Hans generasi ke tiga penerus keluarga kaya raya Adalrich. Dia nyaris sempurna tanpa cela. Wajah tampan dengan postur tubuh bak model. Namun, tak seorang pun tahu jika dirinya mengidap gangguan disfungsi seksual. Untuk menyembunyikan aib dirinya, Hans bersikap dingin dan angkuh terhadap wanita. Hingga suatu saat Hans bertemu dengan Sashenka, gadis muda putri tunggal pesaing bisnis keluarganya. Untuk pertama kalinya hasrat kelelakian Hans menggeliat. Di tengah permusuhan keluarga mereka, mampukah Hans memperjuangkan cintanya pada Sashenka?
View MoreDi ruang VIP sebuah kelab malam.
"Apakah Anda yang bernama Hans?"
Seorang gadis muda tiba-tiba masuk, berdiri di depan Hans, lalu bertanya dengan nada menantang. Wajahnya cantik, hidung bangir, bibir mungil berwarna merah muda. Kulitnya yang putih tampak bercahaya di bawah pantulan lampu yang berwarna keemasan.
Hans yang sedang mengisi gelas minumannya merasa terusik, refleks menoleh ke sumber suara yang menyebut namanya.
"Ya, memangnya kenapa?" tanya Hans dingin.
Menatap tajam pada gadis itu, tanpa memedulikan tatapan kagum para pria lainnya yang sedang duduk bersamanya.
"Bagus, berarti aku tidak salah orang," jawab gadis itu ketus.
Tangannya mengepal, lalu dalam kecepatan kilat pukulannya melayang ke wajah Hans. Hans tersandar tidak siap mendapat serangan yang begitu tiba-tiba.
Semua orang berseru kaget melihat seorang Hans yang terkenal dingin dan kejam pada wanita di pukul dengan mudahnya di tempat umum. Yang lebih mengagetkan lagi pelakunya adalah seorang gadis yang masih sangat muda.
"Apa yang kau lakukan?!" sergah Hans dengan amarah tertahan.
Ia berdiri, memposisikan diri tepat di depan gadis itu. Membuat kesenjangan tinggi tubuh mereka terlihat begitu jelas. Gadis itu mendongak, membalas tatapan Hans dengan sepasang bola mata yang menyala-nyala.
"Kau telah menyakiti sahabatku, itu adalah balasan karena kau telah mempermainkan hatinya," jelas gadis itu tanpa rasa takut.
"Siapa nama sahabatmu itu? Bawa ke sini biar aku kasih pelajaran karena telah berani memfitnahku," kecam Hans.
"Tidak perlu. Semuanya sudah jelas, kau adalah orang yang telah berkhianat dan membuatnya menangis. Sekarang kau berurusan denganku," sergahnya, kembali melayangkan pukulan ke pipi Hans.
Namun, kali ini Hans sudah memprediksi serangan itu. Tangannya bergerak cepat, menangkap tangan gadis itu lalu menahannya dengan kuat.
"Lepaskan tanganku!" teriaknya.
"Tidak semudah itu, Nona. Tanganmu sudah lancang memukulku, berarti kau harus siap menerima hukuman," ancam Hans dengan seringai kemenangan di bibirnya.
"Kau ingin balas memukulku? Silakan saja, aku tidak takut!" tantangnya sambil terus meronta, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Hans.
"Begitukah? Kalau begitu terimalah ini."
Hans melayangkan tangannya yang satu lagi, membuat gadis itu spontan menutup mata karena takut.
Namun, bukan pukulan yang ia terima, melainkan sebuah lumatan kasar di bibirnya.
"Hmmmp ... hmmmph," gadis itu berusaha menyuarakan protes, tetapi percuma karena Hans bagaikan singa yang lapar terus melumat bibir mungil itu dengan buas.
"Apa yang kau lakukan?!" protes gadis itu, terengah-engah begitu Hans melepaskan bibirnya.
"Berhentilah memakiku, Nona. Apa kau ingin merasakan hukuman berikutnya? Tetapi aku tidak janji jika rasanya akan tetap sama," ancam Hans, bersiap mendekatkan wajahnya kembali.
Gadis itu mendorong wajah Hans sekuat tenaga.
"Dasar pria mesum. Akan aku laporkan kau ka—mmmphhh,"
"Aduuuh, Shenka. Apa-apaan kamu?"
Tiba-tiba seorang gadis lainnya datang langsung menutup mulut gadis yang ia panggil dengan nama Shenka itu.
"Maaf, Pak. Maaaaf. Teman saya salah paham. Maafkan saya, maaf," pintanya sambil menundukkan kepala berkali-kali.
Tanpa memedulikan pandangan orang-orang yang sedang kebingungan, ia pun menyeret Shenka meninggalkan ruangan VIP itu.
"Apa-apaan sih, Mila? Kenapa kamu meminta maaf kepada bajingan itu?" protes Shenka setelah mulutnya bebas dari jari-jari Mila.
"Aduh, Shen. Kamu tuh salah orang."
"Salah orang gimana? Kamu bilang bajingan itu bernama Hans, pengunjung VIP di kelab ini."
"Memang benar, tetapi bukan pria yang tadi kamu pukuli. Ya, Tuhaaan. Habislah riwayatku," erang Mila dengan wajah pucat.
"Aku gak ngerti, deh. Salah orang gimana? Jelasin dong, Mil."
"Pria yang mempermainkanku namanya Hans Daromesh. Sementara pria tadi, namanya Hans Fernandes Adalrich, pria terkaya di kota iniii," jelas Mila.
"Pria tadi ... dari keluarga ... Adalrich?" tanya Shenka terbata.
"Ya, dia adalah generasi ketiga keluarga Adalrich yang terkenal dingin dan kejam pada perempuan. Kelab ini salah satu miliknya, dan kau berhasil membuatku jadi pengangguran."
Shenka terdiam. Bola matanya berputar, menandakan dirinya sedang berpikir keras.
"Sudahlah, tenang saja. Jika dia memecatmu, masih ada aku yang akan mengurusmu," katanya kemudian, lalu merangkul bahu Mila dengan cuek.
"Bagaimana kamu bisa mengurusku? Hidupmu sendiri tidak jelas," sungut Mila.
"Sudaaah, percaya deh sama aku. Kamu ga bakal jadi pengangguran kok. Sekarang ayo kita pulang, kamu harus tidur cepat malam ini biar besok semangat lagi," sambungnya.
***
Sementara itu di dalam kelab, Hans duduk dengan wajah tegang. Seumur hidupnya baru kali ini ia dipermalukan begitu oleh perempuan.
"Siapa gadis tadi?" tanyanya pada Rovan, manajer kelabnya itu.
"Saya tidak tahu namanya, Pak. Tetapi sering melihat dia datang menjemput karyawan kita yang bernama Mila."
"Jadi sahabatnya itu bernama Mila? Mulai besok pecat dia. Aku tidak butuh karyawan yang punya teman minim attitude seperti itu," perintah Hans dingin.
"Baik, Pak," sahut Rovan patuh.
Tanpa menunggu lagi, ia pun segera mengirim pesan singkat kepada Mila.
***"Kamu bilang aku tidak akan dipecat. Lalu apa ini?" protes Mila sambil memperlihatkan layar ponselnya pada Shenka.
Shenka yang sedang berganti pakaian langsung meraih ponsel dari tangan Mila, lalu membaca pesan itu dengan suara lantang.
"Kepada Saudari Mila yang terhormat. Sehubungan dengan insiden yang terjadi di ruangan VIP malam ini, dengan menyesal kami harus katakan Saudari dipecat. Mulai besok tidak usah datang lagi, sisa gaji Saudari akan kami kirimkan sesuai jadwal. Terimakasih."
"Gerak cepat juga mereka," gumam Shenka.
"Kamu sih, pake mukulin orang segala. Runyam gini deh jadinya," keluh Mila.
"Habis aku kesel liat kamu nangis terus beberapa malam ini. Kamu tahu sendiri aku paling benci dengan laki-laki yang suka mempermainkan perempuan," sahut Shenka membela diri.
"Iya, aku tahu. Tapi sekarang aku udah ga bisa kerja lagi. Trus kita mau makan apa?" tanya Mila putus asa.
"Udah, tenang. Kalo urusan makan sih gampang," sahut Shenka santai.
"Gampang-gampang kepalamu peyang. Kita berdua nganggur, Shen. Sadar ga sih?" tanya Mila dengan mata mendelik.
"Sadar, dong. Udah ga usah ngambek gitu. Nih, uang sewa untuk bulan ini. Cukup, kan?" kata Shenka sambil menyodorkan sejumlah uang.
"Kok kamu tiba-tiba ada uang. Dapat dari mana?" tanya Mila heran.
"Kerja, dong," jawab Shenka.
"Kerja apa?"
"Ada, deh. Rahasia."
"Jangan bilang kamu jadi sugar baby-nya oom-oom, ya?"
"Ish ... najis. Sorry, ya. Gini-gini aku gadis baik-baik. Ga minat jadi sugar baby," sanggah Shenka.
"Tapi ... kalau sugar baby-nya si Adalrich tadi sih ga papa, Shen. Dia kan kaya raya, ganteng lagi. Gimana rasa ciumannya? Hot, gak?" goda Mila.
"Apaan sih kamu? Aku lempar piring nih!" ancam Shenka, siap-siap mengambil piring yang tidak jauh dari jangkauannya.
"Ampun, bang jago!" teriak Mila, sambil lari ke kamar mandi.
***Pukul dua dinihari Hans sampai di apartemen mewah miliknya. Ia berdiri di depan kaca sambil menatap pantulan dirinya yang terlihat tampan tapi menyembunyikan guratan kesepian.
Siapa orang yang tidak mengenal Hans Fernandez Adalrich? Konglomerat generasi ke tiga yang memiliki perusahaan di berbagai bidang. Wajahnya tampan, tubuh proporsional bak model kelas dunia. Membuatnya menjadi incaran para wanita.
Namun, di balik gemerlap dirinya yang cemerlang, tak seorang pun tahu jika Hans memiliki aib yang sangat memalukan. Tidak jelas apa penyebabnya, tetapi di saat teman-teman remajanya tertarik secara seksual pada lawan jenis, tubuh Hans menunjukkan reaksi yang berbeda. Organ vitalnya tidak bereaksi terhadap tayangan ataupun sentuhan erotis. Hal itu meruntuhkan kepercayaan dirinya, tetapi demi harga diri yang tersisa Hans membentengi dirinya dengan sikap cuek dan dingin pada wanita.
Hembusan napas panjang mengiringi tatapan panjang Hans pada pantulan dirinya di dalam cermin.
Hans meraba bibirnya, lalu mengusap pelan permukaannya. Ciuman panas yang ia berikan pada gadis bernama Shenka itu kembali hadir membayangi.
Untuk pertama kalinya Hans merasakan gelenyar asing di tubuhnya."Mengapa bibir itu manis sekali?" tanya Hans.
Ia memejamkan mata, memutar kembali momen saat bibirnya melumat bibir merah muda itu. 'Kenyal, manis, dan menggairahkan,' bisiknya dalam hati.
"Aah ...!" seru Hans tertahan.
Bagian bawah tubuhnya tiba-tiba bereaksi. Hans mengalihkan pandangannya, menatap bagian bawah tubuhnya dengan takjub.
"Apa ini? Apakah aku terangsang?" tanyanya heran.
Hans membuka resleting celananya, menurunkan boxer, lalu mengamati miliknya yang mulai menggeliat.
"Bagaimana ini terjadi?! Apakah karena terbayang ciuman dengan gadis itu?" tanya Hans dengan wajah berbinar-binar.
Ini adalah pertama kalinya Hans merasakan hal itu sejak ia menyadari dirinya seorang pria dewasa.
Hans menaikkan celananya kembali, bergegas menuju kamar, lalu menyalakan video. Ia ingin memastikan kembali kondisi kejantanannya. Suara desahan erotis meluncur dari pengeras suara, tapi Hans tidak merasakan apa pun pada tubuhnya padahal dua sejoli di video itu tengah larut dalam gelombang gairah menuju puncak kenikmatan.
"Kenapa tidak terasa apa-apa?" tanya Hans heran.
Ia mengeluarkan miliknya yang ternyata telah tertidur kembali. Hans mendebas kasar dengan kecewa.
"Sampai kapan aku harus begini?" keluhnya dengan nada putus asa.
Sejujurnya Hans iri melihat teman-temannya bisa menikmati malam yang panas dengan teman kencan mereka. Namun, Hans terpaksa bersembunyi di balik sikapnya yang dingin dan kejam demi menjaga aibnya. Hans bahkan tidak segan merendahkan wanita yang dengan terang-terangan menggoda dirinya. Dalam hati terkadang Hans menyesalinya, tetapi ia terpaksa melakukan itu agar reputasi dirinya tetap terjaga.
"Haruskah aku mencoba lagi dengan gadis itu?" tanya Hans pada dirinya.
Hans meraih ponsel, lalu mengetik sebuah pesan.
"Batalkan pemecatan karyawan itu. Suruh dia menghadapku besok malam."
Fajar baru saja menyingsing di ufuk timur, tetapi Hans sudah tampak gagah dalam balutan setelan kemeja dan denim mahal berwarna hitam. Wajahnya yang tampan telah dicukur rapi, menyisakan bayangan kebiruan di bagian dagu dan rahang yang membuat ketampanannya bertambah dua kali lipat.Ia menyisir rapi rambut bergelombangnya yang dipangkas pendek, tak lupa membubuhkan sedikit pomade agar tatanan rambutnya tetap rapi dan berkilau meski beraktivitas seharian.Hans membuka laci kaca yang berisi puluhan jam tangan dari brand-brand ternama. Ia mengambil satu jam tangan merek R bertali hitam. Usai menyemprotkan parfum mahal ke kedua sisi leher dan bagian dalam pergelangan tangannya, Hans pun tersenyum."Perfect! Today is yours, Hans. Bersenang-senanglah."Cahaya matahari telah merambat di sela-sela gorden, Hans meraih kunci lalu bergegas menuju mobilnya yang terparkir di basement. Sejak semalam ia bertekad akan mengunjungi kediaman keluarga Zeny jika Shenka tidak juga meneleponnya.Dan sekaran
Adrian jelas bukan pria kemarin sore. Separuh usianya mungkin sudah dihabiskan untuk bercinta. Dia adalah pria dewasa yang sudah sangat berpengalaman dalam banyak hal, termasuk dalam hubungan intim antara pria dan wanita. Baginya mencumbu wanita selain sang istri adalah hobi yang telah ia tinggalkan sejak menikahi Bianca. Namun, ciuman Shelomita mampu membuat tubuhnya bergetar hingga ke tulang. "She-shelo ... jangan begini, ingat aku adalah suami ibumu," ucap Adrian seraya mendorong pelan tubuh Shelomita. Ia masih mencoba mempertahankan kewarasannya meskipun sempat terlena oleh permainan lidah sang anak tiri.Shelomita melepaskan tautan bibirnya, tetapi kedua tangannya masih melingkar di leher Adrian."Aku tahu ... kau adalah suami ibuku. Itu sebabnya aku ingin kau menceraikannya karena dia tidak layak mendapatkan pria hebat sepertimu. Ibuku bukan wanita yang setia, Adrian. Aku yakin kau pasti sudah tahu apa yang dilakukannya dengan sahabat baikmu itu." Dengan tatapan penuh percaya d
Meski luar biasa galau dengan perasaannya, tetapi Shelomita berhasil menepati janjinya membawa Shenka pulang dengan selamat ke kediaman keluarga Zeny."Shenka cucuku, akhirnya kamu pulang juga, Sayang. Kamu tega meninggalkan Kakek tanpa kabar. Kamu tidak sayang Kakek lagi? Mau Kakek cepat mati?" Adhiwan menyongsong kedatangan Shenka dengan pelukan hangat dari atas kursi rodanya."Maafkan aku, Kek. Tentu saja aku sangat menyayangi Kakek, tapi saat itu aku benar-benar ingin sendiri, Kek. Aku ingin hidup tenang dan bebas, bukan dipenjara oleh berbagai macam aturan."Shenka membalas pelukan Adhiwan dengan erat, tak lupa melabuhkan kecupan sayang di kedua pipi sang Kakek."Kakek 'kan sudah bilang. Kalau kamu tidak betah di rumah ini, tinggallah bersama Kakek. Rumah nenekmu tidak ada yang menghuni, kita bisa tinggal di sana berdua."Shenka menggeleng. "Rumah nenek terlalu jauh dari kota, Kek. Sementara kesehatan Kakek sudah tak seperti dulu lagi. Sewaktu-waktu kondisi Kakek bisa drop, dan p
"She-shelo ...," ucap Shenka terbata. Ia masih sulit mempercayai pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Apakah semua ini nyata atau bagian dari rencana busuk ibu tirinya?*Flashback dua jam yang lalu*Shelomita baru saja kembali dari pabrik setelah melakukan sejumlah pemeriksaan bersama tim terkait. Ia sudah mengantongi beberapa masalah yang akan didiskusikan dengan para eksekutif di kantor nanti. Langkah kakinya kian lebar saat melihat mobil Adrian memasuki halaman parkir. Ia tidak ingin ayah tirinya itu mendapati meja kerjanya kosong meskipun dirinya sedang mengerjakan pekerjaan lain.Demi menghindari pertemuan dengan Adrian, Shelomita sengaja tidak menaiki lift, memilih melewati tangga darurat untuk kembali ke ruangannya yang berada di lantai lima."Nona Shelomita?"Sebuah suara bariton yang sangat berwibawa berhasil menghentikan langkah Shelomita yang baru saja keluar dari pintu tangga darurat. Ia menoleh ke sumber suara, mendapati seorang pria berparas sangat tampan muncul d
Di sebuah rumah besar di pinggir kota, Shenka duduk sendiri di ruangan yang nyaris gelap gulita. Hanya ada sedikit cahaya yang berasal dari lampu pijar lima Watt yang tergantung di langit-langit kamar. Tangan dan kakinya terikat, sementara mulutnya ditutup lakban hitam. Ia sudah berada di dalam posisi itu selama berjam-jam tanpa tahu apa-apa. Hanya satu yang Shenka tahu bahwa dirinya sedang diculik. Namun, sejak tadi ia tak melihat satu pun wajah pelaku. Dari posturnya saja Shenka tahu pelakunya adalah pria berjumlah empat orang, berbadan tegap, dan mereka beraksi tanpa suara. Hal itu membuat Shenka semakin yakin kalau penculikannya sudah direncanakan dengan sangat matang.Shenka tidak tahu sekarang pukul berapa. Namun, dari lamanya waktu yang sudah berlalu, ia bisa menebak saat itu sudah malam. Ditambah lagi dengan lambungnya yang terasa perih, ia pun semakin yakin kalau hari sudah malam. Tenggorokannya juga terasa kering karena sudah berjam-jam dirinya tidak minum."Hmmmph ... hmmm
Adrian tidak percaya dengan perkataan pelayannya itu, tetapi mana mungkin juga pelayannya berani berbohong. Akan tetapi, kalau memang orang itu adalah Tuan Muda Adalrich, ada urusan apa dia ke sini? Selama berpuluh-puluh tahun belum pernah kejadian aksi saling mengunjungi di antara keluarga Zeny dan Adalrich karena permusuhan keluarga mereka yang telah berlangsung selama dua generasi. Tak ingin menanggung rasa penasaran lebih lama, Adrian pun bergegas keluar dari ruang kerjanya. Lelaki paruh baya yang masih terlihat muda itu langsung menuju ruang tamu di mana Hans menunggu."Ternyata benar yang orang-orang katakan. Tuan Muda Adalrich ternyata lebih tampan jika dilihat secara langsung." Adrian langsung menyapa Hans dengan cirinya yang khas saat melihat pria tampan itu sedang mematut lukisan besar yang terpajang di dinding rumahnya.Beberapa detik Hans terkesiap, tetapi ia segera mengendalikan diri karena sadar saat ini sedang berhadapan dengan Adrian Zeny, ayah Shenka, wanita yang ia c
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments