LOGIN"Apa? Kamu mandul, Rudi?" tanya Robert, ayah kandung Rudi.
Rudi tidak mampu menatap wajah ayahnya. Ia menunduk seraya berkata, "Iya Ayah. Aku dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan. Aku mandul." Amanda yang duduk di samping Rudi, mencoba menguatkan suaminya. Ia mengelus lembut pundak Rudi. Memberikan kekuatan untuk bisa kembali bangkit dengan takdir pahitnya. Margareth, ibu dari Rudi mulai terlihat kecewa. Wajahnya ditekuk, merasa hidupnya sudah tidak ada artinya. Tidak ada lagi pewaris yang diharapkan. "Jika tahu kamu akan mandul. Mama mungkin mau punya tiga anak. Jika kamu tidak bisa memiliki keturunan, masih ada anak lain yang bisa memberikan Mama keturunan. Kamu memang laki-laki payah Rudi," ucap Margareth dengan wajah sinis. Amanda terhentak mendengar ibu mertuanya mencela Rudi. "Bu, ini bukan kemauan Mas Rudi. Tapi ini kehendak yang Maha Kuasa. Kita tidak bisa menolak semua ini." "Terus siapa yang akan menjadi penerus keluarga kita, kalau Rudi tidak bisa memiliki anak? Kamu bisa membelah diri seperti amuba?" tanya Margareth semakin kesal. "Cepat jawab!" "Apa kamu mau, ayah yang buahi. Supaya kamu bisa hamil. Daripada suami kamu tidak bisa melakukannya," ucap Robert sembari tertawa. Amanda bukan lagi terkejut. Tetapi ia benar-benar heran dengan kedua mertuanya. Selama ini mereka bersikap begitu lembut pada dirinya dan Rudi. Tetapi ketika takdir buruk datang. Mereka justru terlihat bukan lagi tidak senang. Malah mengolok-olok Amanda dan Rudi. Sakit hati, tetapi Rudi hanya bisa menahannya. Patuh kepada kedua orangtuanya. Merupakan prinsip teguh yang dipegang oleh Rudi. Sekalipun pelecehan itu dilakukan pada istrinya sendiri. Melihat Rudi yang tidak melakukan apapun. Amanda sedikit kecewa. Tetapi ia sadar, jika memang Rudi adalah seorang yang patuh. Untuk berkata tidak pada kedua orangtuanya. Rasanya itu tidak mungkin. Walaupun Amanda merasa harga dirinya sudah diinjak oleh kedua mertuanya. "Apa kalian tidak bisa program bayi tabung?" tanya Robert dengan wajah serius. Rudi mulai mengangkat kepalanya. Matanya mulai menatap tajam ayahnya. "Kemungkinan berhasilnya cuman 1 persen saja. Aku rasa itu hanya akan membuang waktu dan tenaga saja." Robert dan Margareth semakin berani menghina Rudi. Mereka tidak peduli perasaan Rudi. Merasa Rudi adalah anak yang gagal. "Terus punya kamu itu, cuman buat buang air kecil saja. Tidak ada fungsi lain?" tanya Robert dengan nada meledek. "Ya gimana lagi. Bisanya cuman buat itu saja haha," timpa Margareth sembari tertawa. Amanda semakin tidak terima melihat suaminya dipermalukan. Ia memukul keras meja makan, lalu berdiri dengan wajah marah. "Cukup! Hentikan semua hinaan Ibu dan Ayah." Amanda menunjuk ke arah Margareth dan Robert. "Apa Ibu dan Ayah tidak memikirkan perasaan Mas Rudi. Seharusnya Ibu dan Ayah memberikan dukungan pada Mas Rudi. Bukan malah menyalahkannya." Bukannya membela dirinya. Rudi justru malah terlihat marah pada Amanda. Ia meminta Amanda untuk tidak berbicara kasar pada kedua orangtuanya. Sopan santun seharusnya ditunjukkan oleh Amanda pada kedua orangtua Rudi. Bukan malah bersikap kurang ajar. "Aku mohon Sayang. Kamu jangan berbicara seperti itu sama kedua orangtuaku. Aku tahu, mereka hanya kecewa. Dan itu memang wajar. Seharusnya sebagai anak satu-satunya. Aku bisa memberikan keturunan untuk mereka, sebagai penerus generasi. Tetapi aku justru mendapat takdir kurang baik. Biarkan aku mendapatkan hinaan ini," ucap Rudi dengan suara lirih. Berat bagi Amanda untuk bisa membela Rudi di hadapan kedua orangtuanya. Mengingat Rudi sendiri begitu patuh pada mereka berdua. Rudi sangat menjaga perasaan kedua orangtuanya. Walaupun mereka sama sekali tidak peduli dengan perasaan Rudi. Amanda hanya bisa menenangkan dirinya. Berharap ia akan bisa bersabar dalam pernikahan ini. Margareth dan Robert mulai mencari cara lain, demi menyelamatkan nama keluarga mereka. Sehingga kemandulan dari Rudi tidak akan bocor kemana-mana. Sehingga nama baik keluarga akan tetap terjaga. Uang ratusan juta juga sudah disiapkan mereka, untuk membuat para dokter tutup mulut akan persoalan Rudi. Sehingga mereka tidak akan bicara banyak ke hadapan semua orang.Brian kecewa berat pada Rudi, menganggap dia penuh tipu daya. Dia pilih resign, tidak mau terlibat lagi urusan dengan Rudi dan Amanda. "Apa ini ada hubungannya sama kejadian kemarin?" tanya Rudi, suara hati-hati."Menurut Bapak? Saya tidak akan keluar dari pekerjaan ini kalau nggak ada masalah. Saya ingin jaga rumah tangga saya. Makanya saya mundur," jawab Brian tegas, mata tak bergeming."Tapi coba lagi yuk. Saya kasih imbalan besar. Ratusan juta buat kamu," bujuk Rudi, penuh keyakinan.Brian tatap tajam, pukul meja keras. "Tidak! Saya tidak mau lagi. Simpan uang Bapak, kasih orang lain aja!" Dia balik badan pergi, tinggalkan Rudi terkejut – Brian biasanya selalu patuh dengan perintah Rudi, menyelesaikan tugas dengan baik. Tapi ini beda, dia sama sekali tidak bisa melakukan permintaan berat dari Rudi. Menerobos jalur neraka dengan kenikmatan duniawi. Pikiran Rudi nyaris buntu, mencari sosok pengganti untuk bisa tidur dengan Amanda. Laki-laki perkasa, jantan yang sempurna. Dia berjal
"Kamu tidur dengan dia bukan karena cinta. Kamu juga bukan wanita penghibur seperti yang dia bilang. Kenapa kamu malah sedih seperti ini. Sudah, kamu harus kuat Manda!" ucap Rudi dengan santai. Wajah Amanda seketika berubah menjadi marah. Bukannya menyudahi ide gilanya. Rudi justru menyalahkan istri dari Brian. Jalan pikiran dari Rudi nyaris sudah hilang. Tertutup oleh hawa nafsu yang besar, serta rasa patuh yang tidak seharusnya dilakukan. "Aku itu hampir gila dengan kejadian itu. Istri Brian marah besar padaku. Tapi kamu. Kamu seolah tidak mau tahu dengan semuanya. Menyalahkan aku dengan sesuka hati. Rudi, aku malu Rud. Harga diri aku nyaris hilang karena kejadian kemarin. Tapi kamu seolah tidak peduli dengan semuanya. Dimana otak kamu?" Amanda dengan penuh emosi. "Maksud aku gini, Sayang. Kita tidak perlu peduli dengan semua itu. Kita hanya fokus pada tujuan kita. Kalau kemarin kita gagal. Maka di selanjutnya, kita usahakan berhasil. Kita harus sukses, dengan cara lain. Ay
Imbalan sebesar 20 juta, sudah disiapkan oleh Rudi untuk Brian. Brian sepakat untuk menghabiskan malam bersama dengan Amanda. Brian sendiri sudah memiliki 2 orang anak yang masih kecil. Untuk urusan membuahi, Brian sudah cukup berpengalaman. Selain itu Brian juga memiliki wajah yang rupawan. Brian sudah pasti disetujui oleh Amanda untuk bercinta. Sepanjang jam makan siang, Brian dan Rudi sudah sepakat. Malam ini Brian akan bertemu dengan Amanda di sebuah hotel berbintang. Di mana Amanda pun sedang dalam proses masa subur. Jadi momentum yang cukup tepat untuk bercocok tanam. Tepat di pukul 8 malam. Brian datang menemui Rudi di lobi hotel. Ia terlihat begitu siap untuk bercinta. Dengan minyak wangi yang begitu aromatik. Brian siap memberikan pelayanan terbaik untuk Amanda. Pertemuan pertama itu cukup berkesan bagi Amanda. Ia menyukai Brian yang cukup tampan. Apalagi Brian juga memiliki postur badan yang ideal. Serta badan yang bugar. Ini sudah sesuai dengan harapan dari Amanda.
"Pria itu hanya akan menidurimu. Bukan mencintaimu, jadi tidurlah dengan dia. Ini demi rumah tangga kita," pinta Rudi sembari menggenggam erat tangan Amanda. Wajah Rudi terlihat sungguh-sungguh. Ia kali ini benar-benar meminta pada Amanda. Rudi tidak pernah terlihat bersungguh-sungguh. Tetapi ini permintaan kuat darinya. Berharap Amanda akan sedikit melunak, memberikan lampu hijau. Amanda dengan wajah kecewa, tidak bergeming. Masih pada prinsip kuatnya. Rasanya sulit bagi Amanda untuk setuju dengan permintaan Rudi ini. Rudi tidak menyerah, ia tetap berusaha keras untuk memperjuangkan keinginan kedua orangtuanya. "Kamu ingin apa? Liburan, shoping atau mungkin kamu ingin mobil baru." tawar Rudi. "Ok, mungkin kamu ingin perhiasan. Jam tangan, dan tas mewah. Aku akan belikan sekarang juga." Bukannya tertarik, Amanda langsung melempar tangan Rudi. Ia justru terlihat kesal dengan cara Rudi. Ia memalingkan wajah dari Rudi. Perlahan wajahnya basah oleh air mata. Tetap pada keput
"Amanda, Ibu ingin kamu tidur dengan pria lain. Dengan seperti itu, kamu bisa hamil dan kita bisa membuktikan bahwa Rudi tidak mandul pada semua orang," Rudi terkejut mendengar perkataan ibunya. "Bu, apa kamu tidak berpikir tentang perasaan kami? Kami tidak bisa melakukan itu!" Amanda juga terkejut dan marah. "Tidak, Bu! Aku tidak bisa melakukan itu! Aku mencintai Rudi dan aku tidak bisa tidur dengan pria lain." Robert, memasuki ruang makan. Lalu ia duduk di samping Margareth, dan mendukung keputusan Margareth. "Ya, anakku. Ini adalah satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa kamu tidak mandul." Rudi dan Amanda saling menatap, merasa tidak percaya dengan keputusan orang tua mereka. "Tidak, Ayah! Kami tidak bisa melakukan itu!" kata Rudi dengan tegas. Margareth memukul meja dengan keras. "Dengar Rudi. Ibu tidak ingin semua orang tahu. Jika kamu mandul. Semua orang akan mencemooh Ibu. Kamu harus pikirkan perasaan Ibu." "Tapi Ibu juga harus pikirkan perasaan kami. Apa Ibu t
"Apa? Kamu mandul, Rudi?" tanya Robert, ayah kandung Rudi. Rudi tidak mampu menatap wajah ayahnya. Ia menunduk seraya berkata, "Iya Ayah. Aku dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan. Aku mandul." Amanda yang duduk di samping Rudi, mencoba menguatkan suaminya. Ia mengelus lembut pundak Rudi. Memberikan kekuatan untuk bisa kembali bangkit dengan takdir pahitnya. Margareth, ibu dari Rudi mulai terlihat kecewa. Wajahnya ditekuk, merasa hidupnya sudah tidak ada artinya. Tidak ada lagi pewaris yang diharapkan. "Jika tahu kamu akan mandul. Mama mungkin mau punya tiga anak. Jika kamu tidak bisa memiliki keturunan, masih ada anak lain yang bisa memberikan Mama keturunan. Kamu memang laki-laki payah Rudi," ucap Margareth dengan wajah sinis. Amanda terhentak mendengar ibu mertuanya mencela Rudi. "Bu, ini bukan kemauan Mas Rudi. Tapi ini kehendak yang Maha Kuasa. Kita tidak bisa menolak semua ini." "Terus siapa yang akan menjadi penerus keluarga kita, kalau Rudi tidak bisa memi







