Share

Terungkap

Bab 7

Pikiran yang terlintas itu seketika berubah mana kala Ge melihat wajah teduh Kakaknya.

“Jika aku jujur pasti Kakak akan kecewa dan membenciku. Aku belum siap kehilangan kasih sayang Kakak yan selama ini selalu ada di sisiku. Meski setelah kepergiannya saat itu, entah mengapa Kak Natasha terlihat selalu menghindar,” pikir Ge.

“Kak, aku ingin tidur di temani Kakak apa boleh?”

Mata Natasha menatap adiknya seaka tak percaya dengan apa yang di inginkan adik satu-satunya itu.

“Ge, kamu ini sudah besar masa tidur aja minta di temenin. Sudah mana obatmu? Kamu harus minum obat dan tidurlah.”

“Nat, aku ambil dulu obatnya. Aku lupa tak membawanya tadi, atau kamu buatkan saja dulu bubur atau appaun yang bisa Ge makan karena obatnya harus di minum sesudah makan.”

“Loh, bukannya itu obat Mas?” Natasha menunjuk sebuah plastik putih yang terdapat logo sebuah klinik.

“Itu… itu cuman obat Magh, kalau obat yang lain di mobil.”

“Memangnya Ge sakit apa saja?”

“Anu, itu, sepertinya asam lambungnya naik.” Tangan Natasha terulur akan meraih obat yang berada di tas Gesahara.

“Nat! Ge harus makan, sebaiknya kamu ambilkan dulu.”

“Tapi ini masih pagi dan tadi aku lihat Ge juga udah sarapan kok.”

“Lebih baik kalau dia makan sesuatu dulu kata Dokter,” ucap Andra mencoba meyakinkan Natsha.

“Ya sudah aku ambilkan kamu makan dulu, istirahat. Jangan main HP!” kini Natasha menaruh kembali tas milik Ge dan melangkah menuju ke luar kamar.

“Ge, umpetin obatnya. Ini kan isinya cuman vitamin dan suplemen kehamilan sama ada anti mual. Natasha memang belum pernah hamil, tapi dia pasti curiga kalau lihat oatnya ga biasa gini.”

“Jadi gimana Mas?”

“Masukkan dalam laci dan kunci. Kamu minu setelah dia tak lihat, tapi kamu harus meminumnya jangan smapai tidak. Aku juga akan belikan susu hamil untukmu, tapi taruh di kamar saja.”

“Aku takut Mas, aku juga merasa menjadi adik durhaka.”

“Kita tidak berselingkuh Ge, ini hanya sebuah kesalahan yang tidak kita inginkan.”

“Tetap saja akan menyakiti hai Kakakku, Mas.”

“Oleh karena itu kita harus menjaga agar Natasha tak tahu. Aku keluar untuk membantu Natasha membawa makanan kamu dan akan ku usahakan ia tak ke sini sekarang.”

Tak ada pilihan lain untuk Ge selain hanya bisa mengangguk dan membiarkan Kakak ipar yang telah menghamilinya itu mengatur semua untuknya.

“Kakak tenang saja aku tak akan pernah menghancurkan kebahagiaan Kakak.” Geshara telah bertekat di dalam hatinya. Bahkan saat ini Ge sadar jika ia bisa merelakan apapun demi kebahagiaan Kakaknya.

Tangan pucat Ge memasukkan obat-obatan ke dalam laci seperti yang di minta Andra sedangkan Andra tampak berjalan menuju ke arah dapur.

“Kamu buat apa sayang?”

“Aku hanya panaskan sayur dan juga ambil bubur untuk Ge. Kenapa Mas? apa ada makanan yang di pantang oleh Ge?”

“Tidak ada, kata dokter dia boleh makan apapun agar lekas pulih, tapi kapan buat buburnya kok tahu-tahu ada bubur?”

“Aku lagi malas makan nasi da mau makan bubur jadi aku sudah buat untukku sarapan Mas.”

“Apa kamu sakit, Sayang?” Natasha terlihat bingung menjawab pertanyaan suaminya itu untuk sesaat.

“Tidak Mas, aku hanya sariawan kok.” Kalau begitu aku udah males kerja mau ga temenin Mas istirahat?”

“Mas, Ge kan lagi sakit. Masa aku tinggal.”

“Sayang, coba kamu jelasakan apa salahku sehingga kamu berbuat seperti ini? Aku sangat mencintaimu dan tak dapat hidup tanpamu. Jadi jangan menghindar dariku sayang.”

“Mas, tapi Ge….”

“Bibi yang akan antarkan makanan Ge, ya?” Kini Natasha hanya bisa diam tanpa menjawab. Sikap itu saja sudah membuat Andra tersenyum lalu memanggil Bi Isoh.

“Ada apa Pak?”

“Tolong bawa makana ini ke kamar Ge ya Bi.”

“Memangnya Non Ge kenapa, Pak?”

“Lagi kurang enak badan Bi.”

“Oh, baik kalau begitu segera saya antarkan Pak.” Wanita bertubuh berisi itu kini membawa nampan berisi makanan yang telah Natasha siapkan menuju ke arah kamar Ge sedangkan Andra menggandeng lembut istrinya menuju ke arah kamar mereka.

“Sayang aku kangen banget sama kamu.”

“Mas, aku akan banyak meninggalkanmu jadi kamu harus membiasakan diri untuk hidup tanpa ku.”

“Kalau pergi untuk urusan kerja tau untuk jalan-jalan aku akan tennag sayang, asal jangan kayak kemarin. Pergi kok tanpa kabar.” Andra memeluk tubuh Natasha dari belakang sedangkan Natasha hanya diam tanpa ingin membalasnya. Wanita itu cenderung dingin seperti menyimpan sebuah rasa yang tak ingin ia ungkapkan di hadapan sang suami.

“Yang, kamu masih cinta aku kan?”

“Kamu adalah satu-satunya pria yang ammapu membuatku jatuh cinta Mas.”

“Kalau begitu izinkan aku membuktikan cinta ku padamu karena kau juga ingin tahu cintakah kamu padaku Sayang.” Andra membalik tubuh Natasha lalu mengecup pucuk kepalanya setulus hati.

“Aku mencintaimu, dulu, kini hingga ujung usia.” Sebuah uacapan yang membuat raut wajah Natasha berubah. Namun, bibir wanita itu masih saja bungkam.

Lelaki yang benar-benar mencintai istrinya itu kini membawa tubuh yang sekarang terasa ringan  itu ke tempat tidur mereka.

“Sayang, aku mohon ga usah diet, kamu cantik meskipun berisi.”

“Apa sekarang aku tak cantik karena kurus?”

“Kamu akan terlihat cantik dalam kondisi apapun, hanya saja tubuhmu yang semakin ideal ini malah membuatku takut. Aku takut kamu tak bahagia denganku.”

“Apa kalau tubuhku menjadi sangat kurus kamu akan menjauh dariku?”

“Sayang, sudah aku bilang aku tak akan pernah bisa hidup tanpamu. Kamu kurus, gemuk atau bahkan jika kamu berubah sekalipun aku akan tetap mencintaimu. Apa kamu ragukan itu?”

“Aku tak meraguka hanya saja terkadang apa yang kita inginkan tak sejalan dengan apa yang Tuhan takdirkan.”

“Tapi aku bersyukur karena Tuhan mau menakdirkan kamu untukku.” Sebuah sentuhan lebut mendarat di bibir Natasha, terasa hangat lebut dan menggetarkan hatinya.

Pria yang telah beberapa minggu ia tinggalkan itu terlihat menumpahkan segala kerinduan yang ia rasakan. Menyesap rasa yang telah lama tak ia rasakan yang berhasil membangunkan geleyar-gelenyar rasa di dalam hati keduanya. Siang terik terhalang dinding kamar dan di hilangkan rasa panasnya oleh pendingin udara menjadikan kamar itu begitu nyaman dan mendukung bagi kegiatan yang sempat salah ia tujukan pada adik yang seharusnya ia jaga. Namun, saat tangan Andra berhasil membuaka kain yang membalut tubuh sang istri memampangkan pemandangan yang ia rindukan selama beberapa minggu itu tiba-tiba sja keduanya di kagetkan oleh sebuah ketukan pintu yang berulang.

“Mas, Bibi!”

“Ya sebentar Bi!” Andra memunguti bajunya yang telah tertanggal sedangkan Natasha memilih membawa pakaiannya ke kamar mandi dan mengenakannya di sana.

“Ada apa Bi?”

“Itu Non Ge muntah-muntah saat saya bawakan makanan Pak.”

“Apa? Muntah?” Tanpa menunggu apa-apa Andra berlari menuju ke kamar adik sekaligus Ibu dari calon anaknya.”

“Ge kamu ga apa-apa?” tanya Andra panik sambil memeluk tubuh wanita muda yang tengah berjongkok di depan wastafel dengan tangan yang masih memegangi tepian washtafel tersebut. Ia tak peduli apa yang di pikirkan orang lain saat ia langsung berlari membuka pintu kamar lalu membuka pintu kamar mandi.

“Kenapa Mas ada di sini?”

“Jangan banyak tanya. Kalau sudah muntahnya ayo ke kamar lagi, aku bantu.”

Saat Andra membantu Ge, Natasha hanya melihat dari pintu kamar. Ia menatap kedekatan dua orang yang ia sayang itu.

“Mas, ada Kak Natasha.”

“Aku ga mungkin iarin kamu jalan sendiri Ge, kamu bisa jatuh.”

“Tapi….”

“Sudah, dia ga akan marah hanya karena aku menolong kamu.” Ge sempat bingung karena tubuhnya yang lemah tak kunjung di tolong oleh Kakaknya, padahal biasanya baru saja ia bersin maka Natasha akan langsun menbuatkan minuman hangat atau melakukan hal lain. Natasha tak akan pernah bisa melihat Ge sakit.

“Kamu kenapa Ge?”

“Aku mual Kak.”

“Sudah minum obat?”

“Su- sudah.”

“Kalau begitu biar Kakak baluri tubuhmu dengan minyak biar hangat.” Natasha tampak begitu tenang. Ia membuka tutup botol sebuah minyak beraroma khas yang ada di meja Ge.

“Mas keluar dulu, nanti Ge malu.”

“Oh iya, maaf. Aku sangat khawatir, selama ini Ge tak pernah sakit Nat.”

“Iya Mas.” Natasha masih tersenyum saat menatap punggung lelaki yang terus berjalan ke liuar.

“Bi minta teh hangat, jangan terlalu manis tapi ya Bi.”

“Baik Bu,” ucap Bi Iroh sambil lalu berjalan keluar meninggalkan kakak beradik itu.

“Kak, Kakak ga marah sama Mas Andra kan karena menolongku tadi?”

“Marah? Mana mungkin, Kakak malah bahagia karena klian bisa saling menjaga kalau Kakak pergi.”

“Memangnya Kakak mau pergi lagi?”

“Entah, tapi sepertinya Kakak memang harus pergi.”

“Kak, Mas Andra sangat mencintai Kakak. Jangan di tinggal-tinggal dia itu galau berat kalau ga ada Kakak.”

“Kana da kamu.”

“Maksud Kakak?”

“Ya ga ada Maskud. Kalau Kakak lagi ga ada ya kalian harus saling menghibur dan saling menjaga. Itu aja.”

“Kakak kenapa sih kok berubah?”

“Kakak ga berubah kok. Kakak sayang kamu, sayang Mas Andra, tapi kalian itu jangan terlalu berlebihan kalau menyayangi sesuatu nanti malah jadi ketergantungan.”

“Memangnya Kakak ga mau kalau kami bergantung pada Kakak.”

“Klaian harus mencintai mahluk dengan sewajarnya karena cinta yang sesungguhnya dalah cinta pada Si Pemilik Hidup.” Mata Ge menatap Kakaknya, ada sebuah rasa takut di campakkan oleh wanita yang selama ini selalu berdiri di sampingnya tanpa kenal ke adaan ia selalu ada di sisinya.

Ge menarik tangan Natasha lalu memeluk tubuh wanita itu erat.

“Ge sayang sama Kakak, Ge ga mau kehilangan Kak Natasha,” ucapnya lirih dalam dekapan sang Kakak yang terasa hangat bagai dekapan bundanya dulu.

“Jangan cengeng, udah besar kok masih kayak anak kecil. Kamu tahu ga kalau di kampung-kampung yang berada di pelosok. Gadis seusia kamu ini uadah di panggil Ibu jadi jadilah wanita mandiri yang dapat mengurus dirimu sendiri. Coba sekarang Kakak lihat apa kamu sudah baikan?” Natasha menangkupkan telak tangannya di pipi sanga adik lalu menekannya dengan gemas.

“Jaga dirimu, ingat kamu sudah dewasa sekarang.”

“Kakak mau kemana?”

“Ke kamar Ge, Kakak mau istirahat.”

“Kakak ga mau temenin Ge tidur?”

“Ge…!”

“Iya, Ge sudah dewasa, sudah pantes jadi Ibu jad ga boleh manja.” Bibir Natasha tersenyum lalu pergi meninggalkan kamar Geshara.

“Memangnya Ge hamil?” tanya Andra dengan wajah pucat. Natasha yang mendengar pertanyaan suaminya hanya mengerucutkan bibir lalu pergi tanpa penjelasan.

“Kakakmu tahu kamu hamil?”

“Apa, Non Ge hamil?” tanya wanita yang baru saja masuk sambil membawa segelas teh hangat di tangannya.

Novianita

Terima kasih sudah berkenan mampir ke cerita pertamaku ini, semoga terhibur.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status