LOGIN"Amnesia selektif?" ujar Marco dengan dahi mengeryit setelah mendengar penjelasan dokter Julian.
Dia menatap dokter Julian dengan tatapan tidak yakin."Apa dokter tidak salah memeriksa? Apa dokter yakin jika istriku mengalami amnesia bukan sedang berpura-pura untuk membohongi kita semua, khususnya untuk membohongiku" "Dokter tidak tahu seberapa gila tindakan yang istriku lakukan sebelumnya untuk menarik perhatianku" ujarnya tidak percaya atas hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi istrinya. Dokter Julian menatap Marco dengan kekesalan tertahan di dalam hati. Dia sedang berkata serius, tapi pria dihadapannya ini malah meragukannya. Terlebih Marco meragukan istrinya sendiri yang baru saja lolos dari kematian. Dia menatap Marco tidak habis pikir. Apa pria dihadapannya ini melihatnya sebagai pria dan dokter yang mudah di tipu? Sungguh tidak masuk akal! Dokter Julian menggerutu di dalam hati. Dokter Julian menatap suami pasiennya dengan lekat, lalu menghela nafas panjang. Dia berbicara untuk mematahkan keraguan Marco."Benar! Kami mendiagnosa jika istri anda mengalami amnesia selektif. Kami sudah melakukan CT scan kepala dan MRI untuk melihat apa ada kerusakan struktural di otaknya" "Kami juga melakukan pemeriksaan penuh seperti evaluasi refleks dan fungsi saraf kranial dan berkoordinasi tim neuropsikologi untuk tes kognitif dan memori" "Nyonya Elena mengingat semua hal yang ada dihidupnya termasuk orang-orang di sekitarnya, tapi dia tidak mengingat anda" "Mungkin saya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada anda sebagai anggota keluarga nyonya Elena untuk menilai seberapa jauh keparahan amnesia yang di derita istri anda" "Tuan Marco, saya harap anda bisa lebih bersabar dan mengontrol emosi anda saat dihadapan nyonya Elena" "Jangan memberinya tekanan yang bisa mengakibatkan stress. Itu bisa berbahaya bagi kesehatan nyonya Elena. Saya harap tuan mengerti!" jawabnya berkata dengan tegas. Marco masih menatap dokter Julian tidak percaya."Omong kosong! Bagaimana bisa istriku bisa mengingat semua orang dan semua kenangan, tapi tidak mengingat aku sebagai suaminya?" "Elena sangat mencintaiku. Jika istriku amnesia, aku akan lebih percaya jika dia bisa melupakan semua orang, tapi tidak denganku! Dokter Julian, kurasa ada yang salah dengan pemeriksaanmu dan rumah sakit ini" "Elena pasti sedang membalas dendam padaku karena dia masih tidak puas aku tidak datang kepadanya saat malam anniversary pernikahan kami!" "Tolong katakan kepadanya untuk tidak bermain-main! Apa dia menyuapmu, dokter Julian? Katakan berapa bayaran yang diberikan istriku agar kau mau mengatakan hal ini kepadaku" tuduh Marco. Dokter Julian menatap tajam Marco. Dia menghela nafas kasar, berpikir jika pantas saja pasiennya mengalami pingsan hampir dua kali setelah menghadapi pria ini. Saat ini, dia bahkan ingin memukuli Marco jika saja tidak memikirkan citranya sebagai seorang dokter yang bermartabat. "Nyonya Elena sebelumnya mengalami kecelakaan yang cukup fatal hingga membuat kepalanya cedera akibat benturan keras" "Trauma akibat cedera di kepalanya bisa mengakibatkan kerusakan otak dan mempengaruhi memori. Selain itu, trauma psikologis yang signifikan juga dapat menyebabkan amnesia selektif" "Trauma psikologis yang menyebabkan amnesia selektif terjadi ketika seseorang mengalami peristiwa yang sangat menyakitkan atau mengancam secara emosional, sehingga otak "memblokir" ingatan tertentu untuk melindungi individu dari rasa sakit emosional" "Trauma ini biasanya terkait dengan kenangan yang melibatkan rasa takut, bersalah, atau kehilangan yang mendalam" "Maka dari itu saya mengatakan ingin bertanya kepada anda untuk mengetahui lebih dalam latar belakang nyonya Elena" "Kami ingin mengetahui apa ingatan yang hilang ini hanya diakibatkan cedera kepala yang dialami nyonya Elena atau ada kombinasi dari trauma psikologis yang membuat memori ingatan nyonya Elena terganggu" "Tuan Marco, anda tahu rumah sakit ini adalah salah satu rumah sakit terbaik di kota ini" "Dokter yang bekerja di tempat ini juga tidak kalah memiliki kualifikasi yang tinggi dari kualifikasi dokter yang bekerja di rumah sakit ibu kota" "Jika anda meragukan integritas rumah sakit ini dan pelayanannya, juga meragukan integritas dan dedikasi saya sebagai seorang dokter, anda bisa membawa istri anda untuk melakukan pemeriksaan ke rumah sakit lain yang bisa anda percaya agar tidak ada kesalahpahaman di masa depan antara anda dan istri anda!" "Jangan sampai karena pemikiran anda yang tidak berdasar, anda secara tidak langsung merugikan orang lain. Baik saya, rumah sakit ini atau-pun istri anda sendiri!" jawab dokter Julian dengan dingin. Marco terdiam, mencoba mencerna kata-kata dokter Julian. Dia menghela nafas kasar, kepalanya dipenuhi pemikiran rumit. Benarkah Elena kehilangan ingatan? Elena sangat mencintainya, jadi kenapa hanya dia yang tidak diingat Elena? Atau selama ini Elena bukan mencintainya, tapi membencinya karena dia tidak pernah memperhatikan istrinya itu? Marco menatap dokter Julian dengan datar."Saya akan membawa Elena ke rumah sakit lain!" --- "Kau siapa lagi? Aku tidak mengenalmu!" ketus Elena kali ini di dalam kamar perawatannya masuk seorang wanita berambut pirang dengan dandanan tebal dan gaun kekurangan bahan. Jika saja tidak melihat betapa cakapnya dokter Julian, dia ragu dengan kualitas rumah sakit yang ditempatinya ini, karena sedari tadi terus berdatangan orang-orang aneh yang tidak dikenalnya datang mengunjunginya. "Nyonya Elena, kau sudah sadar? Aku sangat senang melihatmu bisa pulih kembali. Aku pikir kau akan..." Marrie menundukan kepalanya, berpura-pura sedih di hadapan Elena. Dia meremas tangannya, sebelum berbicara kepada Elena."Nyo-nyonya Elena, saya minta maaf. Malam itu, saya tidak sengaja membuat tuan Marco harus menemani saya di rumah sakit sampai melupakan anda yang sedang menunggunya untuk merayakan pesta anniversary hari jadi pernikahan anda" ujarnya dengan suara menyesal. Elena menatap wanita dihadapannya dengan heran. Dia menghembuskan nafas kesal, lalu dia seakan teringat sesuatu. Elena berseru dengan marah."Ternyata pria bernama Marco itu lagi. Tidak kau tidak dia, kalian sama-sama gila dan tidak waras!" "Aku tidak peduli apa yang kau lakukan dan pria bernama Marco itu! Sekarang enyahlah dari hadapanku!" "Kau dan dia merusak pemandangan dan membuatku ingin muntah! Aku tidak mengenalmu dan tidak mengenal Marco sialan itu! Pergi dari sini! Kau salah orang! Aku bukan Elena yang kalian cari!" Marrie tersenyum tipis mengira Elena hanya berpura-pura tidak mengenalnya karena masih marah dengan kejadian yang telah lalu. Jadi bukannya menyerah untuk pergi, dia semakin bersemangat untuk mengganggu Elena. Dia berharap, Elena akan mengamuk dan menyakitinya seperti biasa. Jika itu terjadi, dia akan mengadukan sikap Elena kepada Marco agar tuannya itu semakin membenci istrinya. Marrie menatap Elena dengan mata berkaca-kaca."Nyonya Elena, jika anda ingin marah, nyonya bisa lampiaskan kekesalan nyonya kepada saya" "Saya mohon jangan marah kepada tuan Marco. Bagaimana bisa anda bersikap sampai seperti ini sampai berpura-pura tidak mengenal kami?" "Sepertinya kesalahan saya cukup besar kali ini. Nyonya Elena, tolong maafkan saya, hiks" lirihnya sambil menutupi wajahnya pura-pura menangis. Elena menatap kesal wanita tidak jelas dihadapannya. Daripada dia mengoceh dan menjawab ucapan wanita dihadapannya yang tidak tahu kenapa malah tiba-tiba menangis. Dia lebih baik tidur. Elena berbaring di atas ranjang, lalu menarik selimut sampai menutupi kepalanya. Dia berbalik ke arah lain, meninggalkan Marrie yang masih mengoceh sambil berpura-pura menangis. Ceklek Marrie mendongak melihat kedatangan Marco yang berdiri di ambang pintu. Sebelum Marco sempat bertanya apa yang terjadi, Marrie berjalan cepat menghampiri Marco untuk mengadu. "Tuan" ujar Marrie menatap Marco dengan wajah sembab dan memanggilnya dengan suara serak menunjukan jika dia sehabis menangis. Marco menatap Marrie bingung."Kau di sini Marrie? Sejak kapan? Apa kau sehabis menangis?" tanyanya saat melihat wajah sekretarisnya yang sembab. Marrie mengigit bibirnya menatap Marco dengan wajah sedih."Tuan, nyonya..., hiks" lirihnya, lalu kembali menangis. "Ada apa dengan nyonya?" tanya Marco dengan datar. Marrie tersenyum dalam hati mengira dia bisa menjebak Elena kembali agar wanita itu dimarahi oleh Marco. Marrie mengusap sudut matanya yang berair."Tuan, hiks. Tolong jangan salahkan nyonya. Ini salah saya yang sudah membuat tidak senang hingga nyonya memarahi saya" "Apa yang sudah kau lakukan kepada Elena hingga dia marah?" tanya Marco menatap tajam Marrie. Marrie tidak menyadari tatapan tajam Marco hingga dia dengan bangga langsung membual seperti biasanya. "Nyonya Elena mengatakan kita pasangan hina yang berselingkuh hingga nyonya ingin membunuh dirinya sendiri untuk membuat kita merasa berdosa sampai mati dihantui rasa bersalah kepadanya" "Tuan, saya sudah mencoba menjelaskan apa yang terjadi di malam itu, tapi nyonya tidak percaya dan masih menuduh kita yang tidak-tidak” "Tuan, tolong jelaskan kepada nyonya jika tidak ada hubungan apapun di antara kita. Nyonya salah paham dan saya merasa tidak enak hati. Hiks" "Benarkah? Lalu bagaimana caranya Elena mengatakan itu kepadamu kalau yang aku lihat sejak tadi Elena sedang tidur dan kau menangis sendiri?" tanya Marco dengan dingin. Marrie menatap Marco terkejut, lalu menoleh menatap ke arah ranjang dimana dia dapat melihat jika Elena sedang tertidur pulas. Marrie:"....." tidak bisa berkata-kata.Marco merasa sesak di dada. Dulu, ia tidak peduli pada istrinya, meski ia tahu Elena mencintainya dengan sangat ugal-ugalan.Alih-alih tersanjung oleh cinta mati istrinya, ia malah merasa risih dan jijik. Namun, ketika kini ia mendengar istrinya tidak lagi cinta padanya, hatinya terasa sedikit tidak nyaman."Tidak! Ini hanya perasaanku saja. Elena terlalu kurang ajar memublikasikan masalah rumah tangga kami kepada orang luar, padahal keputusan cerai kami belum benar-benar selesai" batin Marco."Aku marah dan tidak nyaman karena itu! Ya! Hatiku tidak nyaman karena perbuatan Elena yang tidak sopan, bukan karena mendengar dia tidak lagi cinta padaku""Baguslah kalau wanita itu tidak suka lagi padaku. Itu berarti tidak ada lagi yang akan menggangguku dengan suara cerewetnya yang berisik itu""Dan aku bisa bersama dengan Jenny seperti yang seringkali dulu aku impikan!" Marco mencoba menyangkal bahwa ia mungkin memiliki perasaan lain terhadap istrinya.Jika pun iya, kenapa harus sekarang? K
"Suami? Cih! Sepertinya pernikahanku dengan Marco memang cukup terkenal, ya. Tapi aku tidak peduli apa pun yang terjadi di masa lalu""Aku datang ke sini untuk berpesta dan berkumpul dengan kalian. Jadi, jangan membahas hal yang tidak penting!" ujar Elena kepada teman-temannya.Rachel meletakkan punggung tangannya di kening Elena. "Tidak demam. Tapi kenapa sekarang aku melihatmu sepertinya sangat membenci suamimu? Dia masih cinta mati-mu, kan?" Tanyanya, menatap Elena heran.Bukan hanya Rachel. Teman-teman Elena yang lain pun tak kalah bingung. Mereka menatap Elena, seolah melihat hantu dari masa lalu."Setelah kau menikah dengan Marco, jangankan muncul di pesta lagi, kau bahkan tidak pernah menghubungi dan bicara pada kami""Sesekali kami memang masih bisa menghubungimu, tapi tetap saja kau sangat sulit diajak bertemu""Jadi, katakan padaku, apa yang terjadi sampai kau berada di sini dan terlihat sinis ketika kami membahas suamimu? Kau tidak cinta mati lagi dengan suami itu?" sahut C
Elena tidak peduli dengan apa yang menimpa suaminya. Dia sudah bulat dengan keputusan cerainya. Lagipula dia tidak mengingat Marco dan tidak lagi cinta kepada suaminya. Hidupnya kini terasa seperti ia masih seorang lajang. Andai saja Marco dan keluarganya tidak mengingatkan dia tentang masalah pernikahannya, dia tidak akan menganggap Marco pernah ada dihidupnya. "Malam ini mari bersenang-senang!" ujar Josh kepada adiknya Elena. Elena memakai gaun biru laut yang indah. Riasan tipis menghiasi wajahnya, mempertegas kecantikan alaminya."Rasanya seperti sudah lama sekali aku tidak berpesta. Jadi kakak, ayo kita bersenang-senang! Kuharap ada hal baik yang aku bisa lihat malam ini!" jawab Elena sambil tersenyum tipis. "Tuan Preston mengundang para Elit di kota ini untuk pesta ulang tahun pernikahannya. Tentu saja keluarga kita termasuk di dalamnya yang masuk ke dalam daftar undangan""Jadi kurasa akan banyak tamu yang datang. Mungkin teman-temanmu juga datang ke pesta itu. Selama kau m
"Apanya yang salah paham? Kak, apa kau selingkuh? Tidak ada wanita yang meninggalkan suaminya dan kembali kepada orang tuanya sampai meminta cerai jika kau tidak bermain api dengan wanita di luar sana" "Ah, apa jangan-jangan kau kembali lagi dengan mantan pacarmu Jenny itu ya! Kak, aku memang tidak begitu suka dengan kakak ipar Elena, tapi bukan berarti aku mau Jenny jadi kakak iparku! Aku tidak akan pernah menerimanya!" Kesal Mona. Ya! Dia memang tidak suka Elena yang terkenal sombong dan mendominasi. Namun selama Elena menjadi kakak iparnya, wanita itu selalu menurut dan royal kepadanya untuk mengambil hatinya.Dia tahu kakak iparnya melakukan semua itu untuk menarik perhatiannya agar dia bisa bicara dengan baik kepada Marco agar kakaknya lebih memperhatikan Elena lagi. Daripada Jenny atau wanita lainnya yang tidak sekaya Elena dan tidak lebih cantik dari kakak iparnya, jadi mana mungkin dia mau menukar kakak ipar ibarat sebongkah emas itu dengan batu kerikil. Nyonya Mariska men
"Jangan bahas Elena lagi. Kalau Mom ke sini menemuiku hanya untuk membahas Elena, sebaiknya Mom dan yang lainnya pulang saja!" Usir Marco tanpa basa basi kepada ibunya. Nyonya Mariska tercengang. Ia menatap anaknya tidak percaya. "Kau mengusir Mommy hanya karena Mommy membahas Elena? Kenapa? Elena istrimu dan menantu Mommy""Mommy ingin bertanya keadaan dan keberadaannya saja tidak boleh! Kau tidak menganggap mommy sebagai ibumu lagi? Tidak menganggap wanita tua ini sebagai keluargamu?" Nyonya Mariska menangis dan mulai membuat dramanya lagi. Marco sakit kepala. Ia sudah tidak tidur berhari-hari karena mengurus perusahaan dan Elena yang terus merajuk juga meminta cerai. Kali ini ia tahu Elena serius. Jika tidak, Elena dan keluarga istrinya itu tidak akan sampai bermain-main juga bertindak kejam kepadanya, perusahaannya, bahkan kepada seluruh anggota keluarganya. Sebenarnya ia tahu Elena dan keluarga Riddle bisa mel
"Mom, ada apa?" Tanya Mona ketika melihat wajah pucat ibunya setelah menghubungi kakak iparnya. Nyonya Mariska mengabaikan pertanyaan Mona putrinya untuk sementara waktu. Ia mencoba menghubungi nomor menantunya lagi, namun Elena tetap tidak bisa dihubungi. Wajahnya pucat pasi."Bagaimana mungkin?" Gumamnya tidak percaya. Mona mengernyit heran ketika melihat wajah pucat ibunya. Sedangkan nyonya Silvia tidak kalah penasaran ketika melihat raut pucat nyonya Mariska."Ada apa? Apa yang terjadi? Apa Elena tidak bisa dihubungi? Mungkin dia sedang sibuk" ujar nyonya Silvia menebak-nebak keadaan yang terjadi ketika melihat ekspresi tidak wajar nyonya Mariska.Kening Mona semakin berkerut."Mom, jangan bilang kak Elena tidak bisa dihubungi. Kok bisa? Tumben sekali. Mom, katakan sesuatu. Sebenarnya ada apa?""Kenapa ekspresimu seperti itu setelah menghubungi kakak ipar. Atau, apa yang sebenarnya kakak ipar katakan padamu""Dia mengangkat teleponnya kan? Hm, kalau dipikir, mana mungkin kak Ele







