LOGIN"Maaf, Pak Rudi dan Ibu Amanda. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Pak Rudi mengalami cidera pada testis, sehingga kemungkinan besar tidak bisa memiliki keturunan," ucap dokter kandungan, suaranya lembut tapi jelas.
Amanda dan Rudi saling menatap, kecewa dan sedih terukir di wajah mereka. Mereka telah berharap untuk memiliki anak selama ini, dan sekarang harapan itu hancur. "Tapi, dokter, apa ada cara lain? Apa ada harapan?" tanya Amanda, suaranya bergetar. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa suaminya tidak bisa memiliki anak. Dokter kandungan menggelengkan kepala. "Maaf, Ibu Amanda. Kemungkinan besar tidak ada harapan. Tapi, Anda bisa mempertimbangkan adopsi." "Bahkan bayi tabung sekalipun tidak bisa, Dok?" tanya Amanda penasaran. "Kecil kemungkinannya Bu. Cidera ini cukup serius. Saya hanya khawatir, jika pilihan ini diambil. Itu hanya akan membuang tenaga dan biaya untuk Ibu dan Bapak. Saya tidak merekomendasikan pilihan itu," jawab sang dokter. Rudi sadar ini adalah takdir buruk di hidupnya. Ia sudah tidak mampu berkata. Matanya berderai air mata. Lelucon orang-orang perihal kemandulan dirinya, kini terjawab. Ia memang terlahir mandul. Takdir yang terasa seperti kutukan. Amanda mencoba menyemangati suami tercinta. Ia memeluk Rudi dari arah samping. Menyatakan dirinya akan terus bersama dengan Rudi. Ini cobaan berat, tetapi Amanda masih bisa menerima semuanya. "Jangan takut. Ini bukan akhir dari pernikahan kita. Aku yakin, kita bisa melewati ini dengan baik." Rudi memeluk Amanda. Perlahan, namun pasti. Pakaian Amanda mulai dibasahi air mata Rudi. Merasa dirinya sudah tidak layak untuk Amanda saat ini. "Jika kamu ingin mengakhirinya. Aku siap. Ini takdir burukku. Aku tidak ingin membaginya bersamamu." Sekali lagi Amanda menunjukkan sikap positif. "Kita bisa. Kita akan melewati ini semua!" "Saya harap kalian akan mempertimbangkan untuk mengadopsi seorang anak. Jika kalian butuh rekomendasi. Saya akan memberikan rekomendasi pada kalian berdua," ucap sang dokter. Amanda menyambut baik. "Baik Dok. Tapi saya akan berdiskusi terlebih dahulu dengan keluarga besar saya dan suami. Ini bukan perkara mudah. Perlu banyak pertimbangan." ucap Amanda dengan mata yang mulai berderai. "Baik. Saya berharap ada keajaiban untuk kalian berdua. Memang tidak mudah untuk menerima semua ini. Tetapi saya yakin, kalian bisa melewatinya. Kuncinya kalian berdua harus saling terbuka satu sama lain," ucap dokter dengan penuh keyakinan. Amanda kembali menggenggam tangan Rudi. Menguatkan Rudi dengan kondisi dirinya yang hampir jatuh ke dalam jurang. Sekuat tenaga menahan air matanya tidak jatuh. Tidak ingin melihat Rudi merasa bersalah. "Aku memang tidak berguna sebagai suami. Seharusnya aku bisa memberikan kamu keturunan. Sehingga kami tidak akan pernah mendapatkan hinaan dari orang-orang lagi. Namun aku tidak bisa melakukan itu," ucap Rudi sembari menangis. Fakta yang sulit dibantah, tetapi Amanda berusaha untuk tetap tegar. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Rudi. Berusaha tidak menangis seperti yang terjadi pada Rudi. Amanda tahu, jika ia menangis. Itu akan menunjukkan bagaimana Rudi berperan besar dalam takdir buruk mereka sebagai sepasang suami istri. "Ini bukan kabar buruk Sayang. Ini hanya cobaan kecil dalam rumah tangga kita. Aku tidak akan pergi untuk apapun. Selalu bersama kamu. Ingat itu. Aku ada di sini," ucap Amanda menenangkan Rudi. Rudi masih belum bisa tenang. Ia tahu apa yang mungkin akan terjadi pada dirinya. Ibunya akan sulit menerima kenyataan ini. Mengingat harapan besar telah diberikan pada Rudi dan Amanda. "Bagaimana kita memberikan kabar ini pada Ibu?" tanya Rudi dengan lirih. "Aku takut ia tidak bisa menerima semuanya." "Untuk itu. Aku mungkin akan memberikan penjelasan pada Ibu. Siapa tahu ia akan mau mendengar penjelasanku," jawab Amanda dengan tenang. Amanda mengambil beberapa lembar tissue. Ia mulai mengeringkan setiap tetesan air mata di wajah Rudi. Berharap kekuatan besar akan ada pada Rudi. Sehingga Rudi bisa kembali kuat menerima takdir ini. "Kita harus kuat. Aku akan selalu bersamamu dalan kondisi apapun. Kamu tidak akan sendiri. Aku akan bersamamu," ucap Amanda sembari memeluk Rudi.Brian kecewa berat pada Rudi, menganggap dia penuh tipu daya. Dia pilih resign, tidak mau terlibat lagi urusan dengan Rudi dan Amanda. "Apa ini ada hubungannya sama kejadian kemarin?" tanya Rudi, suara hati-hati."Menurut Bapak? Saya tidak akan keluar dari pekerjaan ini kalau nggak ada masalah. Saya ingin jaga rumah tangga saya. Makanya saya mundur," jawab Brian tegas, mata tak bergeming."Tapi coba lagi yuk. Saya kasih imbalan besar. Ratusan juta buat kamu," bujuk Rudi, penuh keyakinan.Brian tatap tajam, pukul meja keras. "Tidak! Saya tidak mau lagi. Simpan uang Bapak, kasih orang lain aja!" Dia balik badan pergi, tinggalkan Rudi terkejut – Brian biasanya selalu patuh dengan perintah Rudi, menyelesaikan tugas dengan baik. Tapi ini beda, dia sama sekali tidak bisa melakukan permintaan berat dari Rudi. Menerobos jalur neraka dengan kenikmatan duniawi. Pikiran Rudi nyaris buntu, mencari sosok pengganti untuk bisa tidur dengan Amanda. Laki-laki perkasa, jantan yang sempurna. Dia berjal
"Kamu tidur dengan dia bukan karena cinta. Kamu juga bukan wanita penghibur seperti yang dia bilang. Kenapa kamu malah sedih seperti ini. Sudah, kamu harus kuat Manda!" ucap Rudi dengan santai. Wajah Amanda seketika berubah menjadi marah. Bukannya menyudahi ide gilanya. Rudi justru menyalahkan istri dari Brian. Jalan pikiran dari Rudi nyaris sudah hilang. Tertutup oleh hawa nafsu yang besar, serta rasa patuh yang tidak seharusnya dilakukan. "Aku itu hampir gila dengan kejadian itu. Istri Brian marah besar padaku. Tapi kamu. Kamu seolah tidak mau tahu dengan semuanya. Menyalahkan aku dengan sesuka hati. Rudi, aku malu Rud. Harga diri aku nyaris hilang karena kejadian kemarin. Tapi kamu seolah tidak peduli dengan semuanya. Dimana otak kamu?" Amanda dengan penuh emosi. "Maksud aku gini, Sayang. Kita tidak perlu peduli dengan semua itu. Kita hanya fokus pada tujuan kita. Kalau kemarin kita gagal. Maka di selanjutnya, kita usahakan berhasil. Kita harus sukses, dengan cara lain. Ay
Imbalan sebesar 20 juta, sudah disiapkan oleh Rudi untuk Brian. Brian sepakat untuk menghabiskan malam bersama dengan Amanda. Brian sendiri sudah memiliki 2 orang anak yang masih kecil. Untuk urusan membuahi, Brian sudah cukup berpengalaman. Selain itu Brian juga memiliki wajah yang rupawan. Brian sudah pasti disetujui oleh Amanda untuk bercinta. Sepanjang jam makan siang, Brian dan Rudi sudah sepakat. Malam ini Brian akan bertemu dengan Amanda di sebuah hotel berbintang. Di mana Amanda pun sedang dalam proses masa subur. Jadi momentum yang cukup tepat untuk bercocok tanam. Tepat di pukul 8 malam. Brian datang menemui Rudi di lobi hotel. Ia terlihat begitu siap untuk bercinta. Dengan minyak wangi yang begitu aromatik. Brian siap memberikan pelayanan terbaik untuk Amanda. Pertemuan pertama itu cukup berkesan bagi Amanda. Ia menyukai Brian yang cukup tampan. Apalagi Brian juga memiliki postur badan yang ideal. Serta badan yang bugar. Ini sudah sesuai dengan harapan dari Amanda.
"Pria itu hanya akan menidurimu. Bukan mencintaimu, jadi tidurlah dengan dia. Ini demi rumah tangga kita," pinta Rudi sembari menggenggam erat tangan Amanda. Wajah Rudi terlihat sungguh-sungguh. Ia kali ini benar-benar meminta pada Amanda. Rudi tidak pernah terlihat bersungguh-sungguh. Tetapi ini permintaan kuat darinya. Berharap Amanda akan sedikit melunak, memberikan lampu hijau. Amanda dengan wajah kecewa, tidak bergeming. Masih pada prinsip kuatnya. Rasanya sulit bagi Amanda untuk setuju dengan permintaan Rudi ini. Rudi tidak menyerah, ia tetap berusaha keras untuk memperjuangkan keinginan kedua orangtuanya. "Kamu ingin apa? Liburan, shoping atau mungkin kamu ingin mobil baru." tawar Rudi. "Ok, mungkin kamu ingin perhiasan. Jam tangan, dan tas mewah. Aku akan belikan sekarang juga." Bukannya tertarik, Amanda langsung melempar tangan Rudi. Ia justru terlihat kesal dengan cara Rudi. Ia memalingkan wajah dari Rudi. Perlahan wajahnya basah oleh air mata. Tetap pada keput
"Amanda, Ibu ingin kamu tidur dengan pria lain. Dengan seperti itu, kamu bisa hamil dan kita bisa membuktikan bahwa Rudi tidak mandul pada semua orang," Rudi terkejut mendengar perkataan ibunya. "Bu, apa kamu tidak berpikir tentang perasaan kami? Kami tidak bisa melakukan itu!" Amanda juga terkejut dan marah. "Tidak, Bu! Aku tidak bisa melakukan itu! Aku mencintai Rudi dan aku tidak bisa tidur dengan pria lain." Robert, memasuki ruang makan. Lalu ia duduk di samping Margareth, dan mendukung keputusan Margareth. "Ya, anakku. Ini adalah satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa kamu tidak mandul." Rudi dan Amanda saling menatap, merasa tidak percaya dengan keputusan orang tua mereka. "Tidak, Ayah! Kami tidak bisa melakukan itu!" kata Rudi dengan tegas. Margareth memukul meja dengan keras. "Dengar Rudi. Ibu tidak ingin semua orang tahu. Jika kamu mandul. Semua orang akan mencemooh Ibu. Kamu harus pikirkan perasaan Ibu." "Tapi Ibu juga harus pikirkan perasaan kami. Apa Ibu t
"Apa? Kamu mandul, Rudi?" tanya Robert, ayah kandung Rudi. Rudi tidak mampu menatap wajah ayahnya. Ia menunduk seraya berkata, "Iya Ayah. Aku dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan. Aku mandul." Amanda yang duduk di samping Rudi, mencoba menguatkan suaminya. Ia mengelus lembut pundak Rudi. Memberikan kekuatan untuk bisa kembali bangkit dengan takdir pahitnya. Margareth, ibu dari Rudi mulai terlihat kecewa. Wajahnya ditekuk, merasa hidupnya sudah tidak ada artinya. Tidak ada lagi pewaris yang diharapkan. "Jika tahu kamu akan mandul. Mama mungkin mau punya tiga anak. Jika kamu tidak bisa memiliki keturunan, masih ada anak lain yang bisa memberikan Mama keturunan. Kamu memang laki-laki payah Rudi," ucap Margareth dengan wajah sinis. Amanda terhentak mendengar ibu mertuanya mencela Rudi. "Bu, ini bukan kemauan Mas Rudi. Tapi ini kehendak yang Maha Kuasa. Kita tidak bisa menolak semua ini." "Terus siapa yang akan menjadi penerus keluarga kita, kalau Rudi tidak bisa memi







