"Danisa," Panggil Daren, pria berusia 34 tahun yang tidak lain adalah bosnya. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya. "Menikah dengan saya. Dan lahirkan anak untuk saya." Sebuah kalimat yang membuat Danisa mematung di tempat. Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba atasannya yang tidak pernah terlihat dekat dengan wanita memintanya untuk menikah dan melahirkan anak. Daren, pria yang tidak mau dekat dengan wanita manapun. Tiba-tiba meminta dirinya untuk menikah dan punya anak dari bosnya sendiri. Memang Danisa suka uang, tapi tidak dengan menjual diri sama pria kaya yang harus mengorbankan mahkota berharganya. Lebih baik Danisa mencari sampingan pekerjaan lain dari pada harus melahirkan anak untuk bosnya.
Lihat lebih banyakRestu merasa lega karena saat Claudia akhirnya menyerah dan mau mendapatkan infusan. Bujukan yang dilakukan oleh Danisa berhasil membuat anak semata wayangnya itu menurut. Dia merasa berhutang Budi kepada wanita yang menjadi guru dari anaknya itu.“ saya sangat berterima kasih kepadamu. Berkat bujukan yang kamu lakukan untuk putriku, akhirnya Kalau dia mau menurut untuk diinfus itu.” Dengan penuh kelegaan, Restu mengucapkan kalimat terima kasihnya itu. Mungkin jika Danisa tidak berhasil membujuk Claudia, anaknya. Sudah dipastikan Restu akan mengalami kesulitan dan membawa Sang Putri kembali ke rumah.Danisa mengalihkan pandangan kepada Restu yang berbicara dengannya. Dia pun merasa tenang saat memastikan bahwa Claudia sudah berada pada keadaan yang benar-benar nyaman saat ini.“Tak masalah. Saya tidak keberatan melakukan itu sama sekali.” Danisa menjeda sejenak ucapannya dan beralih menatap kembali pada Claudia yang masih tergolek lemas di atas brankar pemeriksaan. Dia kembali menata
Dengan cemas Danisa menunggu pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter untuk ibunya di luar ruang tunggu seorang diri. Dia mendudukkan diri di kursi tunggu, selama dokter umum yang memeriksa ibunya itu melakukan tindakannya. Menunggu beberapa saat, pintu ruangan terbuka. Dengan cepat Danisa bangkit dari duduknya. Menghampiri dokter yang baru keluar dengan alat yang masih bertengger di lehernya itu. “Bagaimana dengan ibu saya, Dok?” tanya Danisa, sangat jelas kecemasan dari raut wajahnya. “Saya sudah menghubungi Dokter Prasetyo tentang kondisi yang saat ini dialami oleh ibu anda. Beliau bilang jika sebaiknya ibu anda dirawat terlebih dulu,” jelas sang dokter setelah pemeriksaan yang dilakukannya itu usai. Dia pun menyampaikan saran dari dokter jantung yang memang bertanggung jawab atas ibunya Danisa. Danisa yang mendengar kabar dari dokter ibunya itu pun menghembuskan nafas beratnya. “Baik, Dok. Jika begitu saya akan melakukan pendaftaran rawat inap terlebih dulu di depan,” ujar Da
Danisa yang tidak mendapati keberadaan ibunya di dapur membuat sarapan itu jadi penasaran. Danisa segera meminum air yang telah dia tuang. Setelahnya bangkit dari duduknya karena ingin membuatkan sesuatu untuk ibunya.“Mbak Danisa mau buat apa?” Tanya si Mbak yang sedang buat sarapan untuk keluarganya itu. “Aku mau buat teh hangat untuk ibu dulu, Mbak.” Danisa sudah membuka tempat penyimpanan di mana teh daun yang biasa dibuat oleh ibunya itu berada. “Biar aku buatin, Mbak Danisa. Mbak tunggu saja,” pinta si Mbak yang tidak ingin membuat Danisa kerepotan seorang diri. “Tidak. Biar aku saja. Mbak lanjutkan saja pekerjaan Mbak,” sergah Danisa menolak bantuan yang hendak dilakukan oleh ART-nya itu. Danisa membuatkan teh hangat dari daun teh langsung yang ia masak menggunakan air mendidih terlebih dulu di atas kompor. Menunggu beberapa saat, hingga akhirnya teh yang ia buat pun jadi. Setelah siap, dia mengantarkan langsung menuju kamar sang ibu berada. Setiba di depan kamar ibunya,
Setelah Safa keluar dari dalam kamarnya. Danisa memilih untuk mengistirahatkan dirinya. Mata sudah mulai mengantuk, badannya pun sangat lelah karena memang aktivitas hari ini yang begitu menguras tenaga dan juga akal pikirannya. Sebab, siang tadi dia yang sedang berada dalam kesulitan saat tahu jika transportasi nyaman yang menjadi langganan dan biasa digunakannya itu tidak bisa dia gunakan untuk mengantarkan anak-anak yang akan melakukan kegiatan sekolahnya tersebut. Dia merebahkan diri ke atas ranjang. Setelahnya Danisa berusaha memejamkan mata. Beberapa waktu dilaluinya, tetap saja mata yang terasa berat itu tak mampu terpejam sempurna. Pikirannya penuh, dengan berbagai persoalan yang tengah dia hadapi saat ini. Kedua mata yang semula terpejam itu pun akhirnya kembali terbuka. Danisa menghembuskan nafas beratnya. Danisa terdiam, dia pun membuka matanya. Dalam tenang, Danisa terlihat seperti orang yang sedang tidak memiliki beban pikiran. Permasalahan yang pernah terjadi dala
Danisa tidak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya untuknya itu. Dia terdiam, kemudian menghembuskan nafasnya dengan begitu kasar. Berusaha bersabar, atas setiap kata yang disampaikan oleh ibunya tersebut. Tidak ingin membantah, Tidak ingin pula menyinggung atas segala keinginan yang diminta oleh ibunya itu padanya. Jika ia tidak bisa memenuhi apa yang diminta oleh ibunya itu. Danisa juga tentu tidak akan mampu membuat sang ibu kecewa atas ketidak mungkinan yang tidak akan pernah dia lakukan. “Bu. Sudah berulang kali Danisa bilang, jika Danisa tidak ingin menikah.”Danisa sadar, jika jawaban yang telah dia berikan itu tidak akan membuat ibunya itu menyerah begitu saja. Ibu Danisa menarik nafas beratnya, sebesar usaha yang dia lakukan untuk membujuk anak sulungnya itu agar segera menikah selalu saja mendapatkan penolakan. Akan tetapi, demi membuat anaknya yang sudah berkepala tiga itu segera berumah tangga dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia harus melakukan sesuat
Danisa yang mendapat pertanyaan seperti itu dari Restu itu membeku di tempatnya. Dia sedang mencerna apa yang Restu tanyakan padanya tersebut. Sedang tatapan mata pria dewasa, duda beranak satu itu menatap begitu dalam ke arah Danissa yang bungkam di tempatnya berdiri oleh pertanyaan yang Restu ajukan pada wanita yang ia pikir masih berstatus gadis, karena memang Danisa yang memang sama sekali tidak pernah dekat dengan pria manapun. Beberapa detik, Danisa masih bungkam. Karena dia bingung harus menjawab apa. Ditatap begitu intens oleh pria yang berdiri tak jauh darinya. Berhasil membuat Danisa bungkam seribu bahasa.Sedang wanita paruh baya yang berdiri tak jauh dari keduanya itu melebarkan kedua sudut bibirnya. Serasa mendapatkan angin yang begitu segar, tentu saja dia sangat setuju dengan kabar yang ia dengar langsung dari pria yang begitu akrab dengannya tersebut. Tentu saja dia bahagia, mendengar apa yang Restu minta dari Danisa, putrinya itu tentu saja mendapatkan sambutan d
“Macan Ternak,” kata Danisa pada Restu. “Yah, tepat! Saya akan mendapat julukan Bapak tampan antar anak nanti yang ada,” kata Restu menjelaskan pada Danisa. Keduanya pun tergelak bersama, terlihat jelas keakraban yang terjalin antara Danisa dan juga Restu tentunya. Dari kejauhan, seorang wanita paruh baya tersenyumm lembut penuh kelegaan. Saat melihat interaksi yang dilakukan oleh Restu bersama dengan Danisa. Keduanya saling bercakap satu sama lain, Danisa juga tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah Restu berikan untuknya. Hingga sapaan dari seseorang memecah keakraban antara Restu ,dan juga Danisa. “Nak Restu, Danisa,” panggil Ibu Danisa. Wanita yang tubuhnya sudah tidak sekuat wanita lainnya itu mendekat dengan senyum tulus menghias pada wajahnya yang sudah mulai renta oleh usia dan penyakit yang dideritanya. Restu dan Danisa menoleh, mendapati wanita yang keduanya hormati tak jauh dari mereka berdiri. “Ibu,” ujar Restu, dengan penuh kesopanan,
Restu yang mendapati pertanyaan dari putrinya, Claudia menoleh ke arah Danisa yang tengah tersenyum dengan tatapan lembut yang ia berikan pada gadis kecil yang sedang berminat pada ayahnya tersebut. Dia menatap penuh tanda tanya ke arah Danisa terkait tentang pertanyaan yang dilakukan oleh Putri kesayangannya tersebut untuknya itu.“Ehm. Apa benar itu Bunda Nisa?” tanya restu kepada wanita yang sedang berdiri tak jauh darinya. Danisa mengalihkan tatapannya pada Restu. Dia yang masih dengan senyum hangatnya itu pun mengangguk pelan atas jawaban yang dia berikan pada pria itu. “Iya, benar. Memang minggu depan ada acara outing class.” Danisa tidak langsung melanjutkan kalimatnya. Dan keraguan pada diri wanita itu terlihat begitu jelas. Restu tidak ingin memaksa. Dia mengalihkan tatapan matanya pada putri tercintanya, bersamaan senyum hangat yang sedang ia berikan. “Sayang, kamu tunggu ayah di tempat permainan ya,” pinta pria itu membujuk sang putri karena dia ingin bicara hal yang
“Ehem.”Restu berdehem pelan, mengurai kecanggungan yang terjadi antara dirinya dan juga Danisa. Dia yang memang mengagumi sosok Danisa. Wanita penyayang, penuh kelembutan yang berhasil mencuri perhatiannya sejak kedekatan anak semata wayangnya itu terjadi pada wanita yang ada di hadapannya itu. “Saya minta maaf. Saya sama sekali tidak memiliki maksud lain padamu,” terang Restu. Dia berusaha mengurai rasa canggung yang tengah Danisa rasakan padanya itu karena tatapan memuja yang tidak sengaja lakukan tersebut. Danisa yang mendapati kalimat permintaan maaf Restu padanya itu pun kembali berusaha menetralkan diri. Menghempas perasaan tak nyaman yang sebelumnya sempat menghampiri dirinya itu. “Tidak apa. Saya hanya sedikit tidak nyaman saja.” Kata Danisa dengan senyum ramah yang kembali menghias wajahnya. Senyum yang biasa Restu lihat, saat wanita di hadapannya itu berbicara pada orang lain “Terima kasih. Sungguh, aku minta maaf dan ada maksud apa pun padamu, Danisa,” jelas Restu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.