Share

Benih Rahasia Kapten Yudha
Benih Rahasia Kapten Yudha
Penulis: Lisani

Part 1 Uang 300 Juta

Penulis: Lisani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-09 12:13:57

“Kalau minta sumbangan itu, jangan sampai memeras donaturnya!” sindir seorang wanita paruh baya yang melemparkan segopok uang  ke pangkuan seorang gadis berambut sebahu.

Mata gadis itu berembun. Dengan tangan gemetar ia menyentuh dua bundel uang pecahan seratus ribu rupiah itu. Uang dengan nominal yang telah dijanjikan pemilik perusahaan tempat Tari bekerja sebagai cleaning service. Tanpa mampu ia bendung, tetesan bening itu jatuh satu persatu membasahi uang di pangkuannya.

Tari sama sekali tidak berniat memeras. Ia hanya sedang berusaha mengumpulkan uang sumbangan untuk biaya operasi jantung salah satu adik pantinya. Ia juga tidak meminta, tapi Tuan Giriandra, suami dari wanita di hadapannya itulah yang memintanya datang ke rumah mewah ini. Pria itu mendadak harus ke luar kota sehingga tidak sempat mampir ke panti.

Dengan bibir bergetar dan menelan getir, Tari berucap, “Te-terima kasih banyak, Nyonya.”

“Hem!” gumamnya duduk menyilang kaki.

Tari menelan saliva untuk kesekian kalinya sejak datang ke rumah ini. Setelah sejam lebih menerima caci maki, akhirnya istri atasannya itu memberikan uang yang dijanjikan.

“Lain kali jangan minta lagi! Kalau masih mau, cium kaki saya dulu!” tukasnya sebelum gadis yang bersimbah air mata itu beranjak dari sofa. 

Tari menatap alas kaki si Nyonya Besar. Sangat jauh berbeda dengan kakinya yang polos tak beralaskan apa pun. Saat datang tadi, ia diminta melepas alas kakinya agar tidak menapaki karpet mahal ruang tamu ini.

Mengingat kondisi adik pantinya yang semakin memburuk, Tari mengumpulkan keberanian. Ia menatap mata wanita judes yang duduk ongkang-ongkang kaki sambil membolak-balik tabloid di pangkuannya.

Menyadari jika sedang ditatap, wanita itu mendongak membalas tatapan gadis berbaju lusuh itu. “Kenapa?”

“Kalau Nyonya bersedia membiayai operasi jantung adik panti saya, saya bersedia mencium kaki Anda, Nyonya,” ucapnya lirih.

Bukannya merasa iba, wanita dengan bibir berpoles liptik merah itu beranjak dan tertawa terbahak-bahak. “Heh! Kamu pikir uang untuk operasi jantung itu sedikit? Mikir! Kamu kira uang yang kamu pegang sekarang itu daun yang habis disapu di halaman? Itu duit hasil keringat suami saya! Awas ya, sekali lagi saya dengar kamu minta sumbangan sama suami saya,” ucapnya menoyor kepala gadis itu. “Saya pastikan tidak akan ada lagi donasi untuk panti tempat kamu tinggal. Mengerti?!”

“I-iya, Nyonya,” sahut Tari terbata. Ia hanya sedang mencoba, mungkin saja wanita itu mau mengabulkannya.

“Mau saya kasih tahu caranya buat dapat uang banyak dan cepat?” bujuk wanita itu.

Tari menoleh dengan penuh harap. “Anda punya tawaran pekerjaan untuk saya, Nyonya?”

“Ada. Saya sarankan kamu jual diri. Wajah jelek kamu bisa ditutupi makeup. Tubuh kamu memang tidak sebagus model, tapi cukup berisi di sisi yang tepat. Pasti banyak yang mau bayar mahal untuk pelayanan gadis murahan seperti kamu,” ucap wanita itu dengan senyum mengejek.

Rasanya jantung Tari seperti ditusuk-tusuk. Kalimat-kalimat hinaan dari wanita itu seakan tak ada habisnya. Tari merasa ingin segera pergi dari hadapan nenek sihir yang satu ini.

Tari menggeleng pelan menghapus air matanya. Walau memaksakan diri, gadis itu berusaha menunjukkan senyum terbaiknya. Nominal 20 juta rupiah memang bukan nominal yang kecil. Maka, sebisa mungkin ia harus menahan sakit dari penghinaan ini.

Nominal di tangannya ini adalah gaji setengah tahun bagi Tari. Kalau saya tidak memikirkan sulitnya mengumpulkan rupiah dalam waktu singkat, mungkin ia akan mengembalikannya.

Itulah masalah besar Tari sekarang. Selain nominal yang sangat besar, dirinya juga tidak punya banyak waktu. Dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi.

“Sana kamu pergi! Jangan pernah datang dan menginjakkan kaki di rumah ini lagi!” desis wanita itu menarik kasar lengan Tari dan mendorongnya keluar dari ruang tamunya. Tak lupa wanita itu menendang sepasang sandal jepit itu keluar.

Blam!!!

Disaat yang sama, Tari nyaris terjungkal jika saja seseorang tidak menahan lengannya. Tari menghela lega, hampir saja ia jatuh menggelinding di tangga teras rumah ini. Sepertinya bukan hanya terkilir, tapi kepalanya mungkin akan terluka.

“Maafkan sikap mama saya,” ucap seseorang.

Suara bariton itu terdengar tegas, tapi juga hangat disaat yang sama. Tari menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria berseragam loreng.

Tubuh tinggi tegapnya seperti tiang kokoh. Bahunya lebar dan lengannya kekar. Membuka kelopak matanya lebih lebar, Tari dapati wajah rupawan dengan rahang yang tegas, hidung bangir dan bibir yang mengulas senyum tipis. Kontras dengan sorot tatapnya yang tajam dan lengkung alisnya yang hitam pekat.

Mama.

Satu kata itu menyadarkan Tari sehingga refleks menarik lengannya. Jangan sampai wanita bermulut culas itu kembali muncul dan mencecarnya. Bukan tidak mungkin dirinya dituduh sebagai penggoda putranya.

“Maaf dan terima kasih,” ucap Tari berusaha berdiri sendiri dan membersihkan kedua telapak tangannya.

Tari kembali menjauh untuk mengambil sandalnya. Ia harus segera pulang memasak untuk makan malam adik-adik panti. Malam ini ia juga harus kerja paruh waktu di warung tenda.

“Anda butuh uang berapa?”

“Ha?” Tari kembali menoleh ke arah pria tampan dan gagah itu. Siapa pun akan setuju jika melihat wujud tentara yang satu ini.

“Bukannya Anda sedang mengumpulkan uang untuk sumbangan? Saya tanya, berapa banyak yang Anda butuh? Saya bisa kasih hari ini juga,” ucap pria yang di dadanya melekat sulaman nama Yudha.

Tari mengulas senyum tipis lalu bertanya, “Anda berniat menyumbang atau punya maksud tertentu?”

Pria itu maju selangkah. Lengannya tersilang di dada, menunduk lalu berbisik, “Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan juga, Nona.”

Tari memejamkan mata menahan kesal. Gadis itu masih sadar di mana kakinya berpijak. Ia belum meninggalkan rumah mewah ini.

“Saya butuh uang 250 juta, Tuan Muda,” jawab Tari mengulurkan map di tangannya.

Pria itu menerima dan mulai membacanya. Tari yakin dia bisa melihat proposal bantuan pembiayaan untuk tiga anak panti yang sedang sakit. Terutama anak yang butuh operasi jantung dalam waktu dekat.

Bola mata yang dibingkai alis tebal itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Dari jarak sedekat ini, Tari bisa mencium aroma kayu dan buah segar. Parfum mahal memang punya kelasnya sendiri.

Seketika Tari merasa minder. Tubuhnya mungkin bau keringat karena harus berlari dari gerbang perumahan ini. Tadi tidak ada ojek sama sekali di dekat gerbang, sementara istri atasannya mengharuskannya datang sebelum pukul dua siang. Wanita itu mengatakan ada janji penting. Kenyataannya, ia hanya sedang dipermainkan.

Pria berseragam loreng itu mengembalikan map hijau pada Tari seraya berkata, “Saya punya penawaran untuk Anda, Nona Andi Ayudia Batari.”

“Tidak, terima kasih, Tuan Muda,” tolak Tari menggeleng. Tari menduga pria itu akan memberikan ide yang sama seperti yang diutarakan mamanya tadi. “Saya permisi.”

Baru dua langkah Tari menuruni tangga teras, pria itu berkata, “Saya siapkan uang 300 juta. Bagaimana?”

###

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 77 Peduli atau Carper

    "Ulangi ucapanku Rian! Persis seperti tadi!" perintah Yudha.Sekali lagi Rian berdeham lalu berkata, "Perhatian untuk tamu yang tak diundang! Tolong sadar tempat! Rumah ini bukan tempat nongkrong, jadi tamu tahu diri. Jangan buat dapur Bukap berantakan! Isi kulkas jangan diacak-acak! Kerja yang cepat, tidak pakai ngerumpi!" Ken dan Kayla melongo. Mereka sudah bekerja keras menyiapkan makan siang, tapi begini reaksi tuan rumahnya. "Kan, aku udah bilang tadi. Mending dengar versi sortiran dari Bang Rian," keluh Ken.Keyla memicingkan curiga. "Memangnya senior kamu ini bisa hapal dengan sekali dengar?" tanyanya sangsi.Ken menggeleng, lalu berkata, "Ini bukan soal gampang hapal. Itu kalimat yang udah sering dibilang sama Kapten kalau kami datang ke sini belakang ini. Lagian Kapten pasti denger kita ngegosip dari tadi.""Nggak bisa dibiarin. Kalau udah kayak gini, mending sekalian aja acak-acak isi kul-" Kayla terdiam membisu melihat isi kulkas Tari. Semua tertata dengan rapi. Sayuran

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 76 BESTie Bukap

    Yudha hanya bisa melangkah mundur dan mempersilahkan papanya masuk. Arbian dan Kayla juga ikut masuk. Adiknya terkikik geli dan langsung masuk ke kamar mencari Tari."Kalian kenapa tidak ikut masuk? Kan saya yang ajak kalian ke sini?" ujar Rudi pada rekan-rekan kerja putranya. "Masuk!" perintah Yudha."Begitu cara kamu mengajak masuk tamunya Bukap?" tanya Arbian. Yudha merotasi bola matanya. Kali ini ia tidak berucap, tapi lirikan matanya memberi isyarat agar mereka ikut masuk. Saat Yudha ingin mengambil food container dari tangan Ken, si Bontot Tim Alfa itu malah mundur selangkah lalu menyembunyikan kotak itu dibelakangnya."Ini tuh dibawain buat Bukap. Bukan buat Kapten," ujar Ken."Iya saya tahu!" balas Yudha melotot.Rudi berdecak dan geleng-geleng kepala. "Papa kira kamu galaknya cuma pas latihan atau lagi tugas. Ini kamu lagi santai, ada tamu, masih aja galak. Nggak heran kalau kamu dijuluki Kapten Galak.""Gimana nggak dongkol kalau lagi mageran pengen meluk istri, tapi kalia

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 75 Dekapan Hangat

    Tari mengerjap dan perlahan tubuhnya terasa lemas seiring pulihnya kesadarannya. Terbayang saat menyadari dirinya mengalami pendarahan. Sontak matanya membelalak dan langsung meraba perutnya.Merasakan perutnya masih membuncit, Tari merasa setumpuk beban sirna begitu saja. Calon buah hatinya, masih bersamanya. Disaat itu juga, Tari melihat sebuah lengan yang memeluk tepat di bawah perutnya. Punggungnya ikut bergerak teratur seiring deru napas suaminya. Ya, Tari tahu itu Yudha dari jam tangan pria itu. "Maafkan saya, Tari," bisik Yudha.Tari mengulum bibirnya. Diam dan sengaja menunggu pria berkarakter dingin itu mengungkapkan perasaannya. Sejujurnya ia tidak marah. Ia tahu kalau situasinya darurat."Saya tahu kamu marah," ucap Yudha sembari mengusap punggung tangan Tari dengan jempolnya."Sok tahu," batin Tari cemberut. Tanpa tahu jika Yudha mengamati ekspresi wajahnya dari pantulan kaca lemari. "Kali ini dia benar-benar marah. Biasanya diakan bilang tidak apa-apa atau tidak masala

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 74 Selalu Dia di Pikiranmu

    Fokusnya kembali pada kabel semrawut yang harus ia pastikan sebelum memotongnya. Di luar sana, tampak personil lain mulai menjauh. "Anda yakin, Kapten?" tanya Serka Hilman sekali lagi. Yudha menatap pria itu sembari mengangguk. "Bom rakitan yang terakhir harus dihentikan dengan cara mengakhiri koneksi listriknya secara bersamaan. Terlalu banyak kabel pararel di sini. Jadi satu-satunya cara efektif untuk saat ini adalah memotongnya dalam waktu bersamaan. Karena konektornya tertanam di sana, maka Serka Hilman yang ke sana. Kita tetap terhubung dan hitung bersamaan saat memotong kabelnya nanti," saran Yudha. Hilman berdiri dan sekujur tubuhnya pegal bukan main. Dua jam lebih tubuhnya dalam posisi yang sama. "Baiklah, Kapten," sahutnya melangkah keluar dari kontainer. "Saya janji kamu akan bangun di pelukan saya Tari. Tolong yang kuat dan jaga anak kita," batin Yudha sambil melirik angka digital dari penunjuk waktu yang terus berkurang. Tak lama kemudian, terdengar komentar Letk

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 73 Tekanan Bertubi

    Pria yang berusi 40-an tahun itu menoleh ke belakang. Matanya nyaris keluar karena ada kabel lain yang ditemukan dan arahnya sama, tertuju ke area parkir. Perlahan tapi pasti, seiring personil lain membersihkan tutupan tanah dan kerikil, kabel abu-abu itu kini terlihat jelas. Sialnya, kabel itu tidak dalam posisi lurus, melainkan berbelok ke spot parkir lain. Spot yang tidak lain posisi mobil Yudha saat ini."Jangan bergerak, Mayor Ammar! Turun dari mobil sekarang juga!" perintah Letkol Guntur."Tapi Komandan, Bu Yudha harus segera dibawa ke rumah sakit," sahut Mayor Ammar yang sudah siap melajukan mobil. Tatapannya memohon. Ia juga seorang suami dan seorang ayah dari dua anak. Tidak mungkin ia menunda dan membiarkan istri rekannya dalam situasi seperti ini."Konektor kedua ada di bawah mobil ini!" ucap Letkol Guntur menoleh ke belakang mobil Yudha di mana akhir kabel kedua itu tertuju. Di balik kemudi, Mayor Ammar terhenyak dan akhirnya melepas seat belt Tari. Kalau saja ia nekat,

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 72 Bukan Prioritas

    Tari memandang punggung suaminya yang berlari menjauh. Bergegas menuju ke arah kontainer. Menurut informasi yang didengarnya tadi dari sambungan telpon, peledaknya ada di dalam kontainer itu. Tari kembali meringis merasakan perutnya yang kram. Tubuhnya yang lemas bahkan tidak sanggup membuka pengait seatbelt. Begitu juga handle pintu mobil. Ingin berteriak, suaranya tertahan di tenggorokan. Ingin meminta tolong dengan menghubungi seseorang, tapi ponselnya ada di dalam tas. Sementara tasnya berada di jok belakang. Tari sadar jika dirinya bukan prioritas Yudha. Terlebih pada situasi seperti ini. Bukankah sejak awal, ia sudah tahu resiko menjadi istri seorang abdi negara? Bibir Tari bergetar. "Mas ...," lirihnya berharap agar Yudha meminta seseorang memeriksanya. "Kumohon ingat aku sejenak. Menolehlah, Mas! Lihat ke sini sebentar saja," batin Tari dengan harapan Yudha akan menyadari jika dirinya tidak kunjung turun dari mobil. Perasaan Tari semakin tak karuan saat merasak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status