BAB 4
Sebuah bogeman berhasil melumpuhkan dari sebuah paksaan seorang pria yang menolak untuk mendapatkan ciuman paksa dari lawan jenisnya.Merasa tak senang melihat pemaksaan yang terjadi, membuat diri seorang pria berjas hitam pekat yang digunakannya itu naik pitam.Suara wanita yang terus meronta, berteriak untuk dilepas membuat diri pria itu tidak bisa tinggal diam.Pria bajingan itu terus memaksa, mengabaikan keinginan wanitanya yang menolak untuk disentuh paksa yang malah semakin bertindak semakin beringas pada wanitanya.Teriakan dan tangisan yang terus meronta, membuat langkah seorang pria yang baru saja mengakhiri pertemuan dengan seorang klien yang mengadakan jamuan di tempat itu berhenti di sana.Di sebuah lorong night club, Daren Raynald Abraham memicing pada kejadian tak senonoh yang mengusik hati nuraninya. Bertambah ia yang kenal dengan pria yang tak lain adalah rival bisnis yang tak pernah akan keberhasilannya, semakin membuat hati nurani pria itu tertarik untuk membantu wanita yang terus meminta untuk dilepaskan."BRENGSEK! SIAPA SURUH KAU IKUT CAMPUR DENGAN URUSANKU!" Geram Adlrik yang berusaha bangun akibat tersungkur oleh bogeman yang Daren lakukan atas dirinya.Matanya mengisyaratkan kilat amarah yang begitu hebat. Mengusap sudut bibir yang berdarah oleh pukulan yang Daren lakukan. Kemarahan semakin bertambah ketika tahu pria yang telah memukulnya adalah rival yang selalu menjadi musuhnya selama ini.Daren bergeming, ia lebih memilih membuka jas mahal yang digunakannya. Berlalu menuju wanita yang sedang menutup bagian paha yang robek akibat paksaan yang diterimanya ketika berusaha melawan tamunya."Saya tidak berniat ikut campur. Tapi saya tak suka melihat pemaksaan, apa lagi ini di tempat umum dan terbuka."Daren menjawab dengan begitu tenang. Ia memberikan jasa yang sudah dibukanya itu pada wanita yang sedang berusaha menyilangkan tangan guna menutup tubuhnya.Daren memicing, ketika tahu siapa wanita yang ditolongnya itu."Jangan sentuh dia! Saya sudah bayar mahal dia!" Geram Adlrik lagi, ketika melihat Daren menutup tubuh wanitanya itu menggunakan jas yang ia buka.Adlrik tak senang, ketika Danisa yang harus memuaskannya malam ini harus gagal dengan adanya pria yang tak lain adalah bosnya sendiri.Daren memicing tak senang, mengabaikan peringatan yang dilakukan oleh Adlrik untuknya.Adlrik semakin geram, ketika peringatannya diabaikan begitu saja. Ia melangkah maju, berharap mampu membalas pukulan yang Daren lakukan atas dirinya.Adlrik mengepalkan tangan, ia berniat menghantam Daren tapi dengan cepat Daren menangkisnya. Tidak sulit bagi Daren untuk menghajar lagi Adlrik yang berada di bawah pengaruh alkohol."Tidak sulit bagi saya jika ingin membuat anda babak belur. Tapi itu bukan saya, yang harus menghajar orang setengah suara seperti anda," ujar Daren pada sang lawan."Sial! Brengsek kau!""Saya bukan pengecut!" Tegas Daren yang berhasil menyulut api amarah lawannya.Dengan begitu mudah, Daren mendorong tubuh Adrlik yang terhuyung hingga tersungkur jatuh lagi di lorong tersebut."Berapa kau bayar dia?" Akan saya ganti dua kali lipat."Daren tidak ingin melihat orang yang ada kaitannya dengannya berhubungan dengan Adlrik, dia sangat tahu pria macam apa di hadapannya itu. Membayar apa yang Adlrik keluarkan adalah jalan terbaik yang Daren pilih."Saya tidak butuh uangmu! Cih" Adlrik meludah tak suka. Ketika dengan gayanya Daren akan mengganti apa yang sudah ia keluarkan untuk menikmati waktu bersama dengan Danisa.Ia bangun dari duduknya, dengan tubuh sempoyongan masih belum menyerah, dan ia memberikan ancaman pada Dare tentunya.“Akan kubuat perhitungan denganmu!” ancamnya, ia meninggalkan Daren dan Danisa yang sedang berusaha menutup bagian tubuhnya menggunakan jas yang diberikan oleh atasannya.Daren tak menanggapi ancaman yang diterimanya, setelah memastikan Adlrik menghilang dari hadapannya, Daren beralih pada Danisa yang masih tak berani menatap padanya.“Aku antar pulang,” ucapnya dengan suara yang begitu dingin.Tatapan datar yang Daren lakukan, setelah mengatakan itu pada Danisa. Ia melangkah terlebih dahulu meninggalkan Danisa begitu saja.Danisa yang tidak ingin membuat sang atasan semakin marah dan geram atas apa yang terjadi padanya. Karena biar bagaimanapun juga berkat kehadiran Daren lah ia bisa terbebas dari apa yang dilakukan oleh pelanggannya itu padanya.Danisa tak berani untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata pun. Ia mengekor dii belakang tubuh tegap yang lebih dulu melangkah hingga berhenti dan masuk pada mobil mewah yang sudah menyambut Daren dengan seorang petugas memberikan kunci untuk bosnya tersebut.Danisa ragu untuk ikut masuk bersama Daren. Hingga akhirnya kaca mobil itu turun, dengan tatapan tajam yang Daren beri, ia kembali berkata.“Sampai kapan kamu akan berdiri di situ!” kesal Daren ketika Danisa tak kunjung masuk ke dalam mobilnya.“I-iya, Pak.”Akhirnya Danisa ikut masuk ke dalam mobil sang atasan. Meski cemas dan khawatir dipecat, bagi Danisa saat ini ia bisa kembali ke apartemennya dengan selamat.Keadaan yang terjadi di dalam mobil itu begitu mencekam. Tak sepatah kata Daren membuka kalimat. Apa lagi Danisa, ia yang sedang merasakan kecemasan yang begitu sulit ia artikan.Ia sama sekali tidak memiliki keberanian untuk sekedar memberitahu di mana alamat tempat tinggalnya pada Daren yang sedang mengemudikan mobilnya.“Dimana?” tanya Daren dengan aura yang begitu dingin. Sama sekali ia tak mengalihkan pandangan dari jalanan yang ada di hadapannya itu.“Alamat tinggalmu?” lagi Daren bertanya ketika Danisa masih bergeming tidak kunjung membuka suara. Daren sadar jika wanita yang satu mobil dengannya sedang cemas dan takuut padanya.“Ascott Raffles Apartemen,” jawab Danisa lirih yang masih mampu didengar oleh Daren.Daren yang mendengar alamat yang Danisa sebut pun membelokkan kemudi menuju alamat yang Danisa sebutkan. Hingga beberapa saat mobil yang dikendarainya itu berhenti tepat di lobby apartemen tempat Danisa tinggal.Danisa menoleh pada Daren yang sama sekali tak menatap ke arahnya. Biar bagaimanapun juga, ia harus mengucapkan terima kasih pada sang atasan yang sudah menyelamatkanmu malam ini.“Terima kasih, Pak. Jas—”’“Pakai. Pastikan kamu selamat menuju unit mu!”Belum sempat Danisa berucap, ingin mengembalikan jas Daren. Daren lebih dulu menyelanya.“Baik. Sekali lagi, saya berterima kasih sama Bapak,” ujar Danisa yang sama sekali tidak mendapat jawaban dari Daren.Setelah mengucapkan terima kasihnya, Danisa menuruni mobil dan segera menuju pintu lift untuk segera naik ke unitnya.Danisa bisa melihat jika mobil bosnya itu masih berada di lobby belum terlihat melajukan kemudinya. Mungkin Daren memastikan jika Danisa sampai dengan selamat menuju ke unit miliknya. Hingga pintu lift kembali tertutup, baru ia tak mampu melihat mobil Daren yang diam di lobby apartemennya.BAB 5Danisa tak menyia-nyiakan kesempatan. Niat diri yang memang ingin mencari penerbangan malam ini menuju ke negaranya segera pun membuat langkahnya itu terburu karena ingin segera sampai ke unitnya. "Bahkan aku lupa meminta izin pada Pak Daren untuk cuti dadakan. Besok saja sama Pak Leo, yang ada aku kena marah sama Pak Daren." Danisa sadar, jika ia meminta izin langsung pada bosnya yang bertemu dengannya dalam keadaan tak bagus itu akan semakin memicu amarah. Berada dalam satu mobil dalam suasana mencekam saja sudah membuat diri Danisa begitu sesak. Apa lagi jika Daren tadi meluapkan kemarahan padanya. Danisa tak mampu membayangkannya. Setiba di kamarnya, Ia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi kenalannya untuk mengurus penerbangan. Baik untuk dirinya ketika tugas kerja, maupun untuk Leo dan Daren jika ada pekerjaan ke luar negeri. "Apa ada penerbangan malam ini juga ke Indonesia?" Tanya Danisa langsung yang tidak ingin membuang waktunya. "Kamu telat, barusan berangkat sat
Daren terdiam saat mendengar kalimat yang Danisa ucapkan kepadanya. Bahkan sama sekali tak menyangka jika wanita yang ia beri tawaran sebelumnya menolak keras itu tiba-tiba menerima. Daren berpikir, pasti Danisa akan mengambil kesempatan padanya. Sedikit banyak dia tahu rumor jika sekretarisnya itu memiliki sikap hiddon dan pasti akan butuh banyak uang untuk memenuhi gaya hidupnya. Di samping itu, Danisa berdebar-debar setelah mengatakan keputusannya untuk menerima tawaran dari sang atasan. Dia semakin gelisah saat menunggu jawaban dari sang atasan. Bahkan Daren yang hanya bereaksi datar atas tatapan lekat mengarah tepat padanya. Hal itu semakin membuat Danisa diam mematung, bingung harus memberikan sikap. "Apa kau serius dengan keputusan yang sudah kau ambil?" Tanya Daren dengan tatapan datar dan suara serius yang khas. Danisa menelan ludahnya, di saat biasa ia mampu bersikap banyak bicara. Tiba-tiba mendadak kaku karena merasa cemas. Tapi Danisa tetap harus melakukan ini karena
Danisa yang baru duduk di meja kerjanya itu dikejutkan oleh sebuah notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya. Dia berpikir jika sang adik yang memberi kabar soal ibunya, atau dokter yang merawat ibunya di Indonesia. Danisa segera mengambil ponsel yang sebelumnya tergeletak di meja kerjanya dengan jantung yang berdebar. Jemari lentiknya menggeser layar benda pipih tersebut, debaran di dada bergemuruh seiring rasa khawatir akan sesuatu buruk yang terjadi di sana. Seketika matanya membulat, saat mendapati jumlah nominal yang kembali masuk pada notifikasi mobile banking-nya. Sungguh, Danisa tidak percaya. Jika atasannya itu benar-benar mentransfer sejumlah uang yang ia butuhkan. Seiring gemuruh debaran yang semakin bertalu, dengan rasa tak percaya yang terjadi. Senyumnya pun seketika merekah atas apa yang ia dapatkan. Danisa yang sudah mendapat apa yang ia mau itu pun segera mentransfer uang ke rekening adiknya. Setelah melakukan transaksi tersebut, Danisa bergegas melakukan panggilan
Danisa masih dipenuhi dengan rasa bahagia dalam hatinya. Saat mendapati pertanyaan dari Leo rekan kerjanya senyumnya terpancar dari kedua sudut bibirnya itu pun semakin merekah. Kedua matanya berbinar menunjukkan kebahagiaan yang semakin jelas tergambar pada wajah cantiknya. Tingkah yang Danisa tunjukkan itu membuat Leo terheran heran."Pak, kapan lagi mendapat tawaran yang besar tanpa harus bekerja keras? " Danisa berseru gembira, ketika harus mengingat jumlah uang yang akan Danisa dapatkan bosnya itu. Leo yang melihat sikap Danisa semakin menjadi itu menganga tak percaya. Bahkan yang ia tahu sebelumnya jika wanita di hadapannya itu menolak tegas ajakan tiba-tiba Daren yang meminta dirinya untuk menikah dan melahirkan anak. "Aku tidak mengerti dengan Jalan pikiranmu, Danisa? Bahkan kemarin kamu jelas-jelas menolak ajakan Pak Daren."Leo mencoba mengingatkan momen Danisa yang keluar dari ruang kerja atasannya itu dengan menggerutu kesal. Bahkan dia yang menjadi sasaran omelan Da
"Mampus kau. Danis!" Danisa hanya mampu membatin, saat harus bertemu dengan pria yang ada hubungannya dengan pekerjaan yang tidak ia lakukan dengan baik. Dia sangat yakin, jika kedatangan pria itu berhubungan dengan kejadian dirinya bersama tamu yang gagal ia layani. Waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat saat pulang bekerja, ia harus menghadapi tamunya sekarang.Tatapan tajam yang Danisa dapatkan dari seorang pria yang sedang berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. Danisa membeku sejenak, tapi bagi seorang Danisa menghadapi hal seperti itu adalah hal yang biasa. Tidak akan membuat dirinya lemah hanya dengan ditatap selayaknya korban pelaku kejahatan yang telah tertangkap.Danisa yang semula terkejut dan pias itu beralih dengan wajah yang melukis senyum manis pada kedua sudut bibirnya. Dia melanjutkan langkah menuju ke tempat pria yang ia yakin sedang menunggu kehadirannya. "Hai! Kau menungguku? Apa kau sedang tidak sibuk, hingga kau menyempatkan
“Pokoknya mami nggak mau tahu. Nanti malam kau harus datang di acara makan malam yang sudah Mami buat,” tugas Riana yang tidak ingin mendapatkan bantahan dari putranya lagi.Darren, Putra semata wayangnya itu selalu menolak ajakan yang dilakukan olehnya untuk makan malam. Padahal dirinya memiliki rencana lain dan tentu sangat baik untuk anaknya itu.Tapi, Daren adalah pria yang pintar. Dengan mudahnya dia selalu mampu menolak karena tahu jika mamanya terus mengusahakan dirinya untuk berjodoh dengan wanita pilihan mamanya.“Ma, Daren sibuk. Mama makan malam saja sendiri,” tolak Daren masih dengan suara rendahnya. Dia tidak akan mampu berkata kasar pada wanita yang sangat disayanginya itu. Bahkan segala yang ia usahakan saat ini semata-mata hanya untuk kebahagiaan mamanya.“Sayang, sekali saja kau menurut sama mama. Apa susahnya?” Riana benar-benar dibuat pusing, karena anaknya itu selalu mampu menolak ajakannya dengan berbagai alasan. “Ma, bukan Daren tidak mau mama ajak makan malam.
Suara bel yang terus berbunyi, dan berhasil Mengusik tidur dan Nisa yang masih sangat pulas. Denisa merasa terganggu, dia pun melihatkan tubuhnya, karena suara bel yang sedang memencet itu terus berbunyi seolah tidak memberikan celah bagi penghuni bisa menikmati paginya yang masih gelap menurutnya. “Huaaah!” Wanita yang masih bergelung di bawah selimut hangatnya itu pun menguap kencang. Tak akan malu, sebab tak akan ada siapa pun yang akan mendengar luapan keras yang akan mendengar. Mata gadis yang berada di atas ranjang itu pun mengerjap dengan perlahan. Menatap ke arah gorden yang mengayun lembut. Dari celah kecil yang ada, dia bisa melihat jika hari baru beranjak terang. “Siapa asih pagi-pagi sudah ganggu saja,” geram Danisa kesal. Bunyi berisik bel yang tak henti berbunyi iu berhasil menguras kesabarannya. Meski begitu, dia berusaha bangkit dari atas ranjangnya. Kedua tangannya pun berusaha mengucek mata yang masih terasa sangat mengantuk. Danisa segera melangkah keluar kam
Denisa menggigit Bibir bawahnya, keceriaan yang terjadi dalam dirinya itu pun seketika sirna. Pagi sekali dia sudah mendapatkan banyak petaka dalam hidupnya, jika sebelumnya saat hari hari masih gelap Dia harus dihadapkan dengan kehadiran Nyonya kosnya. Kali ini, ia harus berhadapan dengan bos dinginnya yang bahkan tidak akan menerima alasan apapun jika dia akan memberikan. “Cepat, Danis. Apalagi yang kutunggu?” tanya Leo, Padahal dia sangat tahu jika Danisa sedang cemas. Bahkan Darin sedang menunggu kehadiran wanita yang akan menjadi partner kerja tidak masuk akal Atasannya itu bukan masalah pekerjaan. Tapi sedikit bermain-main dengan wanita di hadapannya itu pun membuat hatinya gembira. Kapan lagi dia bisa melakukan itu kepada Danis, Sebelum menjadi Nyonya Bos dan dia tidak akan bisa menggoda wanita tersebut. “Sebentar, Bapak. Aku sedang mempersiapkan diri untuk menyambut kemarahan Pak Daren. Bapak kayak nggak tahu saja, apa yang akan dilakukan Pak Daren jika aku telat.” Dani