Share

Bab 6 Pertemuan Di Hotel

Marsha dengan hati gugup masuk ke dalam hotel. Dia mendatangi resepsionis dan memberikan kartu berwarna hitam.

Petugas resepsionis mengecek data Marsha, lalu meminta rekannya agar menghantarkan Marsha ke nomor kamar yang dituju.

Marsha berjalan dengan anggun. Dia melihat-melihat sekilas lalu berfokus ke depan.

"Ini kamarnya, silahkan masuk." Petugas hotel pergi setelah mengantarkan Marsha.

Marsha berjalan masuk kedalam ruangan itu, anehnya ruangan itu gelap, pandangan Marsha tidak jelas melihat.

Tetapi Marsha bisa melihat seorang pria tinggi sedang berdiri dekat jendela. Marsha sedikit ragu untuk menyapa.

"Kamu sudah datang," suara berat menyambar ke telinga Marsha.

"Sesuai janji, aku datang tepat waktu." Marsha berjalan mendekat.

"Jangan bergerak!"

Sontak Marsha terkejut, kakinya menjadi lemas dan tubuhnya kaku. Jika pria itu butuh seorang wanita, seharusnya dia menoleh dan melihat seperti apa wanita yang akan dinikahinya. Bukannya bersikap acuh.

"Bukankah seorang pria dan wanita berada di dalam hotel bersama akan melakukan sesuatu yang menarik," ucap Marsha manis

"Ckk. Itu jika kamu pantas," sautnya dingin.

Marsha benar-benar penasaran dengan pria itu, sedikit saja dia berbalik badan, mungkin Marsha bisa melihat wajahnya.

"Sekarang apa yang kita lakukan? Aku datang kesini bukan untuk bermain petak umpet," ucap Marsha mulai tidak sabar.

Pria itu tampaknya tersenyum sumengeriah, bayangannya terpantul lewat kaca.

Tepat di dalam ruangan itu selama lima menit berlalu, hanya ada kebisuan, suasana dingin sekali, bertambah hati Marsha resah.

Dalam menit selanjutnya pria itu beranjak ke duduk ke arah sofa, sedangkan Marsha masih berdiri.

Pria itu tidak mempersilahkan Marsha untuk duduk, hanya terus meminta Marsha untuk berdiri.

Marsha merasa kesal, benar bahwa dia datang untuk menawarkan diri, rapi perlakuan pria itu jelas membuat hatinya tersinggung.

"Sudah setengah jam aku berdiri, jika kamu tidak mengatakan apapun juga. Aku akan pergi sekarang," bersiap untuk keluar.

"Jangan terburu-buru, aku hanya melakukan tes kecil padamu, kamu sepertinya cocok, memiliki kesabaran yang kuat," lagi-lagi bicaranya dingin.

"Apakah aku sedang di tes? Kenapa tidak diranjang saja, bukankah itu akan lebih menarik," ucap Marsha.

"Kamu sungguh berani. Tapi bukan hanya sekedar di ranjang, aku ingin menawarkan kesepakatan padamu."

"Saya tahu, karena itu saya datang. Asalkan ada uang, aku bisa melakukan apapun. Bahkan bercinta seharian, aku juga kuat," terus memprovokasi pria itu.

"Menikah. Aku ingin menikah denganmu, jika menjadi istriku, kau akan mendapatkan keinginanmu."

"Apa semacam pernikahan kontrak?"

"Tidak. Pernikahan ini tidak memiliki kontrak, tapi ada syaratnya."

"Ah. Apa itu?"

"Dalam tiga bulan kau harus bisa mengandung, jika berhasil kau akan menerima imbalan yang setimpal, uang, rumah, mobil dan barang-barang mewah bisa kamu miliki, tapi jika kamu gagal mengandung, kamu akan diceraikan tanpa uang sepeserpun."

Pria itu tampak serius menegaskan persyaratannya.

Marsha cukup lama berpikir. " Aku bisa bercinta selama kamu mau, tapi hamil itu terlalu sulit bagiku. Bagaimana jika kamu pergi meninggalkanku dan tidak membayar sama sekali. Aku akan kesulitan, hidupku saja sangat sulit, jika ditambah menghidupi satu manusia lagi, aku tidak sanggup."

Marsha menolak persyaratan itu. Hamil berarti punya anak. Marsha tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang ibu.

"Aku akan memberikan jaminan padamu, kartu hitam tanpa limit bisa kau miliki sekarang juga."

Mendengar itu Marsha menjadi goyah hatinya, tidak masalahkan dia melahirkan anak untuk pria itu, setidaknya perutnya ada gunanya, jika hanya dengan mengandung menghasilkan uang sebanyak itu, kenapa dari dulu Marsha melakukannya.

"Ok aku setuju. Awal dari perjanjian ini akan lebih menyakinkan jika sekarang kau membuktikannya."

"Uang, apa kamu mau uang untuk membayar pada orang-orang yang menunggu itu. Jika hanya itu, anak buahku akan mengurusnya."

Pria itu mengetahui segala hal tentang Marsha, sedangkan Marsha tidak tahu siapa pria itu, dari intonasi suaranya, pria itu tidak tua atau muda, tapi siapa pria itu.

Marsha mengerutkan dahinya. "Siapa kau?"

Pria itu tampak tidak ingin bersembunyi lagi, dia mengambil sebuah remote, lalu menekan tombol, seketika lampu menyala terang.

Marsha tepat berdiri di hadapan pria itu, bola matanya mulai melirik pria itu.

"Kau!"

Siapa yang menyangka bahwa pria yang dari tadi bicara dengannya ialah seorang CEO di tempat kerjanya. Marsha tercengang dan tidak bisa berkata apa-apa. Apakah dia beruntung atau semacamnya, tapi Marsha mengakui bahwa pria itu sangat berkharisma.

"Duduk." Perintahnya. Axton akhirnya membuka identitasnya.

Marsha duduk tepat di hadapan Axton. Baju ketat yang dikenakan Marsha membuat Axton terkekeh.

"Apa sudah tidak sabar," goda Axton mengeluskan tangannya di belahan dada Marsha.

Marsha menghindar, dan wajahnya menjadi pucat. "Aku tidak suka disentuh secara tiba-tiba."

Axton tersenyum tipis. "Datang kesini berarti kamu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," sambil menuangkan wine ke gelas.

Axto yang memakai setelan jas hitam itu mengambil satu lagi gelas putih, lalu menuangkannya dalam gelas dan memberikan pada Marsha.

"Minumlah, sebagai tanda kesepakatan kita."

Marsha menatap wine berwarna merah itu yang airnya sedang diam dan pasrah akan diteguk olehnya.

"Apa alasanmu memilihku, bukankah banyak wanita yang lebih berkualifikasi dibandingkan aku," ucap Marsha sadar.

"Kau tidak perlu tahu. Tugasmu hanya mengikuti perintahku, selama kau patuh, maka kau akan hidup dengan nyaman."

Marsha mendengarnya sedikit kesal, dia kembali meneguk wine, tidak cukup sekali. Dari botolnya langsung Marsha meneguknya tanpa henti.

Marsha yang memakai baju ketat itu diam sejenak, mengambil napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Dia yang berbadan seksi tidak menunggu Axton melakukannya.

Marsha pindah ke sofa dekat jendela dimana ada Axton disana. Dia memandang Axton dengan lekat dan menindih Axton.

"Mungkin aku terlihat seperti murahan bagimu, tapi aku tidak suka mengikuti perintah yang merugikan bagiku," tatap Marsha.

Axto mengambil alih tubuh Marsha, dia membalikkan tubuh Marsha dan menindihnya dengan tubuh kekarnya.

"Jika malam ini aku terpuaskan, kau akan mendapatkan sesuatu yang lebih."

Axton mulai mengeluarkan taringnya, dia menggesekkan bagian bawahnya ke selangkan Marsha.

Marsha mulai gugup, dia hanya ingin terlihat berani dan meyakinkan.

Marsha mendorong Axton, tetapi tubuh Marsha sudah terkunci sepenuhnya. Bahkan jarak mereka sangat dekat yang membuat Marsha bisa mencium aroma tubuh itu.

Marsha menelan air liurnya, sudah tidak kuat menatap Axton. Jika pria itu tidak berpindah dari tubuhnya, Marsha bisa terkena serangan jantung karena merasa gugup.

Axton memandangi wajah Marsha, bibir merah merona, lengkukan tubuh ramping. Axton menyusuri kulit halus itu dengan jari-jarinya. Lalu tiba di bagian paling bawah.

Axton tersenyum aneh. Bisa-bisanya keperkasaan Axton langsung ingin dikeluarkan. Axton terus menyentuh-nyentuh bagian-bagian sensitif Marsha.

Ahhhhh.

Marsha sudah tidak kuat mendesah panjang.

Sekali lagi Axton tersenyum aneh, gadis itu tampak belum berpengalaman. Itu membuat Axton semakin tertarik. Dia kembali mempermainkan Marsha.

Dia membuka lebar kedua kaki Marsha dan masuk ke dalam celahnya. Lalu menggesekkan miliknya dengan milik Marsha.

Sungguh Marsha sangat terkejut, sesuatu yang besar dan keras bisa dia rasakan. Marsha menjadi berkeringat, dan suaranya terus mengeluarkan desahan.

"Tolong jangan menundanya," ucap Marsha.

Biasanya perkataan itu sungguh memalukan bagi seorang gadis, tapi Marsha sudah tidak bisa menahannya lagi. Lebih baik langsung dilakukan atau dihentikan.

"Mau disini atau di kasur."

"Terserah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status