Part 15. Ada yang Menebar Fitnah.Aku menatap kartu nama itu. Masih mempertimbangkan apa kesempatan ini perlu di ambil atau tidak. Bu Anggi berdiri di hadapan, etalase menjadi pembatas antara kami. Riri yang sedari tadi mengikuti diam saja di sampingku, memperhatikan."Ambil saja, Pak, kalau ada uang. Selama perusahaannya masih berdiri, bapak aman," jelas Bu Anggi tampak mengerti kekhawatiranku."Saya belum berpengalaman yang begini, takut berisiko," seruku jujur. Beginilah kalau pengusaha kecil, berani ambil risiko untuk hal-hal kecil saja. Kalau berbicara nominal besar harus berpikir seribu kali. Uangku mungkin ada seratus juta di bank. Kalau diinvestasikan semua itu berarti kandas, jika tertipu sudah pasti aku akan bangkrut. Jika masih sendiri, aku berani main hantam. Sekarang ada karyawan yang bergantung, jadi banyak pertimbangan."Kalau tidak bapak tanya saja sama Ko Acong. Pembayaran mereka selama ini bagaimana. Kalau toko kami memang tidak memberikan tempo." Bu Anggi menyebut n
Setelah berbicara dengan Ko Acong, kubuka internet. Melakukan pencarian kabar tentang PT. Persada, ternyata perusahaan itu benar adanya. Dan masih berproduksi. Setelah menelaah aku semakin yakin untuk memenuhi kebutuhan komputer di sana.Keesokan harinya kuberi kabar Pak Andre, kalau tokoku siap memenuhi kebutuhan perusahaannya. Dia pun memberikan list pesanan yang harus dipenuhi bulan ini.[Nanti Bapak kirimkan penawarannya. Biar saya ajukan ke atasan.] Pesan dari sana membuatku tidak mengerti.[Penawaran seperti apa?][Nanti saya kirim contohnya lewat email.]Saat kubuka Email pesan dari Pak Andre sudah masuk. Alamat emailnya pun bukan dari @yahoo atau @gmail, tapi nama perusahaannya AndreIT@persada.com, ini alasan ketiga yang membuatku semakin yakin.Kubuka Attachment yang dia kirimkan, ternyata penawaran yang dia maksud berisi nama barang, deskripsi, quantity dan harga. Ada banyak barang yang tidak ada di tokoku. Itu artinya aku harus mematok kisaran harganya. Tak apa, aku punya b
Part 16. Solusi tak Terduga“Lihat akunnya, Mas!” Anton mengarahkan layar laptop. Netraku menyipit melihat foto-foto si pemilik akun. Ternyata seorang pejabat daerah, pantas saja status yang dia buat viral dengan mudah, pengikutnya saja puluhan ribu.Ada beberapa foto yang memperlihatkan si pemilik akun sedang bersama Daryata. Apa mungkin orang pengadaan barang yang mau bersekongkol dengan Daryata?Kurogoh ponsel dan mencari nomor di grup keluarga. Daryata. Sekarang biar kubicara dengannya.“Hallo Prasetio! Baru telepon sekarang kamu. Bagaimana pelajaran dari saya? Mengejutkan bukan!”“Jadi Anda sengaja melakukannya?” Darahku mendidih sampai ke ubun-ubun.“Oh, ya. Ini pelajaran agar kamu bisa bijak saat berbicara. Mudah bagi saya menumbangkan usahamu.” Daryata terbahak puas.“Pelajaran ini tidak akan menutup mulut saya. Kalau Anda bisa memfitnah saya juga bisa membuka kebusukan kalian!”“Silakan Prasetio! Tapi sebelum kamu melakukannya. Pikirkan dulu dengan siapa kamu berhadapan. Kura
Hari berikutnya masalah tidak kunjung selesai. Belum ada pelanggan satu pun. Kami jadi banyak waktu luang. Kuinstruksikan Supri bekerja di toko dua dulu, sedangkan Anton tetap stand by meski tidak ada pelanggan. Aku terus memutar otak mencari solusi.Hal mencengangkan terjadi lagi. Komentar testimoni dari para pelanggan sudah hilang. Mereka menghapus semuanya.Sekarang aku lebih tenang menyikapinya, masalah seperti ini tidak dapat diselesaikan secara terburu-buru. Biarkan semua terjadi apa adanya dulu, sambil kucari terus solusi yang tepat. Semoga nanti ada jalan terbaik.Banyak waktu luang karena tidak ada pekerjaan. Sehari dua hari tidak ada perubahan. Masih sama, sepi. Teringat beban bayaran yang harus kutanggung, upah karyawan, listrik, bahkan kontrakan tempat ini yang sebentar lagi harus diperpanjang, sementara uang simpanan sudah keluar. Kubuang kembali pikiran yang memberatkan kepala itu. Membiarkan otak relaks tanpa pikiran jelek.Aku menelepon Mamak, satu orang yang doanya se
Part 17. Kejutan Untuk DaryataAku tidur sampai matahari naik. Semalaman tak tidur membuat kantuk luar biasa. Denting ponsel menyala berkali-kali. Namun, aku seperti tak punya kekuatan untuk bangun.Anton menepuk pundak. “Mas ada telepon dari tadi.” Pria yang terlihat sudah segar itu memberikan benda pipih.Aku merih ponsel, memaksa bangun meskipun terpaksa. “Ya!” seruku pada seseorang dibalik telepon sana yang entah siapa. Irisku masih tak mampu beradaptasi dengan layar yang menyala.“PRASETIO! Kamu retas medsosku, HA?” Suara tinggi dari sama memekakkan telinga, siapa lagi kalau bukan Daryata, sepertinya dia sudah melihat kejutan dariku pagi ini.“Ya,” jawabku sekenanya.“Brengsek! Kurang ajar kamu! Pencuri! Beraninya main belakang! ... ” Daryata memaki.Seketika aku membuka mata. Tak tahu lagi umpatan apa yang dia lontarkan. Aku sudah menjauhkan ponsel dari telinga. Kantuk tiba-tiba hilang.Membayangkan bagaimana kalang kabutnya dia saat ini membuatku merasa lucu. Aku jadi tertawa.
Doa Mamak agar aku melejit lebih tinggi lagi dikabulkan Tuhan. Pelanggan berdatangan lebih banyak dari sebelumnya. Pengalaman bekerja dengan Tomi kumanfaatkan juga. Aku mendatangi sekolah-sekolah menawarkan kerja sama. Sehari dua hari, penolakanlah yang kudapatkan. Setelah seminggu baru ada yang mau bekerja sama.Pun Pak Andre. Belum genap sebulan ia sudah memberikan pembayaran, dan melakukan orderan ke dua. Ruko sibuk kembali. Jauh lebih sibuk dari sebelumnya. Anton dan Supri seolah tidak ada istirahatnya."Ri, coba lu belajar gantiin Anton di depan. Biar Anton fokus di reparasi. Tidak usah servis, instal ini itu. Cukup layani pelanggan, hafalkan jenis-jenis barang. Sekalian bantu Mas buat dokumen, dari pada lamar sana-sini gak keterima. Mendingan lu kerja di sini aja."Riri menyambut dengan mata berbinar. Cepat gadis itu memeluk lenganku."Benar Mas, Riri boleh kerja di sini." Wanita berambut lurus sepinggang ini berkedip lima kali."Gak usah kayak kucing juga kali." Aku mendorong w
Part 18. Rahasia di Balik Sikap RiriTerkadang kita perlu mundur untuk meloncat lebih jauh. Ada kalanya kita perlu melepas pedal gas untuk berganti gigi, dan mempercepat laju kendaraan. Acap kali kita harus diam untuk memulihkan tenaga. Semua fase dalam hidup ini tidak ada yang percuma. Semuanya membawa kebaikan. Pun saat dihina orang lain. Bisa menjadi cambuk dan memaksa kita berlari melewati batasan-batasan.Pernah dililit masalah, sampai merasa benar-benar pasrah. Mencoba segala hal sebagai jalan keluar. Saat itu terasa percuma karena tidak lantas berdampak apa-apa. Tapi sekarang semua ikhtiar yang kujalani malah menjadi sumber rezeki baru.Saat toko sedang sepi karena ulah Daryata, aku mempelajari banyak hal. Yang awalnya tidak pernah bergelut dengan dunia maya, terpaksa harus ikut berkecimpung di sana, satu benteng otakku terbuka, ternyata medsos bisa dijadikan ladang usaha. Aku jadi mengenal FB, IG, tokopedia. Ketika tidak ada pekerjaan sama sekali, aku terpaksa bekerja pada Tom
Karena pendapatan terbilang besar aku mengajak semua karyawan makan-makan. Malam ini toko tutup lebih sore. Kami memilih salah satu restoran jepang. Di sana terkenal dengan dagingnya yang enak. Karena dibakar mendadak. Begitu kurang lebih yang kutahu.Semua menyambut senang. Kami mengisi satu meja panjang hidangan daging sapi mentah dan dua pembakaran disediakan. Mengobrol ini-itu sambil membakar daging bersama-sama, baunya membuat perut berontak. Kami makan dengan lahap.Anton dan Yan-yan, dua pemuda yang senang melucu di sini. Mereka melontakan anekdot-anekdot mengocok perut.“Gini, tahu kan kalau link URL itu ada www-nya.” Anton melontarkan lelucon. Kami mengangguk penasaran, anekdot apa yang akan dia lontarkan kali ini?“Ada seorang anak yang bertanya pada temannya 'kenapa buka FB harus pake www', katanya.” Anton menjeda.“Dijawab sama temannya, www itu singkatan, kalau kita mau berkunjung ke rumah orang kan harus pake salam, jadi www itu singkatan dari Wassalamu’alaikum Warahmatu