Share

Part 5 Tawaran Gila

Penulis: Lisani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-17 15:09:34

Yudha tersenyum puas mendengar penuturan Dokter Ayana. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, Tari dinyatakan sehat untuk mengandung.

“Selamat Yud, akhirnya kamu bisa merealisasikan harapanmu selama ini,” ucap dokter cantik itu mengulurkan tangan bergantian pada Yudha dan Tari.

“Thanks,” balas Yudha singkat lalu menoleh pada Tari.

“Tari, kamu mengerti apa saja yang saya jelaskan tadi, bukan?” tanyanya dengan seulas senyum. “Selama prosesnya bayi tabungnya berlangsung sampai kamu melahirkan, saya yang akan memantau kondisi kamu.”

Tari mengangguk seraya berkata, “Iya, Dok. Saya mengerti dengan penjelasan Anda tentang proses inseminasi tadi.”

“Syukurlah. Sudah lama teman saya ini menunggu calon yang tepat. Mulai sekarang, jaga kondisi kesehatan kamu,” sarannya ramah.

“Kami pulang duluan,” pamit Yudha. Dokter kandungan itu hanya mengangguk kecil.

Sementara Yudha dan Tari berjalan dengan tergesa menuju ke parkiran. “Buru-buru mau ke mana?” tanya Yudha yang merasa masih harus bicara dengan Tari.

“Saya harus segera pulang, Tuan Muda. Adik-adik saya mau makan apa malam ini? Sekalipun di sana ada adik panti yang sudah tahu memasak, tapi besok mereka ada ujian. Mereka akan kelelahan dan tidak bisa fokus belajar,” terang Tari yang mulai membuka aplikasi jasa transportasi online.

“Pesankan saja! Saya masih mau bicara sama kamu. Ini penting, saya tidak punya banyak waktu. Besok saya ada jadwal latihan rutin dengan tim saya,” putus Yudha merampas ponsel Tari dan menarik gadis itu masuk ke mobilnya.

Tari menahan langkah, Yudha tahu gadis itu masih bingung. Namun, ia dan Tari harus membuat perjanjian hitam di atas putih.

“Jadwal operasi anak itu sudah ditentukan. Jadwalnya bahkan lebih awal daripada jadwal operasi kamu. Sekalipun kamu sudah setuju, saya ingin kita tetap membuat surat perjanjian. Agar kedepannya, baik saya maupun kamu tidak ada yang dirugikan. Ketahuilah, hal ini sangat berarti untuk hidup saya,” pungkas Yudha sunguh-sungguh.

Sepanjang perjalanan Yudha maupun Tari memilih diam. Yudha fokus mengemudi. Tari fokus mengirim pesan pada resto yang menerima layanan antar atas rekomendasi Yudha. Resto itu juga yang sedang mereka tuju, sehingga Yudha mengatakan akan membayar semua tagihannya di sana.

“Bagaimana? Makanannya sudah tiba?” tanya Yudha saat mereka memasuki area parkir.

Sejak belasan menit berlalu, Tari terus saja melamun. Mungkin gadis itu kembali merenungi keputusan nekatnya.

“Belum, tapi kata kurirnya sudah dekat. Terima kasih banyak, Tuan Muda,” ucap Tari tulus. Malam ini adik-adiknya makan dengan menu lezat bergizi yang jauh berbeda dari biasanya. 

Begitu masuk, mereka langsung menuju ke lantai dua ruko itu. Karyawannya tampaknya sudah kenal baik dengan Yudha. Sambil menunggu makanan disajikan, mereka salat lebih dulu di musolah rumah makan itu.

“Bagaimana rasa makanannya?” tanya Yudha membuka obrolan.

“Enak, Tuan Muda,” jawab Tari mengangguk.

Setelah meneguk air minumnya, Yudha berkata, “Karena kamu sudah setuju untuk mengandung calon anak saya, maka saya akan menikahi kamu.”

Uhuk uhuk uhuk!!

“Me-menikah?” Tari membelalak setelah sempat merasa napasnya terputus.

Kegilaan apa lagi ini? Itu yang terpikirkan oleh Tari kala mendapati Yudha mengangguk dengan tenang.

“Apa otak Anda rusak? Setelah kegilaan yang Anda ungkapkan tadi siang untuk mengandung bayi Anda, sekarang Anda minta saya menikah dengan Anda?” ulang Tari memastikan jangan sampai gendang telinganya yang salah dengar.

“Dengar Tari, sejak awal saya tidak tertarik dengan yang namanya pernikahan. Menikah hanya membuat pikiran saya runyam. Lagipula, kalau kamu hamil tanpa suami, apa kamu siap? Kamu akan jadi gunjingan. Hal itu akan berpengaruh dengan kondisi kesehatan kamu dan janin saya nantinya. Setelah bayi itu lahir, kita akan bercerai dan kamu bebas melanjutkan hidup. Selama itu, kamu saya gaji bulanan. Setelah melahirkan pun akan saya beri pesangon atas usaha kamu setahun,” ujar Yudha menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.

“Tapi ....”

Menahan kesal, Yudha berbisik, “Surogasi di Indonesia itu ilegal. Tadinya saya ingin bawa kamu tinggal ke luar negri saja, sampai bayi saya nanti lahir. Tapi, setelah menimbang banyak hal, saya putuskan untuk menikahi kamu dan punya anak dengan proses bayi tabung.”

“Saya bisa menganggap anak itu sebagai anak saya juga?” tanya Tari dengan mata berkaca-kaca. Ia pikir, putra atasannya itu tidak peduli sama sekali dengan perasaannya.

“Saya tidak akan menghalangi interaksi kamu dengan anak kita kelak. Dia berhak tahu siapa ibunya. Hanya saja, saya tidak bisa memaksa kamu bertahan dalam ikatan pernikahan yang sejak awal tidak ada rasa, hanya ada kesepakatan demi membawanya lahir ke dunia ini,” lanjut Yudha.

“Apa nantinya Anda ak-”

“Tenang saja, kamu mengandung tanpa harus saya sentuh,” ucap Kapten Yudha.

“Jadi, aku ini istri sewa rahim?” tanya Tari terhenyak.

Yudha mengulum bibirnya ragu kemudian mengangguk. Kurang lebih memang seperti itu. Yudha ingin mencari wanita yang baik untuk dijadikan istri, kemudian melahirkan benih yang dirahasiakannya.

Awalnya ia tidak tertarik untuk menikah. Ia bisa melakukan proses surogasi di luar negri karena di Indonesia itu ilegal. Akan tetapi, ia memikirkan nasib anak itu jika kelak ia dilahirkan. Jangan sampai anak yang diperjuangkannya itu dicap sebagai anak haram.

Tari masih diam dengan kemelut pikirannya. Yudha berdeham dan kembali berkata, “Ingat satu hal, tidak ada yang tahu dengan perjanjian kita ini. Termasuk Ibu Nilam.”

Tari mengangguk pasrah. Gadis itu hanya bisa menduga pria macho di hadapannya itu mungkin benar seorang gay. Kalau tidak, mungkin Yudha mengalami impoten. Demi mendapat keturunan, pria itu rela melakukan cara seperti ini.

“Apa ini berarti … Anda itu … gay?” cicit Tari.  

“Terserah isi kepalamu saja, Nona. Kalau pikiran itu masih ada, sepertinya matamu buta,” balas Yudha dengan sindiran telak.

Bibir Tari mengerucut lalu sudut bibirnya mencebik. Aksi protesnya tertahan karena lelah berdebat. Ditambah pikirannya juga penat. Kalau memang pria berprofesi sebagai tentara itu tidak gay, lantas alasan apa yang membuatnya harus serumit ini untuk punya anak?

“Ini tawaran gila. Lama-lama aku juga bisa ikutan gila,” gumam Tari tanpa sadar.

Diam-diam Yudha mengulum senyum. Tingkah polos Tari jadi hiburan sendiri baginya. Namun, kepolosan dan kebaikan hati gadis itulah yang turut membuatnya yakin jika tidak salah memilih.

“Atau ... Anda sakit? Maksud saya ... Anda impoten?” bisik Tari yang membuat Yudha menyemburkan air yang diminumnya.

###

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 93 Kenangan Manis yang Pahit

    "Bang Rian, bisa mintol pinjem laptop, nggak? Aku lagi kena hukuman dari Kapten Galak. Disuruh nulis rangkuman latihan hari ini. Laptop aku dipinjam tanteku semalam," ucap Ken sembari merebahkan tubuh lelahnya di bangku panjang. Rian yang sore ini sedang membersihkan motornya, mengulurkan kunci lokernya pada Ken. "Ambil sendiri di loker, belum kelar cuci motornya." Ken mengangguk lesu. Yudha sudah memberinya tenggat waktu sampai pukul 21:00 malam. Daripada nanti ketiduran dan lupa mengerjakan, lebih baik Ken mengerjakannya sekarang. Bisa gawat kalau hukumannya dua kali lipat. Kala membuka loker Rian, senyum Rian merekah. Itu karena laptop gaming milik Rian adalah salah satu dari yang terbaik di antara rekan bintaranya. "Kado? Buat siapa? Apa jangan-jangan ... selama ini Bang Rian udah punya cewek?" batin Ken. Kening Ken mengernyit heran melihat sebuah kotak indah di bagian bawah. Penasaran, ia pun berjongkok dan membukanya. Seketika matanya membelalak melihat isinya adalah

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 92 Wanitaku

    "Di kampus swasta, Politeknik Nusa Atmajaya."Yudha mengernyit. "Bukannya itu kampus tempat Rian juga kuliah? Kamu kuliah jurusan apa?""D3 tata boga, Mas. Sebelum kita nikah, mas pernah tanya rencana aku kedepannya apa? Aku bilang mau dapat ilmu kuliner. Kepengen buka toko kue sendiri dan punya penghasilan stabil. Biar adik-adik pantiku, makanannya bisa terjamin," ungkap Tari apa adanya. Karena alasan itu juga ia berani menerima tawaran Yudha. Kalau memang mereka berdua bercerai, maka Tari bisa mendapat pesangon dan membuat toko kue. "Aku pikir-pikir dulu.""Jawaban bisa besok nggak, Mas?"Yudha mengernyit lalu kembali bertanya, "Kenapa harus buru-buru?""Soalnya, besok malam batas belanja mata kuliahnya, Mas," jawab Tari. Yudha kembali mengernyit. "Bukannya buat belanja mata kuliah, harus bayar SPP dulu?" Seingat Yudha aturannya seperti itu. Ia sendiri sudah pernah kuliah hingga bergelar magister teknik. Ia belum pikun. Tari menarik selimut sampai menutupi wajahnya. Ia sudah me

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 91 Demi Anak

    Tari masih sesegukan. Belakang ini ia memang semakin sensitif. Yudha mengecup pucuk kepala istrinya sambil terus mengusap punggungnya. Sesekali memijat pinggang Tari dengan lembut. Belakang ini, Yudha sering melihat Tari melakukannya. Seperti tadi saat Tari memasak, istrinya mengaduk sup dengan tangan kanan sembari memijat pinggang dengan tangan kirinya. "Aku bukannya nggak mau ngadu sama kamu, Mas. Tapi saat itu, kondisi kamu sendiri belum pulih. Dokter minta agar kau tidak dibebani dengan banyak pikiran. Akibatnya bisa fatal kalau kamu memaksakan diri untuk memikirkan hal berat," ungkap Tari yang sudah mulai tenang. Tari bisa merasakan anggukan kecil Yudha di atas kepalanya. Bergerak pelan mencari posisi nyaman. "Aku sendiri baru tahu kalau Sertu Rian ternyata melihat kejadian itu. Nggak sengaja aku dengar dia ngobrol sama Kayla di dapur. Sertu Rian tanya sama Kayla, kapan Kayla akan memberitahu Mas tentang kejadian itu. Mas Arbian juga katanya udah tahu, tapi tetap diam.

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 90 Paket Misterius

    "Mas kenapa teriak-teriak?" tanya Tari yang berada di teras dengan sebuah bungkusan paket di tangannya. "Siapa yang antar paketnya?" tanya Yudha mengernyit. Ia sama sekali tidak pernah memesan paket. "Paket kamu?" Tari menggeleng tapi namanya tertera sebagai pemilik paket. "Itu jelas nama kamu." "Tapi aku nggak pernah pesan, Mas." "Tidak pernah pesan? Sini biar aku yang buka!" ucap Yudha. Tari mengulurkan paket yang cukup berat itu. Saat Yudha membukanya, ada satu kotak vitamin ibu hamil yang berisi enam botol. Yudha tersentil, seingatnya belum pernah sekalipun ia membelikan Tari vitamin. Satu kotak lagi dibungkus rapi dengan gift box berwarna putih dan biru muda. Isinya selimut bedong bayi berwarna hijau muda, sepasang sepatu bayi berwarna putih coklat, kupluk rajut berwarna putih dengan sulaman hijau coklat. Di baliknya ada dua pasang baju bayi berwarna putih dengan gambar boneka berwarna biru dan satunya lagi baju bayi bermotif loreng. Ada juga boneka beruang putih yang

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 89 Beritahu Aku Alasannya

    Tari melepas dan menggantung mukenanya setelah mendengar suara mobil suaminya. Wanita hamil itu memijat pinggangnya lebih dulu sebelum beranjak. Belum sempat ia menarik handle pintu, Yudha sudah lebih dulu membuka pintu kamar. Melihat mata suaminya memerah, Tari mengernyit. "Mas kenapa?" tanya Tari menghampiri suaminya. "Maaf," ucap Yudha dengan mata kembali berkaca-kaca. Terbayang kembali bagaimana mamanya mendorong kepala Tari ke tembok. Bukannya merasa bersalah, mamanya malah mencaci maki istrinya. Parahnya, setelah melukai menantunya, tak sedikitpun ada rasa bersalah. Mamanya malah dengan tega meninggalkan Tari sendirian di sana dalam keadaan tidak dak sadarkan diri. Tari semakin heran karena bukannya menjawabnya, Yudha justru malah meminta maaf. "Maaf karena tidak tahu apa yang sudah kamu alami karena mama." Tari membelalak dan tubuhnya ikut membeku. "Apa Mas Yudha sudah melihat video yang direkam Sertu Rian?" batin Tari menggigit bibirnya. Matanya ikut berkaca-ka

  • Benih Rahasia Kapten Yudha   Part 88 Suami Payah

    "Lebih baik kamu lihat saja secara langsung. Papa sendiri malu karena terlambat mengetahuinya dan terlambat mengambil tindakan." Yudha mengernyit heran. Papanya baru tahu? Apakah kakak dan adiknya turut menyembunyikan hal itu dari papanya? "Terlalu banyak pertimbangan yang papa pikirkan. Tanpa papa ingin, keputusan papa pada akhirnya tetap menyakiti kamu," ungkap Rudi dengan suara serak. Yudha mengangguk pelan tapi tegas. Ia belum mengerti maksud ucapan papanya. Namun, ia memahami jika papanya sulit mengambil keputusan. Diraihnya ponsel Kayla dan memutar video yang sejak kemarin malam membuatnya sulit tidur dengan nyenyak. Tangan Yudha bergetar seiring fakta yang dilihatnya dalam video. Matanya berkaca-kaca dan meletakkan kembali ponsel adiknya di atas meja. Tanpa mengatakan apapun, Yudha beranjak. Tanpa pamit ia keluar begitu saja. Langkahnya cepat, tegas dan tak sanggup dicegah. Suara klakson mobilnya terdengar berkali-kali memekakkan telinga. Sudah tidak sabar ingin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status