LOGIN"Marrie, omong kosong apa yang sedang coba kau katakan kepadaku?" tanya Marco menatap tajam Marrie yang kini sedang berkeringat dingin.
Marrie mengutuk Elena di dalam hati karena menempatkannya di situasi seperti ini. Dia tidak tau jika Elena tidak terpancing dengan kata-katanya seperti biasa dimana wanita itu selalu bersumbu pendek disulut dengan sedikit percikan api akan langsung bereaksi meledak-ledak. Namun, sekarang jangankan melihat reaksi Elena yang meledak-ledak, wanita itu malah tertidur. Benar-benar tertidur pulas seakan kata-katanya yang sebelumnya diucapkan untuk menyakiti hati Elena tidak ada pengaruh sama sekali kepada wanita itu. "Tu-tuan itu, nyonya ternyata tertidur setelah mengatakan banyak hal kepada saya" "Mungkin nyonya masih kesal melihat saya jadi nyonya tidak ingin melihat wajah saya dan memilih menutup mata" "Maafkan saya tuan. Saya seharusnya tidak datang untuk menjenguk nyonya secepat ini. Saya hanya ingin meminta maaf, tapi tidak tau ternyata nyonya masih terlalu marah" jawab Marrie terdengar menyesal. Dia menampakkan ekspresi tidak berdaya dan ketulusan. Marco menatap lekat."Marrie apa kau terbiasa berbohong kepadaku?" tanyanya. Tubuh Marrie menegang kaku sejenak ketika mendengar ucapan Marco sebelum menormalkan ekspresinya kembali. Dia menatap Marco tidak percaya."Apa maksud, tuan? Tuan tidak percaya pada saya?" tanyanya kembali dengan mata berkaca-kaca. Dia mengedipkan matanya hingga setetes air mata lolos membasahi pipinya. Marco menatap lurus Marrie sebelum akhirnya membuang muka."Lupakan saja! Sebaiknya kau pergi. Kondisi Elena belum sehat dan dia masih membutuhkan banyak istirahat juga tidak boleh stress" "Tidak perlu berbicara atau membicarakan apapun dengan Elena. Selain mengurus pekerjaanku, hal lainnya kau tidak perlu ikut campur!" ujarnya dengan tegas, lalu meninggalkan Marrie sendiri yang berdiri kaku seperti tiang kayu di luar ruangan Elena. Marrie menoleh menatap pintu ruangan Elena yang baru saja ditutup oleh Marco dari dalam dengan pandangan tidak percaya. "A-ada apa ini? A-apa tadi itu sikap tuan Marco kepadaku? Tuan Marco tidak pernah seperti ini. Apa aku salah bicara?" gumamnya sambil mengigit jari menatap gelisah pintu ruangan Elena berada. Marrie menghentakkan kakinya di lantai dengan keras, sebelum berbalik pergi. Sepertinya Marco dalam suasana hati yang tidak baik hingga tidak ingin melihatnya bersedih dan ditindas oleh Elena hingga tuannya itu mengatakan hal seperti tadi. Marrie berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika ucapan Marco sebelumnya merupakan bentuk perhatian pria itu kepadanya. Marco tidak pernah bersikap ketus kepadanya jika bukan karena suasana hati yang buruk. Jadi dia tidak akan mengambil hati ucapan Marco meski sempat membuatnya terkejut. "Elena, lihat saja! Aku tidak akan selesai sampai di sini sampai kau benar-benar berpisah dengan tuan Marco!" kesal Marrie, lalu memasuki lift. Sedangkan di kamar perawatan Elena. Marco berdiri diam di tepi ranjang Elena yang sedang tertidur. Awalnya, dia mencoba membangunkan Elena mengira istrinya berpura-pura tidur karena tidak ingin disalahkan akibat sudah membuat Marrie menangis. Namun, dia tidak menyangka jika Elena tidak berpura-pura, melainkan benar-benar tertidur. Marco menghela nafas kasar, lalu melangkah ke arah sofa untuk merebahkan dirinya di sana. Dia masih terkejut dan tidak mempercayai apa yang di dengarnya tentang kondisi Elena. Amnesia selektif? Istrinya bukan hanya tidak mengingatnya, namun ingatan istrinya berhenti di saat umur Elena 20 tahun. Pernikahannya dan Elena terjadi ketika Elena berumur ke 22 tahun. Jika ingatan Elena terhenti di usia 20 tahun, tidak heran jika Elena tidak mengingatnya. Elena dan dia bertemu di saat istrinya berulang tahun yang ke 21 tahun. Entah bagaimana awalnya, setelah pertemuan pertama itu, Elena sering mengunjunginya. Dia mengenal Elena karena Elena adalah salah satu anak dari kolega bisnisnya yang dikenalkan oleh temannya sendiri. Mereka menikah selama tiga tahun. Dari pertemuan pertamanya dengan Elena, sampai terjadi pernikahan, semuanya terasa sangat singkat. Elena mengejarnya seperti wanita gila selama satu tahun penuh dengan melakukan hal-hal gila. Pernikahannya dengan Elena terjadi karena tekanan keluarga. Elena terlalu terobsesi kepadanya hingga mengancam keluarganya menggunakan kekuasaan keluarga wanita itu untuk menekannya agar mau menikahinya. Perusahaan keluarganya dibuat goyah. Dia tidak punya cara lain untuk mempertahankan perusahaan milik keluarganya selain menyetujui permintaan Elena. Sebenarnya selain dia yang menolak Elena, keluarga besarnya tidak bisa menolak keinginan Elena dan tidak terlalu banyak mempermasalahkan wanita itu untuk menyandang status nyonya Sebastian mengingat Elena adalah putri salah satu konglomerat di ibu kota. Meskipun begitu, kadang sikap ketidaksukaan keluarganya kepada Elena tetap ada. Mereka masih kesal saat mengingat Elena menjadi menantu perempuan Sebastian dengan cara hampir menghancurkan seluruh keluarga dengan menggoyahkan perusahaan. Mengenai ucapan Marrie sebelumnya mengenai Elena, dia tidak bisa mengatakan percaya atau tidak percaya. Ucapan Marrie bisa benar dan bisa salah. Ketika mendengar penjelasan dokter, dia yakin Elena tidak sedang berpura-pura dan apa yang dikatakan Marrie bisa saja kebohongan. Namun, ketika mengingat tabiat Elena yang selalu menipunya dengan berbagai cara, membuat dia tidak sepenuhnya bisa mempercayai apa yang terjadi kepada istrinya. Marco mendengus sinis menatap punggung Elena dengan tajam."Kita lihat saja nanti. Apa kau sedang bersandiwara atau tidak. Jika kau mempermainkan aku lagi, tidak akan ada ampun bagimu, Elena!" batinnya. Elena yang sedang tertidur seketika merasakan hawa dingin pada tubuhnya. Dia kembali menarik selimut yang sempat turun sebatas dada akibat dirinya yang bergerak, kini menarik selimut sampai menutupi lehernya.Marco merasa sesak di dada. Dulu, ia tidak peduli pada istrinya, meski ia tahu Elena mencintainya dengan sangat ugal-ugalan.Alih-alih tersanjung oleh cinta mati istrinya, ia malah merasa risih dan jijik. Namun, ketika kini ia mendengar istrinya tidak lagi cinta padanya, hatinya terasa sedikit tidak nyaman."Tidak! Ini hanya perasaanku saja. Elena terlalu kurang ajar memublikasikan masalah rumah tangga kami kepada orang luar, padahal keputusan cerai kami belum benar-benar selesai" batin Marco."Aku marah dan tidak nyaman karena itu! Ya! Hatiku tidak nyaman karena perbuatan Elena yang tidak sopan, bukan karena mendengar dia tidak lagi cinta padaku""Baguslah kalau wanita itu tidak suka lagi padaku. Itu berarti tidak ada lagi yang akan menggangguku dengan suara cerewetnya yang berisik itu""Dan aku bisa bersama dengan Jenny seperti yang seringkali dulu aku impikan!" Marco mencoba menyangkal bahwa ia mungkin memiliki perasaan lain terhadap istrinya.Jika pun iya, kenapa harus sekarang? K
"Suami? Cih! Sepertinya pernikahanku dengan Marco memang cukup terkenal, ya. Tapi aku tidak peduli apa pun yang terjadi di masa lalu""Aku datang ke sini untuk berpesta dan berkumpul dengan kalian. Jadi, jangan membahas hal yang tidak penting!" ujar Elena kepada teman-temannya.Rachel meletakkan punggung tangannya di kening Elena. "Tidak demam. Tapi kenapa sekarang aku melihatmu sepertinya sangat membenci suamimu? Dia masih cinta mati-mu, kan?" Tanyanya, menatap Elena heran.Bukan hanya Rachel. Teman-teman Elena yang lain pun tak kalah bingung. Mereka menatap Elena, seolah melihat hantu dari masa lalu."Setelah kau menikah dengan Marco, jangankan muncul di pesta lagi, kau bahkan tidak pernah menghubungi dan bicara pada kami""Sesekali kami memang masih bisa menghubungimu, tapi tetap saja kau sangat sulit diajak bertemu""Jadi, katakan padaku, apa yang terjadi sampai kau berada di sini dan terlihat sinis ketika kami membahas suamimu? Kau tidak cinta mati lagi dengan suami itu?" sahut C
Elena tidak peduli dengan apa yang menimpa suaminya. Dia sudah bulat dengan keputusan cerainya. Lagipula dia tidak mengingat Marco dan tidak lagi cinta kepada suaminya. Hidupnya kini terasa seperti ia masih seorang lajang. Andai saja Marco dan keluarganya tidak mengingatkan dia tentang masalah pernikahannya, dia tidak akan menganggap Marco pernah ada dihidupnya. "Malam ini mari bersenang-senang!" ujar Josh kepada adiknya Elena. Elena memakai gaun biru laut yang indah. Riasan tipis menghiasi wajahnya, mempertegas kecantikan alaminya."Rasanya seperti sudah lama sekali aku tidak berpesta. Jadi kakak, ayo kita bersenang-senang! Kuharap ada hal baik yang aku bisa lihat malam ini!" jawab Elena sambil tersenyum tipis. "Tuan Preston mengundang para Elit di kota ini untuk pesta ulang tahun pernikahannya. Tentu saja keluarga kita termasuk di dalamnya yang masuk ke dalam daftar undangan""Jadi kurasa akan banyak tamu yang datang. Mungkin teman-temanmu juga datang ke pesta itu. Selama kau m
"Apanya yang salah paham? Kak, apa kau selingkuh? Tidak ada wanita yang meninggalkan suaminya dan kembali kepada orang tuanya sampai meminta cerai jika kau tidak bermain api dengan wanita di luar sana" "Ah, apa jangan-jangan kau kembali lagi dengan mantan pacarmu Jenny itu ya! Kak, aku memang tidak begitu suka dengan kakak ipar Elena, tapi bukan berarti aku mau Jenny jadi kakak iparku! Aku tidak akan pernah menerimanya!" Kesal Mona. Ya! Dia memang tidak suka Elena yang terkenal sombong dan mendominasi. Namun selama Elena menjadi kakak iparnya, wanita itu selalu menurut dan royal kepadanya untuk mengambil hatinya.Dia tahu kakak iparnya melakukan semua itu untuk menarik perhatiannya agar dia bisa bicara dengan baik kepada Marco agar kakaknya lebih memperhatikan Elena lagi. Daripada Jenny atau wanita lainnya yang tidak sekaya Elena dan tidak lebih cantik dari kakak iparnya, jadi mana mungkin dia mau menukar kakak ipar ibarat sebongkah emas itu dengan batu kerikil. Nyonya Mariska men
"Jangan bahas Elena lagi. Kalau Mom ke sini menemuiku hanya untuk membahas Elena, sebaiknya Mom dan yang lainnya pulang saja!" Usir Marco tanpa basa basi kepada ibunya. Nyonya Mariska tercengang. Ia menatap anaknya tidak percaya. "Kau mengusir Mommy hanya karena Mommy membahas Elena? Kenapa? Elena istrimu dan menantu Mommy""Mommy ingin bertanya keadaan dan keberadaannya saja tidak boleh! Kau tidak menganggap mommy sebagai ibumu lagi? Tidak menganggap wanita tua ini sebagai keluargamu?" Nyonya Mariska menangis dan mulai membuat dramanya lagi. Marco sakit kepala. Ia sudah tidak tidur berhari-hari karena mengurus perusahaan dan Elena yang terus merajuk juga meminta cerai. Kali ini ia tahu Elena serius. Jika tidak, Elena dan keluarga istrinya itu tidak akan sampai bermain-main juga bertindak kejam kepadanya, perusahaannya, bahkan kepada seluruh anggota keluarganya. Sebenarnya ia tahu Elena dan keluarga Riddle bisa mel
"Mom, ada apa?" Tanya Mona ketika melihat wajah pucat ibunya setelah menghubungi kakak iparnya. Nyonya Mariska mengabaikan pertanyaan Mona putrinya untuk sementara waktu. Ia mencoba menghubungi nomor menantunya lagi, namun Elena tetap tidak bisa dihubungi. Wajahnya pucat pasi."Bagaimana mungkin?" Gumamnya tidak percaya. Mona mengernyit heran ketika melihat wajah pucat ibunya. Sedangkan nyonya Silvia tidak kalah penasaran ketika melihat raut pucat nyonya Mariska."Ada apa? Apa yang terjadi? Apa Elena tidak bisa dihubungi? Mungkin dia sedang sibuk" ujar nyonya Silvia menebak-nebak keadaan yang terjadi ketika melihat ekspresi tidak wajar nyonya Mariska.Kening Mona semakin berkerut."Mom, jangan bilang kak Elena tidak bisa dihubungi. Kok bisa? Tumben sekali. Mom, katakan sesuatu. Sebenarnya ada apa?""Kenapa ekspresimu seperti itu setelah menghubungi kakak ipar. Atau, apa yang sebenarnya kakak ipar katakan padamu""Dia mengangkat teleponnya kan? Hm, kalau dipikir, mana mungkin kak Ele







