Share

Part 5 Tawaran Gila

Yudha tersenyum puas mendengar penuturan Dokter Ayana. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, Tari dinyatakan sehat untuk mengandung.

“Selamat Yud, akhirnya kamu bisa merealisasikan harapanmu selama ini,” ucap dokter cantik itu mengulurkan tangan bergantian pada Yudha dan Tari.

“Thanks,” balas Yudha singkat lalu menoleh pada Tari.

“Tari, kamu mengerti apa saja yang saya jelaskan tadi, bukan?” tanyanya dengan seulas senyum. “Selama prosesnya bayi tabungnya berlangsung sampai kamu melahirkan, saya yang akan memantau kondisi kamu.”

Tari mengangguk seraya berkata, “Iya, Dok. Saya mengerti dengan penjelasan Anda tentang proses inseminasi tadi.”

“Syukurlah. Sudah lama teman saya ini menunggu calon yang tepat. Mulai sekarang, jaga kondisi kesehatan kamu,” sarannya ramah.

“Kami pulang duluan,” pamit Yudha. Dokter kandungan itu hanya mengangguk kecil.

Sementara Yudha dan Tari berjalan dengan tergesa menuju ke parkiran. “Buru-buru mau ke mana?” tanya Yudha yang merasa masih harus bicara dengan Tari.

“Saya harus segera pulang, Tuan Muda. Adik-adik saya mau makan apa malam ini? Sekalipun di sana ada adik panti yang sudah tahu memasak, tapi besok mereka ada ujian. Mereka akan kelelahan dan tidak bisa fokus belajar,” terang Tari yang mulai membuka aplikasi jasa transportasi online.

“Pesankan saja! Saya masih mau bicara sama kamu. Ini penting, saya tidak punya banyak waktu. Besok saya ada jadwal latihan rutin dengan tim saya,” putus Yudha merampas ponsel Tari dan menarik gadis itu masuk ke mobilnya.

Tari menahan langkah, Yudha tahu gadis itu masih bingung. Namun, ia dan Tari harus membuat perjanjian hitam di atas putih.

“Jadwal operasi anak itu sudah ditentukan. Jadwalnya bahkan lebih awal daripada jadwal operasi kamu. Sekalipun kamu sudah setuju, saya ingin kita tetap membuat surat perjanjian. Agar kedepannya, baik saya maupun kamu tidak ada yang dirugikan. Ketahuilah, hal ini sangat berarti untuk hidup saya,” pungkas Yudha sunguh-sungguh.

Sepanjang perjalanan Yudha maupun Tari memilih diam. Yudha fokus mengemudi. Tari fokus mengirim pesan pada resto yang menerima layanan antar atas rekomendasi Yudha. Resto itu juga yang sedang mereka tuju, sehingga Yudha mengatakan akan membayar semua tagihannya di sana.

“Bagaimana? Makanannya sudah tiba?” tanya Yudha saat mereka memasuki area parkir.

Sejak belasan menit berlalu, Tari terus saja melamun. Mungkin gadis itu kembali merenungi keputusan nekatnya.

“Belum, tapi kata kurirnya sudah dekat. Terima kasih banyak, Tuan Muda,” ucap Tari tulus. Malam ini adik-adiknya makan dengan menu lezat bergizi yang jauh berbeda dari biasanya. 

Begitu masuk, mereka langsung menuju ke lantai dua ruko itu. Karyawannya tampaknya sudah kenal baik dengan Yudha. Sambil menunggu makanan disajikan, mereka salat lebih dulu di musolah rumah makan itu.

“Bagaimana rasa makanannya?” tanya Yudha membuka obrolan.

“Enak, Tuan Muda,” jawab Tari mengangguk.

Setelah meneguk air minumnya, Yudha berkata, “Karena kamu sudah setuju untuk mengandung calon anak saya, maka saya akan menikahi kamu.”

Uhuk uhuk uhuk!!

“Me-menikah?” Tari membelalak setelah sempat merasa napasnya terputus.

Kegilaan apa lagi ini? Itu yang terpikirkan oleh Tari kala mendapati Yudha mengangguk dengan tenang.

“Apa otak Anda rusak? Setelah kegilaan yang Anda ungkapkan tadi siang untuk mengandung bayi Anda, sekarang Anda minta saya menikah dengan Anda?” ulang Tari memastikan jangan sampai gendang telinganya yang salah dengar.

“Dengar Tari, sejak awal saya tidak tertarik dengan yang namanya pernikahan. Menikah hanya membuat pikiran saya runyam. Lagipula, kalau kamu hamil tanpa suami, apa kamu siap? Kamu akan jadi gunjingan. Hal itu akan berpengaruh dengan kondisi kesehatan kamu dan janin saya nantinya. Setelah bayi itu lahir, kita akan bercerai dan kamu bebas melanjutkan hidup. Selama itu, kamu saya gaji bulanan. Setelah melahirkan pun akan saya beri pesangon atas usaha kamu setahun,” ujar Yudha menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.

“Tapi ....”

Menahan kesal, Yudha berbisik, “Surogasi di Indonesia itu ilegal. Tadinya saya ingin bawa kamu tinggal ke luar negri saja, sampai bayi saya nanti lahir. Tapi, setelah menimbang banyak hal, saya putuskan untuk menikahi kamu dan punya anak dengan proses bayi tabung.”

“Saya bisa menganggap anak itu sebagai anak saya juga?” tanya Tari dengan mata berkaca-kaca. Ia pikir, putra atasannya itu tidak peduli sama sekali dengan perasaannya.

“Saya tidak akan menghalangi interaksi kamu dengan anak kita kelak. Dia berhak tahu siapa ibunya. Hanya saja, saya tidak bisa memaksa kamu bertahan dalam ikatan pernikahan yang sejak awal tidak ada rasa, hanya ada kesepakatan demi membawanya lahir ke dunia ini,” lanjut Yudha.

“Apa nantinya Anda ak-”

“Tenang saja, kamu mengandung tanpa harus saya sentuh,” ucap Kapten Yudha.

“Jadi, aku ini istri sewa rahim?” tanya Tari terhenyak.

Yudha mengulum bibirnya ragu kemudian mengangguk. Kurang lebih memang seperti itu. Yudha ingin mencari wanita yang baik untuk dijadikan istri, kemudian melahirkan benih yang dirahasiakannya.

Awalnya ia tidak tertarik untuk menikah. Ia bisa melakukan proses surogasi di luar negri karena di Indonesia itu ilegal. Akan tetapi, ia memikirkan nasib anak itu jika kelak ia dilahirkan. Jangan sampai anak yang diperjuangkannya itu dicap sebagai anak haram.

Tari masih diam dengan kemelut pikirannya. Yudha berdeham dan kembali berkata, “Ingat satu hal, tidak ada yang tahu dengan perjanjian kita ini. Termasuk Ibu Nilam.”

Tari mengangguk pasrah. Gadis itu hanya bisa menduga pria macho di hadapannya itu mungkin benar seorang gay. Kalau tidak, mungkin Yudha mengalami impoten. Demi mendapat keturunan, pria itu rela melakukan cara seperti ini.

“Apa ini berarti … Anda itu … gay?” cicit Tari.  

“Terserah isi kepalamu saja, Nona. Kalau pikiran itu masih ada, sepertinya matamu buta,” balas Yudha dengan sindiran telak.

Bibir Tari mengerucut lalu sudut bibirnya mencebik. Aksi protesnya tertahan karena lelah berdebat. Ditambah pikirannya juga penat. Kalau memang pria berprofesi sebagai tentara itu tidak gay, lantas alasan apa yang membuatnya harus serumit ini untuk punya anak?

“Ini tawaran gila. Lama-lama aku juga bisa ikutan gila,” gumam Tari tanpa sadar.

Diam-diam Yudha mengulum senyum. Tingkah polos Tari jadi hiburan sendiri baginya. Namun, kepolosan dan kebaikan hati gadis itulah yang turut membuatnya yakin jika tidak salah memilih.

“Atau ... Anda sakit? Maksud saya ... Anda impoten?” bisik Tari yang membuat Yudha menyemburkan air yang diminumnya.

###

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status