"Kenapa wanita itu berada di mansion utama? Bukankah kamu sudah berjanji akan membiarkannya tinggal di paviliun samping!?”
Terlihat Naura sedang berdiri di hadapan Zafir dengan wajah marah.
“Hanya karena masalah sepele seperti itu, kamu berani menerobos ruang kerjaku dan membentakku?” tanya Zafir dengan wajah kesal.
“Melanggar janji adalah hal sepele untukmu, Zafir, tapi tidak untukku!” balas Naura dingin.
Tepat hari ini, sudah lebih dari dua minggu semenjak Evelyn benar-benar tinggal di kediaman Naura dan Zafir.
Di waktu yang bersamaan, sudah dua minggu pula Naura dan Zafir terus bersitegang akibat wanita tersebut.
Ketika Naura setuju untuk menjadikan Evelyn ibu penggantinya, dia sudah memberikan sejumlah persyaratan kepada Zafir, termasuk membiarkan Evelyn untuk tinggal di paviliun samping dan bukan di mansion utama.
Semua demi menghindari ketidaknyamanan saat bertemu dengan wanita tersebut.
Namun, siapa yang sangka bahwa setelah dua minggu Naura pergi mengurus bisnis di negara tetangga, dia kembali untuk menemukan Evelyn berkeliaran di mansion utama dan tanpa pamrih bermanja-manja dengan Zafir di depan para pelayan?
“Aku tidak mau tahu bagaimana kamu memberitahunya, tapi tempatkan dia kembali di paviliun samping segera,” ucap Naura seraya menghela napas, lelah bertengkar dengan suaminya karena masalah ini.
“Hanya karena cemburu, kamu tega membiarkan Evelyn terkurung di tempat itu sepanjang waktu? Apa kamu tahu itu bisa membuatnya stress dan sulit hamil?! Jangan egois!” balas Zafir.
Naura terperangah. Egois?
Hanya karena ingin membuat situasi yang nyaman bagi dirinya sendiri selagi membiarkan Zafir dan Evelyn menjalankan ‘hubungan’ mereka, suaminya itu mengecap dirinya egois?
Apa Zafir tidak salah!?
“Kamu–”
“Zafir, Kak Naura, kumohon jangan bertengkar!” potong sebuah suara merdu yang manis.
Naura dan Zafir menoleh, mendapati Evelyn–yang tadi sempat diminta keluar–kembali menerobos ke dalam ruangan tanpa diminta.
Wajahnya tampak khawatir dan matanya berkaca-kaca, membuat siapa pun yang melihat terenyuh.
Berhadapan dengan Naura, Evelyn yang tampak takut berusaha terlihat berani. “K-Kak Naura, kumohon jangan memarahi Zafir. Dia melakukan semua ini untukku. Kalau bukan karena tubuhku lemah, dia tidak mungkin tega melanggar janji denganmu.”
Wanita itu meraih tangan Naura. “Percayalah padaku.”
Naura bisa menangkap ekspresi Zafir yang melembut dan tersentuh melihat Evelyn menyatakan hal tersebut.
Namun, Naura tidak merasakan hal yang sama.
PLAK!
Naura menepis tangan Evelyn, membuat wanita itu terkejut dan menatap kaget sosok Naura.
“Kita tidak sedekat itu sampai kamu bisa menyentuhku maupun memanggilku dengan panggilan ‘kakak’, Evelyn. Aku bukan kakakmu,” tegas Naura dingin.
“Naura!“ Zafir membentak Naura dan langsung berdiri di hadapan Evelyn.
Pria itu seakan melindunginya dari Naura. “Tidak bisakah kamu bersikap lebih baik kepada Evelyn!? Dia hanya khawatir dan berusaha membantu!”
Naura melihat bagaimana Evelyn bersembunyi di belakang Zafir selagi meraih lengan pria itu. Dia pun mengalihkan pandangan kepada Zafir.
“Sudah kukatakan dari awal, aku tidak menyukai keberadaannya. Jadi, aku memintamu untuk membiarkannya tinggal di paviliun samping. Kamu yang melanggar kesepakatan kita, tapi sekarang kamu menyalahkanku saat bersikap jujur dengan ketidaksukaanku? Tidakkah kamu merasa kamu egois, Zafir?”
Zafir tersentak. Naura sedang membalikan pernyataannya.
“Aku–” Zafir terdiam lama sebelum kemudian menatap ke arah lain, tidak bisa menjawab.
Melihat hal itu, Naura mendengus. Dia tidak percaya suami yang selama enam tahun ini dia banggakan bisa bersikap begitu menyedihkan.
Namun, selagi Zafir tampak seperti itu, hati Naura sendiri juga merasa sakit. Bagaimanapun … pria itu adalah suaminya.
Setelah terdiam untuk beberapa saat, akhirnya Naura menarik napas panjang dan berkata, “Baiklah, dia bisa tinggal di mansion utama.”
Ucapannya membuat Zafir dan Evelyn terkejut dan saling menatap dengan mata berbinar.
Namun, semua kesenangan mereka itu hanya untuk sesaat, karena di detik berikutnya Naura lanjut berkata, “Kalau dalam dua bulan Evelyn tidak kunjung hamil, maka langsung akhiri hubungan kalian.”
Tanpa menunggu Zafir ataupun Evelyn mengatakan apa pun lagi, Naura langsung pergi dari tempat itu.
Sekitar satu setengah bulan semenjak kejadian, mendadak Naura mendengar kabar yang dia tunggu, tapi tidak kian dia sukai.
“Nyonya, Nona Evelyn dinyatakan hamil!”
Satu minggu tepat ajakan menikah Arjuna, pria itu benar-benar mewujudkannya. Naura berdiri dengan gaun pengantin putihnya, bibirnya tersenyum tipis menatap sosoknya sendiri di cermin. Mela dan Kate berdiri di kedua sisinya, mereka ikut tersenyum bahagia. "Selamat, anakku yang manis. Jika ayahmu melihat ini, pasti dia menangis bahagia," ucap Mela, kedua matanya berkaca-kaca saat mengatakan ini. Naura tersenyum dan memeluk Mela. "Semua ini terjadi karena doa ibu yang selalu membantuku."Setelah Naura melepas pelukannya, kini giliran Kate yang menangis. "Ada apa, Kate?" tanya Naura sambil tersenyum tipis. "Saya merasa terharu, karena akhirnya nyonya bisa bahagia tanpa banyak pihak yang mengganggu," jawab Kate cepat di tengah isak tangisnya. Naura terkekeh, lalu memeluk Kate. "Terima kasih banyak karena selalu setia padaku, Kate.""Sebuah kehormatan untuk saya, nyonya," jawab Kate sambil menahan air matanya agar tidak jatuh mengenai gaun pengantin Naura. "Kalau begitu ibu akan kel
Zafir terbatuk keras sebelum akhirnya dia jatuh berlutut di lantai sambil menahan darah yang terus mengalir keluar melalui punggungnya. "Zafir..." ucap Naura, dia tetap mendekat meskipun Zafir menahannya. Kedua tangan Naura gemetar, matanya mulai menatap khawatir ke arahnya Zafir. "Kenapa kamu melakukan ini?""Karenamu, apa lagi?" jawab Zafir tanpa ragu di tengah kerumunan yang memperhatikan mereka. "CEPAT PANGGIL DOKTER! KENAPA KALIAN HANYA MELIHAT?!" Bentak Naura pada kerumunan yang hanya diam menonton. Sela tiba-tiba tertawa dari atas sana, kemudian dia berkata,"Aku tahu kamu akan dilindungin oleh siapapun itu."Naura kembali menatap Sela, kali ini tatapannya tajam. "Apa semua ini tidak cukup untukmu?""Berhenti menyakiti mereka, Sela! Bukankah aku yang ingin kamu hancurkan?!" Tiara mendekat ke arah Naura dan merentangkan tangannya untuk melindungi Naura dari bidikan pistol Sela. Sela hanya menatap datar Tiara, lalu tiba-tiba menarik pelatuk pistolnya kembali, namun kali ini b
Satu minggu setelah pertemuannya dengan Tiara, Mansion Tirta kedatangan surat undangan perayaan ulang tahun keluarga Bara. Naura tengah bersiap-siap, wanita itu duduk tenang di meja riasnya seperti biasa. "Apa belum ada kabar dari Arjuna?" tanya Naura, hari ini genap tiga minggu dirinya dan Arjuna tak bertemu. Kate menggeleng pelan. "Belum, nyonya. Saya juga sudah mencoba mencari kabar beliau melalui tuan Damian, tetapi masih belum ada kabar juga."Naura mengangguk mengerti, lalu memilih untuk segera menuju mobil di halaman depan. Sudah tiga hari Arjuna jarang memberinya kabar, entah kesibukan seperti apa yang menimpa pria itu. Naura jelas berbohong jika dirinya tidak khawatir, namun yang lebih jelas lagi adalah dia percaya pada Arjuna. Sampai di Mansion Bara, karpet merah menjuntai menyambut kedatangan Naura. Begitu sosoknya turun dari mobil, jepretan kamera secara cepat menyambarnya. Naura tetap tersenyum dan terus melangkah maju melewati lautan wartawan di sisi kanan dan ki
"Maaf karena sebelumnya saya sempat tiba-tiba menghilang dan membuat Anda khawatir," ucap Tiara dengan raut wajah cemas. Naura tersenyum tipis dan mengangguk. "Saya mengerti, nyonya Bara."Tak lama senyum halus Tiara hilang, pandangan matanya pun perlahan turun. "Situasinya sedang sangat tidak baik."Naura memilih untuk tetap mendengarkan, menunggu wanita itu selesai menjelaskan. "Presiden menekan saya menggunakan adik laki-laki saya yang sedang berkuliah di Amerika. Tak satupun kerabat internal Bara yang bersedia membantu, kami semua takut." "Apa tidak ada kerabat yang sebelumnya--""Tidak ada, nyonya. Saya benar-benar tidak berdaya, mereka menganggap saya tidak mampu melindungi keluarga Bara, jadi mereka tidak berani mengambil risiko." Potong Tiara, membuat Naura kembali terdiam. "Yang membuatnya semakin sakit bukan karena saya teringat fakta bahwa suami saya selingkuh, tetapi saat saya sadar setelah semua usaha yang saya lakukan, saya tetap tidak bisa membuat orang-orang yang s
"Apa yang membuat nyonya Tirta terhormat mengunjungi kediaman Bara kami?"Suara Jovan yang melayang dengan nada sarkas terdengar. Naura berdiri di hadapan mobil sedan hitam mewahnya, menatap dingin Jovan dan Sela yang 'menyambutnya'. "Di mana nyonya Bara?" tanya Naura langsung, tidak mengindahkan basa-basi Jovan. Jovan tersenyum dingin. "Istri saya kebetulan sedang ada perjalanan bisnis mendadak ke Mesir, nyonya. Sayang sekali, Anda--""Lalu mobil siapa yang terpakir di situ?" Potong Naura, lirikan matanya tertuju pada mobil limosin putih yang terpakir tak jauh dari mereka. Jovan sedikit tercekat, dia tidak tahu kalau Naura bahkan mengetahui mobil Tiara. "Istri saya--""Bisakah Anda tidak membuat waktu saya terbuang sia-sia? Cepat panggil nyonya Bara." Potong Naura saat Jovan hendak melontarkan alasan baru. Jovan menggeleng cepat. "Istri saya sedang tidak enak badan, nyonya Tirta. Tidak bisakah Anda berhenti ikut campur?" Tatapan dan nada bicara Jovan berubah lebih tajam. Naura
Naura tengah mendengarkan presentasi rapat di kantor utama Tirta, namun meskipun begitu tidak ada yang tahu kemana fokus pikirannya pergi. Sejak pagi dia hanya memikirkan Tiara, hatinya jelas merasa khawatir mengingat wanita itu tak memiliki dukungan apa pun dari internal maupun eksternal. "Bagaimana, nyonya Tirta?" tanya ketua divisi yang sedang melakukan presentasi tersebut, membuat Naura tersadar. "Iya, maaf? Oh... Bagus, teruskan." Setelah Naura menjawab, raut wajah puas dan bahagia segera terpancar dari para anggota divisi tersebut. Begitu rapat selesai, Naura dengan cepat bergegas keluar dan Kate seperti biasa mengikuti dari belakang. "Anda baik-baik saja, nyonya?" tanya Kate khawatir. Naura mengangguk singkat. "Iya, apa aku terlihat tidak fokus di rapat tadi?"Kate balas mengangguk juga. "Lumayan, nyonya. Anda ingin saya buatkan teh atau--""Nyonya Tirta!" Dari arah belakang muncul suara pria yang memanggilnya, membuat Naura dan Kate menoleh bersamaan. "Ada apa?" tanya