"Bagaimana kalau Elma benar-benar mengira Rangga adalah suaminya dan meminta Rangga melakukan hubungan suami istri? Apa Mama akan membiarkan putri kesayangan Mama itu berzina?"
Untuk sesaat mama Tian terlihat mengkerutkan keningnya, mungkin saja sedang mencerna pertanyaan Elsa tadi. Dan Elsa sangat berharap mama Tian berhenti memaksakan ide gila itu padanya, pada mereka. "Apa kamu pikir orang yang sedang sakit dapat melakukan itu? Dan terlebih lagi Elma tidak dapat menggerakkan kedua kakinya, apa kamu kira adikmu itu akan kepikiran ke arah itu? Tidak Sa, Elma pasti hanya akan fokus pada kesembuhannya. Dan saat ia sembuh nantinya ingatannya akan kembali pulih, jadi Rangga akan tetap aman dan menjadi milikmu sepenuhnya.” "Bagaimana kalau hal itu terjadi, Ma?" Kali ini Rangga yang bertanya. Ia adalah pria yang selalu berpikiran logis, jika menyangkut kebutuhan biologis, mau sakit atau pun tidak, rasa itu pastilah ada. Itu sudah menjadi kebutuhan setiap makhluk yang bernyawa. "Kamu lah kuncinya, Rangga. Kalau kamu bersikeras menolaknya maka hubungan intim itu tidak akan terjadi ya kan?" "Astaga, kenapa Mama malah menimpakan itu padaku?" "Ya intinya kan juniormu itu! Kalau tidak merespon sentuhan Elma juga semua akan aman-aman saja nantinya. Hubungan intim tidak akan terjadi jika juniormu itu tidak bangun!" Mama Tian masih saja keras kepala dengan pendiriannya itu. "Aku tidak mau mengambil resiko itu, Ma!" tolak Rangga dengan tegas. "Kenapa? Apa kamu tidak yakin dengan dirimu sendiri? Kamu tidak yakin dapat menolak ajakan Elma itu?" tanya Mama Tian sambil menyipitkan kedua matanya. "Bukan seperti itu, Ma." "Lalu apa? Kenapa berat sekali untuk kalian mengabulkan permintaan Mama ini? Kalau bukan karena nyawa Elma yang sedang dalam bahaya, Mama juga tidak akan memaksakan ide gila ini pada kalian. Sekarang kalian lihat Elma yang terbaring di sana, apa kalian berdua tega melihatnya terus seperti itu?" "Elma pasti sembuh, Ma. Aku yakin itu. Elma adalah anak yang kuat, bahkan jauh lebih kuat dari aku. Elma pasti akan mampu melewati semua ini dengan sangat baik," bujuk Elsa. "Apa kamu lupa dengan yang dokter katakan tadi kalau kita harus menjaga mental Elma? Bagaimana Elma bisa sembuh kalau setiap kali adikmu itu bangun dia akan kembali teringat pada anak dan juga suaminya, kembali histeris?" "Kita akan memikirkan cara yang lain ya, Ma. Untuk sekarang kita lihat dulu perkembangan Elma, bagaimana?" "Ini satu-satunya cara untuk mempercepat proses penyembuhan Elma, Sa! Mama malah berdoa semoga saja saat Elma bangun nanti Elma akan melihat Rangga sebagai suaminya agar Elma tidak terlalu sedih lagi." "Ma!" pekik Elsa dan Rangga secara bersamaan. "Lakukan itu atau kalian bisa menganggap Mama dan juga Elma telah mati!" Syok dengan ucapan mama Tian, sambil menekan dadanya Elsa terhuyung ke belakangnya, untung saja Rangga dapat menahan tubuhnya, "Kenapa, Ma? Kenapa aku yang selalu harus mengalah? Tidak dulu dan tidak juga sekarang. Kenapa aku yang harus selalu berkorban?" tanya Elma dengan suara yang terdengar pilu. Sorot matanya tidak dapat menyembunyikan betapa terlukanya hatinya saat itu. Seandainya saja Elma bukan saudara kembar Elsa, mungkin saja Elsa akan mengira kalau ia hanyalah anak pungut saja, atau anak tiri mama Tian. Karena sejak dulu, kasih sayang yang mama Tian berikan padanya jauh berbeda dengan yang diberikan pada Elna. Dan alasannya terdengar sangat konyol, semua karena sejak bayi tubuh Elma jauh lebih kecil dari Elsa. "Kamu masih bertanya kenapa kamu harus berkorban sekarang? Pikirkan kesehatan adikmu, Sa! Atau kamu memang sengaja ingin membuat adikmu itu cepat bertemu dengan pencipta-Nya? Kamu ingin menyingkirkan adik yang kemungkinan besar akan menjadi bebanmu karena suaminya yang telah meninggal itu?" tukas mama Tian tanpa ampun. "Ya Tuhan, tentu saja tidak, Mama. Aku tidak akan memiliki pikiran sepicik itu. Dan aku sama sekali tidak menginginkan kematian Rania. Aku akan sangat sedih kalau sampai hal buruk itu terjadi," sanggah Elsa. Ia menekan dadanya yang terasa sakit atas tuduhan tak berdasar dari mama Tian, juga pengorbanan besar yang harus Elsa lakukan demi bisa menyelamatkan nyawa adik kembarnya itu. "Kalau begitu kenapa masih ragu mengambil keputusan? Apa Rangga jauh lebih penting dari Elma? Apa pertalian darah tidak kalah penting dari hanya sekedar ikatan pernikahan? Hidupmu jauh lebih banyak kamu habiskan dengan aelma alih-alih suami kamu itu, Sa!" Tuhan ... Kenapa Elma memiliki seorang ibu yang tak berperasaan seperti mama Tian, yang hanya mementingkan Elma saja, tanpa peduli sama sekali dengan perasaan Elsa dan juga Rangga? Tidak terima dengan ucapan mertuanya itu, Rangga pun kembali bersuara lagi, "Hanya sekedar pernikahan Mama bilang? Pernikahan adalah ikatan suci, Ma. Aku telah berjanji atas nama Tuhan di depan Almarhum Papa untuk selalu setia pada Elsa, untuk menjaga dan melindungi Elsa. Aku tidak akan menduakannya, Ma. Aku tidak akan membagi cintaku pada wanita yang lain!" tegas Rangga, ia semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Elsa. "Yang minta kamu untuk mengkhianati Elsa siapa, Rangga? Mama hanya meminta kesediaanmu untuk menjadi suaminya Elma. Mama tidak meminta kalian bercerai. Jika ada cara lainnya Mama juga tidak akan meminta kalian untuk melakukan hal gila seperti ini. Tapi hidup dan matinya Elma saat ini bergantung pada kebesaran hati kalian, apa Mama harus berlutut semalaman di depan kalian agar kalian mau membantu Mama menyelamatkan nyawa Elma?" "Ma ... " "Pergilah kalian!" hardik mama Tian, tanpa ragu ia memotong apapun yang akan Rana ucapkan. "Mama ... " "Pergi Mama bilang! Dan jangan beraninya kalian memperlihatkan wajah kalian di depan Mama! Dan harap kalian ingat satu hal, jika Elma mati maka Mama akan ikut mati juga bersamanya. Untuk apa Mama hidup jika harus menanggung beban kesedihan akibat dari kematian Papamu dan juga adikmu dalam waktu yang berdekatan? Dan terutama Mama tahu betul kalau nyawa Elma masih bisa diselamatkan seandainya saja kalian mau menekan ego kalian!" "Mama!" pekik Elsa sambil menepis tangan Rangga untuk bersimpuh di kaki mama Tian, "Mama jangan bicara seperti itu. Aku tidak mau kehilangan Mama juga, aku tidak mau mendapatkan murka Mama, aku tidak mau di cap sebagai anak durhaka, Mama," isaknya lirih sambil terus memeluk kedua kaki mamanya itu. "Kamu selalu saja membantah ucapan Mama. Kamu bahkan tidak mau mengabulkan permintaan yang bisa saja menjadi permintaan terakhir Mama! Kamu egois sekali, Sa!" "Aku akan melakukannya, Ma! Aku akan mengikuti keinginan Mama untuk menjadi Elma dan membiarkan Mas Rangga menjadi suaminya, aku akan melakukan apapun, Ma. Jadi tolong, jangan berkata seperti itu lagi.”“Bagaimana dengan Elma dan Mama?” “Itu urusan nanti. Yang jelas Mas tegaskan sekali lagi, setelah satu bulan masih belum ada kemajuan dari Elma juga, maka Mas akan mengakhirinya. Silahkan benci Mas kalau memang kamu mau, itu jauh lebih baik daripada kita hidup seperti ini!” Setelah menimbang keputusan Rangga, akhirnya Elsa pun menyetujuinya. Ya Rangga benar, ia juga berhak untuk bahagia. Apakah ia egois? Entahlah. Tapi yang pasti, ia ingin sekali-kali mementingkan dirinya sendiri, kebahagiaannya sendiri, seperti yang baru saja Rangga ucapkan. Pikiran seperti itu terus saja berkecamuk di dalam diri Elma, ia ingin membenarkan keputusan yang akan ia dan Rangga ambil dalam akhir bulan nanti. Namun apakah keputusan yang akan Elsa dan Rangga ambil itu benar dan tidak akan ada penyesalan di kemudian hari? Ya, semoga saja. “Kamu setuju kan?” tanya Rangg
Rangga mencondongkan sedikit tubuhnya untuk berbisik di telinga Elsa, “Mas juga sudah memesan Villa di sini. Pemandangannya luar biasa, Aku yakin sekali kamu akan menyukainya juga.” “Villa? Apa kita akan bermalam di sini?” Alih-alih menjawab, Rangga malah menyeringai lebar. Sontak saja kelakuannya itu membuat Elsa dongkol padanya, “Jangan konyol, Mas. Kita tidak bisa bermalam tanpa memancing kecurigaan Elma. Lagipula, Mama pasti akan sangat murka pada kita.” Rangga merangkul pinggang Elsa, bersama-sama mereka menikmati pemandangan yang disuguhkan Kafe itu, “Kita tidak bermalam di sini, Beb. Mas hanya ingin memelukmu jauh lebih lama. Menikmati kembali kebersamaan kita tanpa harus merasa takut Mama dan Elma akan melihatnya.” “Bisakah Villa disewa hanya untuk setengah hari saja?”
“Sa!” panggil Tasya untuk yang kesekian kalinya, membuat perhatian Elsa teralihkan dari layar monitornya, “Astaga, Tas. Kalau kamu mau istirahat, kamu ke kantin saja duluan, nanti Aku nyusul!” “Tadinya aku juga memang mau duluan, Sa. Tapi ini si Bos. Tahu kamu sudah masuk malah minta Aku ajak kamu makan bareng di Kafe sebelah.” “Tas please, jangan mulai deh.” “Ih, aku serius, Sa. Nih liat chatnya kalau kamu tidak percaya.” “Cariin alasan deh, Tas. Banyak file yang harus aku terjemahkan.” “Kalau alasannya pekerjaan, Bos Nanta pasti bakal kasih kamu dispensasi, Sa. Jadi mau kasih alasan apa lagi dong? Sudah banyak bohong aku sama dia,” sungut Tasya. “Bukan aku yang minta kamu berbohong. Kamu sendiri yang tidak mau kasih alasan yang sebenarnya ke dia kalau aku tidak
Setelah menghadapi drama Elma yang kembali meminta Rangga untuk memandikannya, dan Rangga kembali lolos dengan alasan yang sama seperti yang Rangga gunakan sebelumnya, Elsa pun dapat kembali bekerja. Setelah mendengar ocehan panjang lebar mama Tian mengenai keegoisan Elsa yang memilih kembali bekerja daripada memperhatikan Elma tentunya. Mama Tian yang selalu menempatkan kepentingan Elma di atas kepentingan Elsa yang juga merupakan putri kandungnya. Dan sesampainya Elsa di ruang kerjanya, Ia menjatuhkan diri ke kursinya dengan helaan napas beratnya hingga menarik perhatian Tasya padanya, “Bertengkar lagi dengan Mamamu? Masih terus mendesakmu untuk segera hamil?” tebak Tasya sambil tersenyum miring. Biasanya, Elsa datang ke kantor dengan kondisi seperti itu tiap kali ia bertengkar dengan mama Tian. Dan Tasya tahu itu karena Elsa selalu mencurahkan keluh kesahnya pada sahabat baiknya itu. Satu-satunya saha
“Kamu mengerti kan, kenapa Mas menolak keras saran kamu itu?” tanya Rangga yang langsung menghubungi Elsa sesampainya ia di kantor. “Aku tidak kepikiran sampai ke arah sana, Mas. Aku … “ “Sudahlah, jangan bahas lagi. Sekarang sebaiknya kita cari cara menghindari Elma. Tidak mungkin juga kan Mas beralasan pergi pagi-pagi buta untuk rapat setiap harinya?” “Iya juga sih, selama kakinya belum mantap melangkah Elma pasti akan terus meminta bantuan Mas untuk mandi, atau melakukan hal lainnya. Mungkin yang bisa aku lakukan hanya membantu Elma belajar melangkah lagi. Aku akan menyemangatinya untuk terus melakukan terapi yang by the way, susternya sudah datang. Saat ini sedang di kamar Elma.” “Apa kamu pikir dengan kembalinya kekuatan kaki Elma akan membuat masalah selesai? Tidak, Beb. Masalah baru lagi akan terus berdatangan selama Elma belum mendapatkan kembali ingatannya.” “Maksud Mas?”
“Kamu sudah mau berangkat, Mas?’ suara serak Elma membuat Rangga tersentak kaget. Ia baru saja menutup pintu kamar mandi sepelan mungkin agar Elmq tidak terbangun. Namun ternyata Elma telah Bangun lebih dulu. “Eh iya. Kenapa pagi-pagi sekali kamu sudah bangun, Sayang?” Rangga bertanya dengan senyum canggungnya. Sambil menguap lebar, Elma merentangkan kedua tangannya dengan manja, “Kemarilah, Mas. Aku ingin memelukmu,” pintanya. “Mas harus segera bersiap-siap, Sayang. Mas harus menghadiri rapat pagi ini,” elak Rangga. “Sebentar saja, Mas. Aku merasa ketakutan sekali semenjak mendapati diriku terbaring di rumah sakit. Aku … Aku takut sekali, Mas.” Sebagai kakak ipar, sudah pasti Rangga merasa iba melihat Elma yang begitu rapuh. Mungkin jauh di dalam dirinya masih tersisa trauma akibat dari kecelakaan itu. Meski saat ini Elma tidak dapat mengingatnya.