LOGIN“Tadi Elma tersadar lalu menanyakan Samu dan Jingga. Mama tidak tahu harus jawab apa, tapi sepertinya Elma teringat kalau suami dan putrinya itu telah meninggal, jadi Elma langsung melompat turun dari tempat tidur dan terjatuh,” jawab mama Tian di sela isakannya.
Elsa menghela napas lega karena ternyata Elma telah kembali menjadi dirinya sendiri lagi. Jadi, Elsa tidak akan merasa bersalah karena tidak dapat meminjamkan Rangga untuk membantu proses penyembuhan adiknya itu.
“Aku lumpuh, Sa … Aku tidak hanya kehilangan anak dan suamiku tapi aku juga lumpuh! Kenapa Tuhan begitu kejam padaku?” isak Elma sambil memukuli dada Elsa dengan kepalan tangannya.
“Kamu tidak lumpuh, El. Kakimu hanya belum terbiasa bergerak lagi. Dua bulan kamu hanya berbaring di atas tempat tidur tanpa sekalipun menggerakkan anggota badanmu.” Elsa berusaha menenangkan adiknya itu.
“Dua bulan? Jadi mereka sudah meninggal selama dua bulan dan aku hanya tertidur saja? Jahat sekali aku, Sa! Istri dan ibu macam apa aku ini?"
“Kamu koma, El. Bukan tidur. Jadi jangan menyalahkan diri kamu sendiri untuk itu.”
Elsa memekik pelan saat tiba-tiba Elma menarik infusnya hingga terlepas dan darah segar mengalir keluar dari punggung tangannya yang membengkak karena lamanya jarum itu tertanam di dalam sana,
“Kamu mau apa, El? Jangan sakiti diri kamu sendiri! Sadar Elma!”
“Aku mau mati saja! Aku mau menyusul mereka! Untuk apa aku hidup tanpa mereka?”
Mama Tian pun turut serta menahan tangan Elma saat mengarahkan jarum itu ke lehernya sendiri, “Jangan Elma! Bagaimana dengan Mama kalau kamu mati? Jangan tinggalkan Mama … ” isaknya.
“Aku tidak bisa hidup tanpa mereka, Mama! Biarkan aku mati!”
Melihat istri dan mertuanya tidak dapat mengendalikan Elma lagi, Rangga akhirnya mengambil jarum itu dari tangan Elma bersamaan dengan kesadaran adik iparnya itu yang kembali menghilang.
Rangga membopong Elma dan merebahkannya kembali di atas tempat tidur sebelum menekan bel untuk memanggil dokter.
“Elma sangat terguncang dengan kematian suami dan putrinya, Sa. Apa kamu tega melihatnya seperti itu? Apa setelah Elma mati kamu baru merasakan kehilangan?” tanya mama Tian dengan lirih.
Dan sekali lagi, Elsa menjadi goyah karenanya.
"Ibu macam apa yang telah dengan tega meminta putrinya agar menyerahkan suaminya untuk putrinya yang lain?"
Pertanyaan Rangga membuat Elsa tersentak dari lamunannya, pun demikian dengan mama Tian. Ia tidak mengira kalau Rangga berani menyelanya seperti itu.
"Kalian belum memiliki anak jadi kalian belum bisa memahami apa yang sedang Mama rasakan saat ini. Setiap orang tua akan melakukan apapun demi anak mereka, termasuk juga Mama!"
"Tapi Mama rela menyakiti Elsa demi bisa membahagiakan Elma. Apa jangan-jangan Elsa bukan putrimu, Ma?"
"Apa kamu buta Rangga? Mereka kembar! Bagaimana kamu bisa mengira kalau Elsa bukanlah putriku?"
"Dari cara Mama memperlakukan Elsa secara tidak adil, Ma. Selama ini aku diam karena Elsa yang meminta aku untuk tidak menegur Mama. Tapi sekarang aku tidak bisa diam lagi, Ma. Karena apa yang Mama minta dari kami itu benar-benat telah melewati batas."
"Rangga benar, Ma. Aku tidak bisa menempatkan rumah tangga aku sendiri ke dalam masalah. Aku ... "
"Jadi kamu menganggap adikmu Elma adalah masalah? Apa Elma begitu menjadi beban untukmu? Untuk kalian? Mama akan menjual semua harta peninggalan Papamu untuk membantu kalian merawat Elma"
"Bukan seperti itu, Ma. Dengan gaji aku dan Mas Rangga pun itu telah lebih dari cukup untuk membantu Mama dan juga Elma nantinya. Tapi jika Mama meminta aku untuk meminjamkan Mas Rangga pada Elma, aku dengan tegas menolaknya, Ma."
Elsa terus berusaha membujuk mama Tian agar memikirkan lagi masak-masak ide gilanya itu. Mama Tian baru akan mendebatnya lagi ketika dokter dengan beberapa ners yang berjalan di belakangnya masuk ke dalam ruangan itu.
"Pasien melepaskan lagi jarum infusnya?" tanyanya.
"Ya, Dok. Tadi setelah putri saya siuman, dia langsung teringat pada anak dan juga suaminya, lalu menjadi histeris karenanya. Ditambah lagi kenyataan kalau Elsa tidak bisa jalan, putriku itu mengira kalau dirinya telah lumpuh."
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan hal itu karena dari hasil tes tidak ada satupun yang mengindikasikan pasien akan menjadi lumpuh akibat dari kecelakaan itu."
"Tapi, kenapa kakinya tidak dapat dapat berpijak di lantai, dok. Jangankan untuk jalan, berdiri saja kakinya tidak kuat, seolah tidak ada tulang yang menopangnya."
"Hal itu mungkin saja disebabkan karena kondisinya yang telah koma selama dua bulan ini dan tidak menggerakkan kakinya serta semua anggota badannya sama sekali. Tapi dengan rangkaian terapi nantinya kami yakin putri anda akan kembali bisa berjalan normal lagi," jelas sang Dokter sementara salah satu ners kembali memasang infus ke punggung tangan Elma.
"Jadi tidak seharusnya kami mengkhawatirkan hal itu, Dok?" tanya Elsa.
"Untuk hal ini tidak, untuk hal yang lain mungkin saja ya."
"Apa maksudnya Dok?"
"Akan sangat berbahaya untuk pasien jika dia kembali koma lagi. Besar kemungkinan nyawanya tidak akan tertolong. Jadi tolong setelah pasien siuman lagi, jangan lakukan apapun yang membuat mentalnya kembali down. Besarkan hatinya untuk dapat menerima kenyataan pahit yang sedang menimpanya itu, tapi ingat perlahan jangan sampai hal itu membebaninya lagi," saran dokter itu lagi.
"Baik, Dok. Terima kasih untuk sarannya," ucap mama Tian.
"Jaga terus mentalnya, untuk saat ini itulah yang terbaik untuk pasien. Juga dukungan terbesar dari keluarganya akan semakin mempercepat proses penyembuhannya!"
Sesaat setelah rombongan dokter dan ners itu keluar, mama Tian kembali menatap tajam Elsa dan juga Rangga,
"Kalian dengar apa yang disarankan dokter tadi? Apa kalian mau menempatkan nyawa Elma ke dalam bahaya?" tanyanya.
Elsa meremas tangan Rangga dengan erat saat balik bertanya, "Ya tapi kenapa harus menyerahkan suami aku padanya, Ma?"
"Bukan menyerahkannya, Elsa. Tapi meminjamkannya! Setelah Elma pulih sepenuhnya dari traumanya itu baru kamu bisa mengambil suami kamu lagi," ralat mama. Elsadapat mendengar napas berat Rangga di sampingnya yang berarti suaminya itu telah mulai habis kesabarannya.
"Bagaimana kalau Elma benar-benar mengira Rangga adalah suaminya dan meminta Rangga melakukan hubungan suami istri? Apa Mama akan membiarkan putri kesayangan Mama itu berzina?"
Untuk sesaat mama Tian terlihat mengkerutkan keningnya, mungkin saja sedang mencerna pertanyaan Elsa tadi. Dan Elsa sangat berharap mama Tian berhenti memaksakan ide gila itu padanya, pada mereka.
"Apa kamu pikir orang yang sedang sakit dapat melakukan itu? Dan terlebih lagi Elma tidak dapat menggerakkan kedua kakinya, apa kamu kira adikmu itu akan kepikiran ke arah itu? Tidak Sa, Elma pasti hanya akan fokus pada kesembuhannya. Dan saat ia sembuh nantinya ingatannya akan kembali pulih, jadi Rangga akan tetap aman dan menjadi milikmu sepenuhnya.”
"Ananta, kamu kah itu?" tanya sebuah suara yang terdengar berat karena faktor usia. Jelas sekali pemilik suara itu adalah kakeknya Ananta, Mahesa. Kakek Mahesa baru kembali dari pengobatan di luar negeri, dan harus bermalam di hotel mewah di dekat bandara itu untuk beristirahat, sebelum melanjutkan kembali perjalanan ke rumahnya keesokan harinya. "Iya kakek, ini aku," jawab Ananta sambil melangkah mendekati kakek Mahesa. Mata tuanya tidak memungkinkan sang kakek melihat jauh, Ananta harus berada tepat di depannya agar kakeknya itu dapat mengenalinya. "Ah, cucu tertua kakek, kamu ke sini dengan siapa?" "Elsa, Kek. Apa Kakek masih mengingatnya?" "Elsa? Calon cucu menantu Kakek?" Meski sudah tua, ingatan kakek Mahesa masih sangat bagus. Hanya saja, pria tua itu tidak mengetahui kalau Ananta dan Elsa sudah tidak lagi menjalin hubungan. Mereka sengaja tidak memberitahu kakek Mahesa yang saat itu tengah sakit parah. Saat ini, Ananta meminta bantuan Elsa untuk bertemu dengan kakek Mahe
Tidak terima diabaikan begitu saja oleh Rangga setelah apa yang mereka lakukan pagi tadi. Setelah lama menimbang-nimbang, Elma pun akhirnya ikut masuk ke kamar mandi. Dan sepertinya Rangga yang sedang berendam di dalam bathub itu terlalu asik dengan lamunannya hingga tidak menyadari kedatangan Elma. Perlahan Elma mendekati Rangga, lalu membantu Rangga menyabuni tubuhnya, namun dengan cepat Rangga menahan tangannya sambil menatap kesal Elma, “Bukankah tadi sudah aku tegaskan untuk jangan pernah menyentuhku lagi? Kesabaranku sedang tipis, jadi jangan salahkan aku kalau aku bersikap kasar padamu!” geram Rangga.“Aku tidak bisa meninggalkan kamu sendiri, Mas. Karena aku tahu kamu tidak sedang baik-baik saja.”“Mau aku baik-baik saja atau tidak, itu bukan urusanmu! Sekarang keluar!” hardik Rangga sambil mengarahkan jari telunjuknya ke pintu, namun Elma tetap bergeming.Sambil mengumpat kasar, Rangga berdiri untuk meraih bathrobenya dan menutupi ketelanjangannya sambil melangkah keluar dar
"Mama tidak mau tahu, kamu harus menikahi Elma setelah ingatan Elma kembali! Atau sesuai kesepakatan kita, akhir bulan ini kita akan mengatakan kebenaran itu pada Elma, dan setelah itu kamu bisa menikah dengannya!"Ucapan mama Tian terus terngiang di telinga Rangga, hingga membuat suasana hati Rangga menjadi buruk, dan ia tidak fokus pada pekerjaannya.Ada dua rapat yang harus ia cancel, karena moodnya sedang buruk sekali. Untuk menghindari sesuatu yang tidak ia inginkan.Sambil bersandar pada kursi kerjanya, Rangga terus menatap bingkai foto dirinya bersama Elsa. Foto pernikahan mereka yang terpampang di atas meja kerjanya.Rangga mengambil bingkai foto itu untuk mengusap bagian wajah Elsa yang terlihat sangat cantik dengan kebaya pengantinnya.Senyum bahagia tidak hanya tersungging di wajah Rangga, tapi juga si wajah Elsa.Apa senyum itu akan terus mengembang di wajah cantik Elsa saat istrinya itu mengetahui kalau Rangga dan Elma telah melakukan hubungan itu?Sudah pasti tidak. Mala
Elsa memutar kembali tubuhnya hingga saling berhadapan dengan Rangga lalu melingkarkan lengannya di leher suaminya itu,“Syukurlah kalau Elma sudah sehat. Dan … Mau makan di mana kita?” tanyanya dengan manja.“Terserahmu. Mau di kaki lima pun kali ini aku akan menurutinya.”Kedua mata Elma turut tersenyum saat bibirnya tersenyum. Namun sorot mata itu terlihat membesar saat menangkap bercak merah di Leher Rangga,“Apa ini, Mas?” tanyanya.Jantung Rangga seketika berdebar, ia tahu apa yang dilihat Elsa, dan ia pun memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat atas tanda yang Elma tinggalkan itu padanya,"Oh bercak merah di sini kan?" Rangga menunjuk ke bercak di lehernya sendiri."Iya, kenapa?" tanya Elsa lagi, Rangga pun menyeringai lebar untuk menutupi kepanikannya,"Ck, semalam aku terlalu lama di balkon jadi tanpa sadar ada nyamuk yang menghisap darahku sampai nyamuk itu tidak kuat terbang lagi," kekeh Rangga."Apa karena kamu sedang menghindari Elma saat itu, Mas?""Umm, bisa dib
“Sa bangun! Di mana Rangga?”Mama Tian membagunkan Elma dengan menepuk bahunya. Ia setengah terguncang saat melihat Elma tidur tanpa sehelai benangpun. Ketakutan mulai menguasai dirinya.Sambil merenggangkan otot-ototnya dan menguap lebar, Elma yang nyawanya belum terkumpul sepenuhnya pun balik bertanya,“Ummm … Rangga?”“Iya Rangga! Di mana dia? Kamar mandi?”Saat itulah Elma baru menyadari kalau ia tidak mengenakan apapun. Refleks tangannya meraih selimut untuk menutupi dirinya, “Kenapa pagi-pagi sekali Mama masuk ke kamarku? Apa ada hal penting yang mau Mama sampaikan?”Tadinya mama Tian hanya ingin memastikan kalau Elma sudah sehat. Tapi berkali-kali mama Tian mengetuk pintunya, sama sekali tidak ada respon dari dalam kamar. Dan hal itu membuat mama Tian khawatir dan langsung masuk begitu saja ke dalam kamar itu.Apa yang mama Tian lihat justru membuatnya jauh lebih khawatir lagi. Namun mama Tian ingin memestikannya lebih dulu pada Elma, semoga saja tidak sesuai dengan dugaannya,
POV Rania 2Perasaan sedih yang teramat dalam, juga bingung dengan kondisinya yang sekarang membuat Elma terduduk di sisi tempat tidurnya. Ia tidak mengenali dirinya sendiri, jiwanya sungguh tengah tergoncang.Dengan tidak adanya suami dan putrinya, Elma harus apa? Ia tidak akan sanggup melewati harinya tanpa mereka. Elma begitu mencintai mereka. Ia kembali menangisi kepergian mereka, ditambah lagi tidak bisa melihat wajah mereka untuk yang terakhir kalinya.“Ada apa lagi, Sa?” Pertanyaan Rangga yang begitu lembut menelusup masuk ke relung hati Elma, mengobat sedikit kesedihan di dalam sana, juga menghilangkan sedikit kedukaannya.Elma menatap sendu Rangga, pria yang kini tengah berpura-pura menjadi suaminya. Dan Elma tidak ragu lagi untuk mengungkapkan betapa takut dan sedihnya ia saat itu. Meski tidak menceritakan penyebab terbesarnya karena ditinggal pergi suami dan putrinya untuk selamanya.Sampai akhirnya Rangga membahas masalah psikolog. Dan Elma jadi merasa kalau saat ini ia se







