“Hahh ….”
Ini sudah berlangsung sejak tadi, semenjak kepergian Kenedict Archer. Entah sudah berapa kali. Ilona bahkan mulai bosan menghitung seberapa banyak dia mengeluhkan desahan frustasi. Perjanjian tiga puluh hari? Bahkan belum ada satu hari Ilona sudah merasa sangat-sangat tertekan. Gadis itu sangat merindukkan kehidupan normalnya dahulu. Berdiri di depan pajangan toko, memajang berbagai jenis pakaian di hanger lalu mengaturnya sedemikian cantik untuk menarik perhatian pembeli. Semua itu sangat menyenangkan bagi Ilona.
Mungkin bagi sebagian orang, mereka akan bahagia. Lagi pula siapa yang tidak senang dengan semua ini? Rumah besar, pelayan, Ilona bahkan hanya perlu menekan tombol di belakang nakas samping tempat tidurnya dan para pelayan akan datang untuk melayaninya. Ilona punya segala yang diinginkan banyak gadis seperti yang dikatakan Jane, kepala pelayan mansion. Ia sendiri heran mengapa
Tekan VOTE-nya, please :)
“Makanlah yang banyak, saya akan keatas untuk mengambil obat Anda,” ucap Jane. Setelah berputar-putar di rumah besar ini dan hampir tersesat, Ilona akhirnya memutuskan untuk bertanya pada salah satu pelayan yang sempat berpapasan dengannya. Entah siapa nama pelayan itu, Ilona pun tidak sempat menanyakannya namun semua pelayan di rumah ini rupanya sangat menghormati Ilona. Jelas saja, gadis itu adalah tamu tuan mereka. Para pelayan harus memperlakukan tamu di rumah ini layaknya tuan rumah. Pelayan itu yang membawa Ilona ke ruang makan dan sesampainya di ruang makan, Ilona langsung di suguhkan berbagai jenis makanan. Steak dari sapi A lima, ia tahu saat Jane menyebut wagyu outskirt. Masih merasa ‘wow’ dan seolah tak percaya, Jane kembali membuat Ilona takjub dengan membawakan nasi pulen, seolah telah paham dari mana gadis itu berasal dan makanan apa yang bisa masuk kedalam perutnya.
Ilona mengikuti arah langkah seorang pelayan yang baru saja memanggilnya. Sempat gadis itu melirik sekilas pada pria yang sejak tadi duduk di depanya, membungkukkan badan dengan gerakan refleks yang di balas dengan anggukkan kepala oleh Chris. Tanpa berkata lagi, Ilona pun menghilang dari sana. Chris mengecilkan matanya, tampak garis di dahi pria tampan itu. Terheran-heran. Selain pada kemunculan gadis di hari kerja, Christian juga begitu penasaran dengan sikap gadis itu. Tatapan yang ragu-ragu dan canggung, malu-malu. Entah mengapa ketika wajahnya kembali terlintas, ujung atas bibir Christian berkedut, ia terkekeh geli lalu menggelengkan kepalanya. “Gadis aneh,” gumam pria itu. Ia kembali melanjutkan makan siangnya. **** Ilona kini berada di lantai dua. Langkah kaki pelayan mansion membawa gadis itu kembali ke ruan
Jantung Ilona sudah berdebar-debar sejak tadi. Gadis itu tidak bisa menikmati makan malamnya dengan baik sebab Kent terus saja menatapnya. Yang lebih membuat Ilona setengah mati penasaran adalah ucapan Kent. ‘Melakukan sesuatu’ dua kalimat itu terus berputar didalam kepala Ilona menimbulkan banyak sekali pertanyaan dalam hatinya namun, tak pernah sekalipun gadis itu berani menanyakannya kepada Kent sebab ia tahu jawaban apa yang akan diberikan Kent padanya. “Ayo,” ucap Kent. Ia berdiri sambil mengulurkan tangan. Ilona mendongak, sempat menatap tangan kekar itu sebelum ia berdiri sendiri dengan kedua kakinya tanpa meraih tangan Kenedict. Ilona kembali membuat Kent membuang napas berat. Pria itu sampai menggelengkan kepala ketika tubuh semampai itu lewat begitu saja di depannya. “Pembangkang,” gumam Kent. Sekali lagi ia menarik napas lalu membuangnya dengan lenguhan panjang sebelum
Ilona tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Ia langsung mendorong pintu mobil bahkan sebelum Massimo memarkirkan mobil dengan benar. “Nona!” Massimo berteriak. Takut jika tamu majikannya itu sampai terkilir sebab kini ia sedang berlari. Namun, Ilona tidak menggubris suara Massimo yang berteriak memanggilnya. Gadis itu benar-benar telah terluka. Pipinya bahkan masih berkedut dan terasa semakin perih ketika air matanya tidak mau berhenti menetes. Ia teringat bagaimana isi dalam surat perjanjian itu yang sempat dibacanya ketika perjalanan pulang. Hatinya tergores, begitu sakit. Bagaimana bisa Kent membuat keputusan sepihak dan bahkan mengikatnya dengan surat perjanjian itu. Jika ada jalan untuk melarikan diri, sudah pasti Ilona akan memilih untuk melarikan diri. Ilona menyeka air matanya dengan kasar dan sambil menunduk ia terus melangkahkan kaki jenjangnya, terburu-buru memasuki rumah
Archer’s Mansion11.23 PM_______________ Kenedict berjalan terburu-buru menuju rumah mewahnya. Pria itu tidak dapat menikmati semalam nikmat bersama Layla. Tiba-tiba saja nafsunya untuk berhubungan intim hilang begitu saja. Entahlah. Kent pun tidak mengerti. Wajah seseorang terus saja melintas di benakknya, menguasai pria itu, membuatnya tidak punya pilihan lain. “Kent?” Seseorang memanggil Kent. Suaranya terdengar dari ruang tengah. Kent pun mengerutkan dahi. Perlahan-lahan memutar lutut kemudian kaki jenjangnya mulai melangkah menghampiri suara itu. “Chris?” ucap Kent. “Kapan kau datang?” Kent melangkah menghampiri Chris yang sedang duduk di depan tungku perapian. Pria itu memang sengaja belum tidur dan menunggu adiknya pulang. “Tadi pagi. Duduklah, aku ingin bicara,” ucap Chris. Terdengar helaan
Ilona mengerutkan dahi. Gadis itu terusik oleh cahaya matahari yang membuatnya harus membuka kelopak mata. Hanya saja cahaya matahari terlalu menyilaukan hingga membuatnya kembali terpejam. Ilona mengerang dengan suara lirih. Ia berusaha menarik selimut tebal untuk kembali mengubur tubuhnya di dalam sana. Tetap meringkuk di bawah selimut hangat adalah hal ternyaman yang akan dilakukan Ilona saat ini. Sudah menjadi kebiasaan gadis itu, ia tidak bisa langsung beranjak di tempat tidur saat bangun pagi. Ilona menggeliat di dalam selimut, ia bertahan beberapa lama di dalam sana. Namun setelah beberapa menit berlalu, Ilona seolah merasa ada yang aneh. Ia mengerutkan dahi. Gadis itu langsung menyibakkan selimut tebal yang melilit tubunya, ia memandang kebawah. Seketika matanya membelalak. Ia tersentak dan langsung memutar tubuh ke samping. “Astaga!” pekik gadis itu. Saking kagetnya
‘Sebenarnya, seberapa kuat dirinya mampu mengintimidasi diriku?’ Batin Ilona. Ia menoleh menatap pintu kayu di belakangnya. Berharap pria yang barusan keluar itu masuk lagi kedalam. Ilona terus menggelengkan kepala. Namun, seolah membuat permohonan dengan hati yang tulus lalu akhirnya pintu itu kembali terbuka. Dengan cepat gadis itu menoleh. “Hei ….” Seseorang menyapa. Senyum sumringah menyertai kalimatnya. Ia mendorong pintu dan tubuhnya kini melewati pintu itu. Ilona mendesah. Tunggu, apa barusan ia kecewa? Ilona bahkan menundukkan kepala, tidak berniat membalas sapaan pria maskulin yang baru saja masuk. Pria yang baru saja masuk itu adalah Christian. Ia mengerutkan dahi saat melihat wajah murung Ilona. “Kenapa? Masih pagi wajahmu sudah di tekuk begitu,” ucap Christian. Dirinya kini tak ragu menyapa Ilona seolah mereka sudah sangat ak
“Selesai,” ucap gadis itu penuh lega. Kent mengerutkan dahi. “Siapa bilang?” ucapnya. “Apa masih ada lagi yang harus saya kerjakan, Tuan?” “Tentu. Ini bagian terpenting dari tugasmu.” ‘Ya Tuhan … apalagi kali ini.’ Batin gadis itu. Seringai muncul di ujung bibir Kent sebelum tubuh kekar itu berputar. Ilona menangkap lewat ekor matanya dan sontak menimbulkan gelisah di hatinya. Ilona memberanikan diri untuk memutar lutut. Dilihatnya kini Kent sedang duduk di sofa kecil yang terletak di depan dinding berlatar belakang wajahnya. Lent mengangkat wajah sambil terus menatap Ilona, dagu lancip itu tampak jelas. Kent menggerakkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan, memberikan isyarat pada gadis di depannya untuk segera mendekat. Dengan patuh, Ilona pun menghampiri Mr. Kent. Pria i