum pulang? Pergi kemana dia selarut ini?' pikir Hans risau.

Kecurigaannya pada Shenka semakin menjadi. Ia pun menekan bel itu untuk yang ke dua kalinya. Begitu terus hingga pada upayanya yang ke empat, barulah ia mendapatkan respon dari dalam.

Lampu ruang tamu menyala, disusul dengan suara langkah kaki yang diseret mendekati pintu.

"Siapa itu?" tanyanya dengan suara parau, sambil mengintip dari lubang pintu. Pupilnya membesar saat mengenali sosok yang berdiri di depan pintu rumahnya itu.

"Hans?! Apakah itu kamu?" tanyanya kaget, seraya membuka pintu yang terhalang oleh rantai grendel. Lewat celah berukuran sepuluh senti itu mereka bisa melihat wajah satu sama lain dengan cukup jelas.

"Ya. Ini aku," jawab Hans.

"Apakah kamu sudah tidak waras? Bagaimana bisa kamu membunyikan bel rumah perawan pada jam segini?" sergah Shenka emosi.

"Aku penasaran akan sesuatu. Aku tidak bisa tidur sebelum mendapatkan jawabannya," jelas Hans.

"Tidak bisa menunggu besok? Kau mengganggu tidurku! Aku mengantuk sekali, Hans. Belum satu jam, tapi kau sudah mengusikku!" protes Shenka.

"Maaf. Aku hanya ingin bertanya, setelah dapat jawabannya aku akan segera pergi," jawab Hans tidak mau kalah.

"Ya, udah. Buruan tanya, aku mau tidur lagi nih," titah Shenka sambil terus menguap.

"Tadi kamu pulang dengan siapa?" tanya Hans tanpa basa-basi.

"Dengan supir taxi. Tadi aku kan sudah bilang sama kamu, kalau aku mau pulang pakai taxi," jawab Shenka.

"Tidak perlu berbohong kamu. Aku melihat sendiri dengan kedua mataku, kamu naik ke mobil sedan berwarna hitam metalik. Siapa mereka? Pacar kamu?" tanya Hans posesif.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat Tuan Muda Adalrich   23. Kejutan untuk Hans

    Fajar baru saja menyingsing di ufuk timur, tetapi Hans sudah tampak gagah dalam balutan setelan kemeja dan denim mahal berwarna hitam. Wajahnya yang tampan telah dicukur rapi, menyisakan bayangan kebiruan di bagian dagu dan rahang yang membuat ketampanannya bertambah dua kali lipat.Ia menyisir rapi rambut bergelombangnya yang dipangkas pendek, tak lupa membubuhkan sedikit pomade agar tatanan rambutnya tetap rapi dan berkilau meski beraktivitas seharian.Hans membuka laci kaca yang berisi puluhan jam tangan dari brand-brand ternama. Ia mengambil satu jam tangan merek R bertali hitam. Usai menyemprotkan parfum mahal ke kedua sisi leher dan bagian dalam pergelangan tangannya, Hans pun tersenyum."Perfect! Today is yours, Hans. Bersenang-senanglah."Cahaya matahari telah merambat di sela-sela gorden, Hans meraih kunci lalu bergegas menuju mobilnya yang terparkir di basement. Sejak semalam ia bertekad akan mengunjungi kediaman keluarga Zeny jika Shenka tidak juga meneleponnya.Dan sekaran

  • Belenggu Hasrat Tuan Muda Adalrich   22. Hasrat Terpendam

    Adrian jelas bukan pria kemarin sore. Separuh usianya mungkin sudah dihabiskan untuk bercinta. Dia adalah pria dewasa yang sudah sangat berpengalaman dalam banyak hal, termasuk dalam hubungan intim antara pria dan wanita. Baginya mencumbu wanita selain sang istri adalah hobi yang telah ia tinggalkan sejak menikahi Bianca. Namun, ciuman Shelomita mampu membuat tubuhnya bergetar hingga ke tulang. "She-shelo ... jangan begini, ingat aku adalah suami ibumu," ucap Adrian seraya mendorong pelan tubuh Shelomita. Ia masih mencoba mempertahankan kewarasannya meskipun sempat terlena oleh permainan lidah sang anak tiri.Shelomita melepaskan tautan bibirnya, tetapi kedua tangannya masih melingkar di leher Adrian."Aku tahu ... kau adalah suami ibuku. Itu sebabnya aku ingin kau menceraikannya karena dia tidak layak mendapatkan pria hebat sepertimu. Ibuku bukan wanita yang setia, Adrian. Aku yakin kau pasti sudah tahu apa yang dilakukannya dengan sahabat baikmu itu." Dengan tatapan penuh percaya d

  • Belenggu Hasrat Tuan Muda Adalrich   21. Harapan Terselubung

    Meski luar biasa galau dengan perasaannya, tetapi Shelomita berhasil menepati janjinya membawa Shenka pulang dengan selamat ke kediaman keluarga Zeny."Shenka cucuku, akhirnya kamu pulang juga, Sayang. Kamu tega meninggalkan Kakek tanpa kabar. Kamu tidak sayang Kakek lagi? Mau Kakek cepat mati?" Adhiwan menyongsong kedatangan Shenka dengan pelukan hangat dari atas kursi rodanya."Maafkan aku, Kek. Tentu saja aku sangat menyayangi Kakek, tapi saat itu aku benar-benar ingin sendiri, Kek. Aku ingin hidup tenang dan bebas, bukan dipenjara oleh berbagai macam aturan."Shenka membalas pelukan Adhiwan dengan erat, tak lupa melabuhkan kecupan sayang di kedua pipi sang Kakek."Kakek 'kan sudah bilang. Kalau kamu tidak betah di rumah ini, tinggallah bersama Kakek. Rumah nenekmu tidak ada yang menghuni, kita bisa tinggal di sana berdua."Shenka menggeleng. "Rumah nenek terlalu jauh dari kota, Kek. Sementara kesehatan Kakek sudah tak seperti dulu lagi. Sewaktu-waktu kondisi Kakek bisa drop, dan p

  • Belenggu Hasrat Tuan Muda Adalrich   20. Permintaan Shelomita

    "She-shelo ...," ucap Shenka terbata. Ia masih sulit mempercayai pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Apakah semua ini nyata atau bagian dari rencana busuk ibu tirinya?*Flashback dua jam yang lalu*Shelomita baru saja kembali dari pabrik setelah melakukan sejumlah pemeriksaan bersama tim terkait. Ia sudah mengantongi beberapa masalah yang akan didiskusikan dengan para eksekutif di kantor nanti. Langkah kakinya kian lebar saat melihat mobil Adrian memasuki halaman parkir. Ia tidak ingin ayah tirinya itu mendapati meja kerjanya kosong meskipun dirinya sedang mengerjakan pekerjaan lain.Demi menghindari pertemuan dengan Adrian, Shelomita sengaja tidak menaiki lift, memilih melewati tangga darurat untuk kembali ke ruangannya yang berada di lantai lima."Nona Shelomita?"Sebuah suara bariton yang sangat berwibawa berhasil menghentikan langkah Shelomita yang baru saja keluar dari pintu tangga darurat. Ia menoleh ke sumber suara, mendapati seorang pria berparas sangat tampan muncul d

  • Belenggu Hasrat Tuan Muda Adalrich   19. Meregang Nyawa

    Di sebuah rumah besar di pinggir kota, Shenka duduk sendiri di ruangan yang nyaris gelap gulita. Hanya ada sedikit cahaya yang berasal dari lampu pijar lima Watt yang tergantung di langit-langit kamar. Tangan dan kakinya terikat, sementara mulutnya ditutup lakban hitam. Ia sudah berada di dalam posisi itu selama berjam-jam tanpa tahu apa-apa. Hanya satu yang Shenka tahu bahwa dirinya sedang diculik. Namun, sejak tadi ia tak melihat satu pun wajah pelaku. Dari posturnya saja Shenka tahu pelakunya adalah pria berjumlah empat orang, berbadan tegap, dan mereka beraksi tanpa suara. Hal itu membuat Shenka semakin yakin kalau penculikannya sudah direncanakan dengan sangat matang.Shenka tidak tahu sekarang pukul berapa. Namun, dari lamanya waktu yang sudah berlalu, ia bisa menebak saat itu sudah malam. Ditambah lagi dengan lambungnya yang terasa perih, ia pun semakin yakin kalau hari sudah malam. Tenggorokannya juga terasa kering karena sudah berjam-jam dirinya tidak minum."Hmmmph ... hmmm

  • Belenggu Hasrat Tuan Muda Adalrich   18. Konspirasi Besar

    Adrian tidak percaya dengan perkataan pelayannya itu, tetapi mana mungkin juga pelayannya berani berbohong. Akan tetapi, kalau memang orang itu adalah Tuan Muda Adalrich, ada urusan apa dia ke sini? Selama berpuluh-puluh tahun belum pernah kejadian aksi saling mengunjungi di antara keluarga Zeny dan Adalrich karena permusuhan keluarga mereka yang telah berlangsung selama dua generasi. Tak ingin menanggung rasa penasaran lebih lama, Adrian pun bergegas keluar dari ruang kerjanya. Lelaki paruh baya yang masih terlihat muda itu langsung menuju ruang tamu di mana Hans menunggu."Ternyata benar yang orang-orang katakan. Tuan Muda Adalrich ternyata lebih tampan jika dilihat secara langsung." Adrian langsung menyapa Hans dengan cirinya yang khas saat melihat pria tampan itu sedang mematut lukisan besar yang terpajang di dinding rumahnya.Beberapa detik Hans terkesiap, tetapi ia segera mengendalikan diri karena sadar saat ini sedang berhadapan dengan Adrian Zeny, ayah Shenka, wanita yang ia c

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status