Share

Semua Demi Cinta

Jantung Andra seakan ingin melonjak keluar saat ia mendengar sebuah suara yang ia sangat kenali itu bertanya padanya.

“Dra, kamu ini ngapain sih? Ditanya kok malah mematung di situ?”

“Mah, Andra cuman mau….” Andra tak tahu harus menjawab apa, tapi ia harus berpikir keras agar ibunya itu tak curiga.

“Apa? Kamu mau nyuci karpet itu? Seharusnya kamu dengerin kata Mama Dra, jangan cuman nurutin apa kata istri tercintamu yang ga tahu diri itu.”

“Mah….”

“Mulai besok kamu pekerjakan pembantu yang tinggal di rumah ini 24 jam seperti yang Mama sarankan dulu, biar kamu ga repot di pagi buta begini. Bos besar putra dari Raina Mukidi yang berdarah ningrat, tapi bawa cucian ke ruang cuci. Memalukan…!”

“Mah, ini ga setiap hari juga kok Andra lakukan. Cuman tadi kebetulan Andra menumpahkan saus ke karpet ini, lagian Mama datang ke rumah Andra di pagi buta gini mau apa?”

“Orang suruhan Mama bilang istri kamu mendarat di bandara dengan penerbangan terakhir semalam.”

“Natasha? Di bandara?”

“Iya, dia datang dari Singapore dan sekarang di hotel Angsana.” Kini Andra meninggalkan Raina dan membawa karpet itu ke ruang cuci lalu saat melewati pantry ia meraih sebuah saus sambal. Di ruangan itu Andra meletakkan karpet dan menuangkan saus di tempat yang terkena noda darah.

Saat Andra kembali ia mendengar Mamanya kembali mengomel di depan kamar adik iparnya.

“Kamu itu cuman numpang di sini apa ga bisa bangun lebih awal dan membantu Kakak ipar kamu Ge!” seru Raina sambil terus mengetuk pintu kamar Ge yang tertutup.

“Mah, apa-apan sih. Biarkan saja Ge tidur dia harus kuliah nanti.”

“Terus…, bela terus…, kemarin Kakaknya sekarang adiknya. Semua memperbudak kamu dan memanfaatkan kamu, Dra. Sadar… sadar, Dra!”

“Mas, Tante… ada apa? Apa ada yang bisa Ge bantu?”

“Ka….”

“Ikut aku Ge, Kakakmu ada di hotel Angsana!” seru Andra memotong ucapan ibunya sambil berbalik menuju ke kamarnya diikuti Raina yang wajahnya tampak melengos ke arah Ge saat meninggalkan tempat berdirinya.

“Ingat ya Dra, dia itu sudah meninggalkan kamu, jadi kamu juga harus tegas. Kamu harus ceraikan dia, Dra.”

“Mah, bahkan Andra saja ga bisa hidup tanpa dia lalu bagaimana mungkin Andra akan menceraikannya?”

“Dra, mau ditaruh di mana muka Mama ini? Kita keturunan orang terpandang, harta kita ga akan habis tujuh turunan, tapi kamu malah jadi budak cinta.”

“Terserah apa yang Mama mau bilang apa yang jelas sekarang Andra akan susul istri Andra dan akan membawanya kembali ke rumah ini.” Andra berjalan cepat setelah mengganti pakaiannya.

“Ge kamu sudah siap?”

“Sudah, Mas!”

“Ayo!” kedua orang itu berjalan cepat meski wajah Ge tampak sembab dan matanya terlihat merah, tapi rasa bahagia karena Natasha kembali membuat mereka ingin segera bertemu.

Mobil melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi, mereka berharap bisa sampai di hotel itu dengan cepat.

“Mas, jika Kak Natasha pulang kenapa harus menginap di hotel bukankah rumah lama kami ada?”

“Entahlah, tapi Ge. Kamu yakinkan bisa merahasiakan apa yang terjadi diantara kita?”

“Iya Mas, aku ingin melihat Kakakku bahagia, lagi pula aku rasa memang tidak akan terjadi apa-apa diantara kita nanti.”

“Terima kasih, Ge. Maafkan Mas ya yang menempatkanmu di posisi yang sulit ini.”

“Hotelnya sudah kelihatan Mas.”

“Iya Ge, kita akan bawa Natasha pulang hari ini.” Bibir pria yang sepekan ini galau dan tak semangat hidup itu kini bisa tersenyum.

Sebuah foto yang Raina tunjukan padanya membuat Andra langsung menuju ke kamar hotel yang ditempati Natasha lalu mulai menekan bel kamar itu dan terlihat pintu kamar terbuka.

“Mas Andra…,” cetus si pemilik kamar yang begitu kaget akan kehadiran lelaki itu.

“Nat, Mas kangen sama kamu,” ucap Andra yang langsung menghambur memeluk tubuh wanita yang ia cintai.

“Nat, aku mohon jangan tinggalkan aku, aku tak bisa menjalani hidup tanpamu.” Wanita yang dipeluk tampak acuh bahkan tangannya tak tergerak sedikit pun untuk membalas pelukan itu.

“Mas, aku sudah bilang jangan mencariku kenapa Mas malah ke sini?” Andra mengurai pelukannya lalu menatap wanita yang ia cintai, meski yang ingin dilihat berpaling dan menyedekapkan tangannya seolah begitu tak peduli dengan suami yang begitu mencintainya. Ge melihat semua itu meski ia belum ingin menanyakan apa pun hanya saja Ge merasa sangat aneh karena wanita yang sangat baik dan lembut itu kini terlihat berbeda.

“Sayang, apa kamu marah padaku? Atau ada sikapku yang membuatmu tak nyaman? Katakan saja, aku janji akan mengubah apapun yang kamu tak suka.” Wanita yang diajak bicara malah berjalan masuk lalu duduk santai tanpa ingin menanggapinya. Membuat kedua orang di ambang pintu itu menatap tak percaya lalu mengikuti langkahnya bahkan kini Andra ikut duduk di hadapan Natasha.

“Baiklah aku akan jujur, sebenarnya aku tak ingin mengatakan ini dan memilih pergi agar tak menyakiti hatimu, tapi apa boleh buat mungkin ini yang terbaik. Kamu harus mendengar alasanku ingin pergi, Mas.” Natasha menatap adik kesayangannya sekilas lalu menatap suaminya lagi.

“Mas sebenarnya aku memang ingin pergi jauh untuk menikmati kebebasan tanpa kamu atau adikku yang mengganggu. Aku sudah cukup melakukan tugasku selama ini, sekarang aku ingin hidup hanya untuk kebahagiaanku tanpa memikirkan siapa pun seperti yang aku jalani dulu.”

“Tapi Nat, kalau kamu hanya ingin menikmati hidup. Kita bisa melakukannya bersama-sama, kamu ingin pergi ke mana? Ke Eropa, ke Cina atau kamu ingin menjelajahi seluruh pulau di Indonesia dan berlanjut terus hingga seluruh pulau di dunia? Aku akan menemanimu, Sayang.” Kini bujukan bernada lembut Andra itu disertai dengan belaian di tangan berjemari lentik yang masih memakai cincin kawin di jari manis.

“Kak, Mas Andra sangat kehilangan Kakak demikian juga aku. Kami sayang pada Kakak, oh iya beberapa bulan lagi aku akan menjalani sidang skripsi loh, Kak. Apa Kakak tega membiarkan aku sendiri di sini?”

“Kamu tenang saja Ge jika nanti kamu wisuda dan Kakak ada waktu Kakak akan datang kok.” Sebuah jawaban yang terasa tak mungkin keluar dari bibir Kakak yang selama ini menjadi Ibu sekaligus ayah untuknya. Pengorbanan dan kasih sayang yang selama ini Natasha berikan untuknya sangatlah besar, tapi jawaban ini sungguh Ge rasa bukan seperti Kakaknya.

“Ada apa dengan Kakakku Tuhan? Kenapa ia begitu berubah seperti ini?” batin Ge tak percaya.

“Sayang, kalau gitu sambil kita pikirkan langkah selanjutnya apa tidak lebih baik kita pulang dulu ke rumah?”

“Iya Kak, kita pulang dulu. Nanti kalau Kakak memang ingin pergi atau Kakak ingin agar kami berubah seperti yang Kakak mau ‘kan bisa kita bicarakan.” Ge Pun ikut membujuk Natasha agar bersedia pulang karena bagi kedua orang itu Natasha adalah wanita lemah lembut yang selalu memberikan kasih sayang tanpa pamrih meski kini wanita itu terlihat sangat berbeda.

“Pulang…?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status