Dinginnya air telah menyadarkan kesadaran Bella Saphira akan kebodohan yang ia lakukan barusan dengan membiarkan dokter itu semakin melecehkan dirinya demi merasakan kenikmatan sesaat yang menghanyutkan raga dan batin "Sejak kapan aku jadi wanita binal seperti ini," batin Bella Saphira yang menyesal akan apa yang terjadi barusan di dalam ruangan praktek yang hanya ada dirinya dan dokter. "Gawat, aku tidak boleh seperti ini lagi. Ini sungguh berbahaya," ucap Bella Saphira mengangkat kedua dadanya. Lalu melihat berapa bekas kebiruan sudah memudar banyak. "Besok hari terakhir cuti libur," gumam Bella Saphira yang tidak sabar untuk pergi kerja dan mencari James Arthur untuk melepas rindu. Mengenai apa yang di lakukan oleh Cindy padanya. Bella Saphira bersumpah dalam hati. Ia akan membalas perbuatan Cindy dengan bayaran berlipat-lipat atas apa yang ia terima berapa hari lalu. "Lihat saja pembalasan aku," gumam Bella Saphira yang tidak sabaran untuk memberikan Cintya pelajaran. Selesa
Josep memijit-mijit dahinya. Ia merasa harus tegas kepada kedua putri yang sudah menjadi wanita dewasa untuk tidak bersikap manja dan hanya mementingkan diri sendiri. Sehingga menyusahkan orang tua. Melihat Josep sudah pergi jauh, Ella Saphira langsung menghela nafas lega sembari mengusap dada dengan hati tenang. "Untung saja Josep percaya," gumam Ella Saphira pelan dan ia membiarkan kedua sejoli itu sedang bergulat panas tanpa mengenal waktu. *** Di perusahaan Randolph, Ricky memakirkan mobilnya di depan gerbang pintu perusahaan. Karena ia malas untuk masuk ke dalam pakiran mobil di perusahaan Randolph. Dengan hati mengerutu, William Randolph berjalan bersusah payah ke arah depan perusahaan yang berjarak 10m dari depan pintu gedung hingga ke arah pagar yang berjurang tinggi. "Ricky sialan, kau ingin membunuh aku atau apa?" decak William Randolph yang berjalan seperti kura-kura untuk menghampiri mobil mewah Ricky yang berwarna biru elektrik. Ricky menaikkan sebelah alisnya. Ia m
"Aku sudah berusaha untuk olahraga," dusta William Randolph yang tidak ingin melakukan olahraga. Karena merupakan pekerjaan yang melelahkan untuk dirinya. Tepatnya ia tidak ada niat untuk melakukan hal yang merepotkan yang menguras tenang dan waktu."Terserah dirimu deh," balas Ricky yang sudah malas menasehati William Randolph yang tidak ada niat untuk berubah sama sekali."Aku harap kau tidak mati cepat," lanjut Ricky dengan cibirannya yang keceplosan.William Randolph langsung menoleh ke arah Ricky. Ia menatapi Ricky dengan mata berkilat-kilat akan sindiran dari Ricky yang di anggap menyumpahin dirinya cepat mati."Kau menyumpahin aku?" seru William Randolph dengan suara nyaring seperti suara petir.Ricky yang tidak sempat menutup telinga. Ia melayangkan satu tinju ke arah perut William Randolph."Telinga aku bisa tuli goblok," seru Ricky dengan suara kemarahan.William Randolph tertawa bodoh. Ia tidak merasakan sakit karena lemak di perutnya cukup tebal untuk menahan pukulan Ricky
"Aku akan mencari cara lain, Daripada aku mati muntah di sini. Oopsss tepatnya langsung masuk rumah sakit dan sekarat di sana," balas William Randolph yang memilih untuk berjalan ke arah pintu keluar dengan langkah kaki tergesah-gesah. Ricky yang di tinggalkan dalam kesendirian, ia hanya bisa mengumpat kasar berulang kali akan tindakan William Randolph yang di luar perkiraan. "Kau serius?" seru Ricky yang mengejar langkah kaki William Randolph di lorong. "Tentu saja serius, aku tidak mau mati konyol di sini dengan aroma bau badan bercampur parfume. Setidaknya aku mati terhormat dengan keandaan bersih dan higienis," balas William Randolph yang langsung masuk ke dalam lift. Ricky segera menyusul William Randolph, ia tidak mau main sendirian di tempat penuh keramaian seperti ini. "Kau ceroboh kali ini," ucap William Randolph yang memijit-mijit dahinya berulang kali untuk menghilangkan rasa pusing di kepalanya. Ricky menaikkan kedua alisnya untuk meminta penjelasan dan tidak lupa me
William Randolph dan Ricky duduk saling berhadapan dengan segala ketakutan di dalam hati.Makanan yang mereka oder di hidangkan di atas meja dan rasa lapar untuk menyantap makanan tersebut juga tidak ada lagi."Lebih baik kita santap makannya daripada di tatapi terus," saran William Randolph yang menyantap makanan tersebut dan tidak terasa enak di dalam lidah. Karena hatinya masih gusar akan bayangan ketakutan.Tidak ada yang di takuti oleh William Randolph, kecuali keputusan ayahnya yang bisa membuat ia jatuh ke neraka kemiskinan. William Randolph sangat hafal akan sikap ayahnya yang keras kepala dan tidak sengan menyumbangkan semua kekayaan kepada negara saat sudah pensiun kerja.Sedangkan Ricky tidak mau semua saudaranya mengambil hal yang menjadi miliknya. Keduanya makan dengan hati tidak tenang, seolah tertangkap kamera karena mengutil sesuatu di pusat perbelanjaan."Selesai makan, kita langsung pulang dan..." ucap William Randolph yang membuat Ricky terheran."Dan apa?" tanya
"Apa yang kau kerjakan?" seru Robert Randolph dengan suara nyaringnya.William Randolph mendengus kesal akan suara ayahnya yang seperti speker."Mengerjakan berapa dokumen penting, memangnya salah?" balas William Randolph dengan dahi berkerutnya.Robert Randolph tidak begitu saja percaya, ia segera mengotak-atik dokumen penting di atas meja dan juga melihat isi laptop William Randolph tanpa permisi.Melihat setengah dokumen penting sudah selesai, wajah Robert Randolph menunjukkan sebuah kebanggaan kepada William Randolph. Ia salut dengan anaknya yang lebih memilih mengerjakan dokumen penting sampai lupa mandi."Maaf aku mencurigai kamu," balas Robert Randolph menepuk-nepuk bahu William Randolph dengan wajah bahagia."Dad, kau ini kenapa sih hari ini. Sungguh aneh banget," ucap William Randolph dengan memasang wajah heran yang di buat-buat untuk menutupi apa yang ia lakukan barusan dengan Ricky."T-tidak ada, Kamu kembali bekerja dengan santai. Abaikan saja sikap aku tadi," balas Rober
"Baik bos," ucap kedua satpam secara serentak.Adam Leonard menjalankan mobilnya ke luar pakiran dengan berapa pikiran di dalam benaknya. Salah satunya adalah mengirim Ricky ke luar negeri untuk kuliah daripada mendapatkan ilmu yang sedikit di sini."Ricky adalah pewaris aku, seharusnya dia mendapatkan pendidikan lebih baik lagi. Aku tidak ingin perusahaan aku hancur dengan pengetahuan dia yang sedikit," batin Adam Leonard yang telah memutuskan keputusan itu demi kebaikan Ricky dan juga menjauhkan Ricky dari pergaulan bebas yang di anggap dapat merusak masa depan.Sebenarnya Adam Leonard tidak suka Ricky berteman baik dengan William Randolph yang terkenal playboy dan hobi menidurin wanita secara bergantian tiap malam.Ujung mata Adam Leonard melirik Ricky yang masih tertidur pulas di samping kursi pengemudi."Lebih baik kau jauh dari dia yang tidak punya masa depan, aku tidak ingin karir dan masa depan mu hancur. Karena berteman dengan anak Robert Randolph," seru Adam Leonard yang kin
Melihat kedua orang di hadapannya mulai tergiur akan uang. Pria jelek itu semakin menambah jumlah uang di atas atas meja sebagai pancingan untuk membalas dendam atas apa yang di lakukan oleh Cintya dan James Arthur kepada para rekannya.James Arthur yang tergoda akan jumlah uang tersebut ia langsung menerima tawaran pria jelek tersebut tanpa memikirkan perasaan Cintya."James," pekik Cintya dengan suara tidak percaya atas sikap James Arthur yang lebih memilih uang daripada dirinya.James Arthur berusaha menenangkan Cintya dan juga mengatakan ia hanya mengambil 20% dari hasil tersebut. Sisanya terserah Cintya mau di apakah.Cintya terlihat berpikir sejenak atas apa yang di katakan oleh James Arthur. Karena selama ini ia selalu di hina oleh Bella Saphira. Jadi tidak ada salahnya mempunyai banyak uang dan untuk sekedar pamer kepada Bella Saphira."Baiklah," balas Cintya yang akhirnya setuju dengan ide James Arthur tanpa menyadari senyuman pria jelek itu semakin lebar.Pria tua itu langsu