Share

Natasha Berubah

Sebuah kata yang terlontar disertai mimik wajah yang seakan menggambarkan keengganan menjadi sebuah jawab yang tak dapat Andra dan Ge sangka.

“Kak, sebenarnya apa yang terjadi pada Kakak? Kenapa Kakak jadi seperti ini? Aku rindu Kakakku yang begitu lembut, Kak!” Kini Ge memeluk tubuh Kakaknya dengan erat seakan ingin meyakinkan pada wanita itu jika ia benar-benar mencintainya. Sedang yang di peluk tak bergeming, ia hanya menatap kedepan meski dari matanya ada sebuah perasaan yang membuat hatinya bergetar.

“Baik… baiklah aku akan ke rumah itu, tapi bukan untuk selamanya. Aku hanya akan kembali beberapa saat, tapi nanti jangan melarangku untuk melakukan apapun yang aku inginkan dan kalian juga tidak boleh banyak tanya!”

“Nat, apapun yang kamu mau lakukan, lakukanlah asal kamu mau pulang, Sayang?”

“Ya….” Wanita itu melepas pelukan adiknya lalu menarik koper yang masih terlihat tertutup.

“Aku yang bawa ya, Sayang?” Andra meraih koper itu lalu mendorongnya. Namun, sebelah tangannya masih menggandeng tangan istrinya. Ge yang juga sangat menyayangi Kakaknya meraih sebelah tangan Natasha yang melambai bebas.

“Apa kalian benar-benar bahagia aku pulang?”

“Kenapa tanya begitu? Tentu saja kami bahagia,” ucapan yang seiring serentak bagai di beri komando keluar dari bibir Ge dan Andra bersamaan.

Kini mereka telah sampai di parkiran, Andra membukakan pintu untuk Natasha lalu wanita itu masuk dan duduk begitu saja. Wanita itu hanya diam sedangkan Andra terdengar terus berbicara seakan ingin mencairkan suasana.

“Kita makan dulu yuk?”

“Iya Kak, aku belum sarapan nih.”

“Aku ingin pulang saja, tapi kalau kalian ingin makan aku akan temani.”

“Sayang, memangnya kamu sudah makan?”

“Belum, tapi aku tak ingin makan di tempat yang ramai, aku lelah Mas.”

“Ya sudah aku akan memasakan makanan kesukaan Kakak nanti di rumah. Kakak mau makan apa?”

“Aku mau makan yang banyak sayurnya, apa kita punya stok sayuran di kulkas?”

“Loh, tumben Kakak mau makan yang kayak gitu. Biasanya ga terlalu suka sayur dan lebih suka sesuatu yang bersantan. Di rumah ada ayam dan daging Kak.”

“Ga aku mau makan pecel atau bubur saja, Ge.”

“Ge, Kamu harus mengikuti gaya sehat Kakakmu itu, lihat tubuhnya kini begitu ideal. Apa kamu diet, Sayang?” tanya Andra sambil tersenyum yang hanya di tanggapi dengan tatapan. Hingga sebuah panggilan masuk ke ponsel Natasha yang sesaat kemudian dimatikan begitu saja, lalu terdengar berbunyi lagi. Namun, lagi-lagi di matikan oleh Natasha.

“Sayang, kenapa kamu matikan? Terima saja, siapa tahu penting.”

“Biarkan saja, nanti aku akan menghubunginya jika sudah di rumah.”

“Memangnya siapa itu?”

“Bukan siapa-siapa?” Natasha kembali menatap ke arah jendela lalu diam.

Mobil yang dikendarai Andra telah sampai di halaman rumah.

“Sudah sampai Sayang, ayo kita turun.” Andra turun lalu berjalan ke arah Natasha lalu membukakan pintu untuknya. Terlihat Natasha memandang ke arah bangunan indah bercat putih dengan hiasan emas yang menambah kesan mewah.

Ge bergegas menuju ke arah dapur di mana ada seorang pembantu dan wanita paruh baya yang terlihat duduk sambil menikmati kopinya.

“Tante belum pulang?” tanya Ge terkejut.

“Kenapa, kamu ga suka aku di sini? Ini rumah anakku juga jadi kamu yang cuman numpang ga usah ngurusin saya.”

“Maaf Tante.”

“Kamu mau apa?”

“Mau bikin Bubur untuk Kak Natasha, tante mau?”

“Baru datang aja udah bikin repot,” cetus Raina. Kini pasangan suami istri yang beberapa minggu terakhir terpisah tampak berjalan ke arah dapur.

“Pulang juga kamu? Sudah puas bikin orang bingung?”

“Mah…!” seru Andra.

“Kamu terlalu memanjakan istri jadinya begini, Dra. Bentar-bentar kabur, bentar-bentar bikin repot. Kemana kamu pergi kerumah berondong kamu?”

“Mah…!” Andra kembali berteriak pada Mamanya, ia tak ingin istri yang dengan susah payah pulang akan kembali pergi hanya karena sifat Raina yang keras.

“Kakak, naik saja istirahat dulu nanti kalau sudah siap aku panggil,” usul Ge pada Kakaknya yang terlihat hanya diam mematung.

“Iya, sayang ayo kita tata pakaian kamu di kamar.” Andra menggandeng tangan istrinya lagi.

“Mah. Aku, naik dulu ya?” pamit Natasha pada mertuanya.

Tatapan kemarahan seakan mengikuti kepergian keduanya, bahkan kini Raina meletakkan kasar cangkir kopi yang ia genggam.

“Kemana Nyonya besar?” tanya Bi Isoh, Asisten rumah tangga.

“Ge, kamu awasi baik-baik Kakak kamu jangan pernah bikin kegaduhan lagi. Katakan juga padanya jangan bikin keluarga Mukidi malu, keluarga ku adalah keluarga terpandang gak kayak keluarga kalian, miskin dan yatim piatu. Pasti ga akan pernah ada yang mau mengenal kalian kalau kakakmu ga nikah sama anakku dulu.” Wanita paruh baya itu pergi begitu saja tanpa menghiraukan wajah Ge yang menahan marah.

“Sabar ya Neng, namanya juga nini-nini, ya gitu sifatnya sok yang paling bener.”

“Apa jangan-jangan Kak Natasha pergi juga karena sikap mertuanya itu ya Bi?”

Makanan siap dan kini mereka menikmati sarapan yang cukup kesiangan itu dengan bahagia, Andra tampak beberapa kali menunjukkan perhatian pada Natasha membuat Ge sedikit merasa tak nyaman. Ada sebuah rasa yang tak bisa Ge mengerti, entah rasa itu ada karena rasa bersalahnya karena pernah menghianati sang Kakak atau rasa tak nyaman itu justru karena cemburu karena lelaki yang pernah merenggut kesuciannya kini bermesraan dengan orang lain.

Kehidupan berjalan lebih baik, Andra kini telah kembali mengurus perusahaannya dan Ge juga terlihat bersiap menemui dosen pembimbingnya.

“Kak, Ge berangkat dulu ya, sebelum jam makan siang Ge akan usahakan pulang untuk makan siang bersama. Kakak tunggu Ge ya?”

“Iya, semoga persiapanmu semakin optimal. Kakak yakin kamu bisa dan ingat kamu harus belajar mengurus perusahan garmen Kakak.”

“Kan ada Kakak!”

“Kamu ga bereng Masmu?”

“Em.. nggak Kak.” Ge memang sedikit menghindari Andra, ia tak ingin Natasha menaruh curiga pada mereka. Namun, saat Ge menuju ke arah halte Bus terlihat sebuah mobil menepi.

“Naik Ge, Mas antar.”

“Loh, Mas belum berangkat?”

“Mas mau bicara sama kamu. Masuklah!”

Kini Ge tak memiliki pilihan lain, ia kini membuka pintu mobil lalu masuk.

“Ge kamu yakin ‘kan kalau Kakakmu itu tak tahu tentang apa yang kita lakukan?”

“Maksud Mas apa?”

“Natasha begitu dingin padaku Ge, jangan-jangan dia tahu tentang apa yang terjadi pada kita?”

“Memangnya CCTV di rumah terhubung kemana saja Mas?”

“Hanya ke laptop ku saja, Ge.”

“Mas sudah menghapusnya ‘kan?”

“Sudah, tapi jujur aku takut dia tahu Ge.”

“Aku…  juga Mas, Kak Natasha sedikit lebih pendiam dan lebih suka bermain dengan ponselnya.”

“Apa jangan-jangan benar kata Mama kalau Ge punya lelaki lain ya Ge?”

“Jangan pernah, katakan itu pada Kakakku, Mas!” mata Ge menatap tajam ke arah Andra membuat Andra menciut.

“Maaf Ge, bukan maksudku begitu. Aku hanya takut akan semua perubahan pada Kakakmu.” Mobil telah sampai di halaman kampus. Ge berpamitan, tapi saat ia telah berdiri di ambang pintu mobil, tubuhnya terhuyung, ia merasakan pusing dikepalanya dan juga lemas di sekujur tubuh yang sangat tiba-tiba.

“Ge! Kamu kenapa?” Andra berlari menuju ke arah Ge.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status