āKau kenapa?ā tanya Bratindra kebingungan. Sama dengannya yang bingung aku pun begitu. Aku heran kenapa laki-laki pujaan seluruh gadis pulau berada di sini. Ditambah lagi aku sedang berada dalam pangkuannya. Kekuatan mistis mana yang sedang bekerja di sini. Aku tak menjawab pertanyaan itu karena kepalaku dipenuhi tanda tanya yang tak memunculkan jawaban. āLatu? Kau tak apa?ā āAstaga!ā ucapku ketika sadar aku tergeletak di tanah persis di depan rumah. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi. Terakhir aku melihat pemuda dalam mimpiku muncul di depan rumah dan aku melihat suatu tempat yang dihuni begitu banyak naga. Tempat yang belum pernah aku lihat sebelumnya, bahkan mendengar pun tak pernah. Tempat yang terasa begitu asing, tetapi begitu akrab di waktu yang bersamaan. Semua itu bergabung dan membentuk teka-teki yang memenuhi otakku. Bahkan laki-laki yang menolongku pun tak terlaluku hiraukan. āKau tak apa?ā tanyanya lagi. Aku yang masih berbaring di pangkuannya tak kunjung menunj
Sudah dua hari ini ibu sibuk sekali mengurus para tetua yang masih melakukan ritual-ritual guna mengetahui kejadian yang terjadi. Semua para tetua berkumpul di balai dan para ibu bertugas menyiapkan makanan dan kebutuhan lain para tetua. Para suami juga berburu atau menyiapkan lauk yang diberikan pada mereka. Semua sibuk, semua berharap akan ada titik terang atas kejadian yang menggemparkan pulau di hari yang lalu. Aku merasa badanku begitu kotor karena belum mandi dua hari ini. Tari juga sibuk karena orang tuanya ikut bekerja di balai. Aku tentu saja tak mau ikut menjadi beban. Maka aku putuskan untuk berangkat ke sungai sendirian. Di jalan setapak aku mencoba menjernihkan pikiran. Hari-hari belakangan sangat membingungkan, seolah dunia sedang bermain teka-teki. Orang berkata jika hidup itu sederhana, nyatanya bagiku rumit sekali. Apa yang sedang terjadi sangat membingungkan, dan apa yang akan terjadi membentuk tanda tanya besar. Di saat menghitung langkah aku melihat pemuda itu.
Aku tak tahu haru berkata atau berbuat apa. Belum pernah ada satu orang menyatakan cinta kepadaku. Dan sekarang laki-laki bernama Bratindra, laki-laki pujaan seluruh gadis desa tiba-tiba menyatakan perasaannya di jalan setapak di tengah matahari hendak bersembunyi. Otakku tak memiliki kapasitas lebih untuk memikirkan itu. Semua akalku seolah tersumbat dan berhenti. Pikiranku tak mengeluarkan perintah bagi mulut untuk merespons dengan baik. āAku... Aku..ā āOh, kau tak harus mengatakan apa-apa sekarang,ā katanya lembut, āAku hanya ingin memberitahu padamu jika ada seseorang yang menyukaimu sejak dulu.ā Bratindra berjalan seperti tidak ada terjadi sedangkan aku berjalan dengan canggung. Bagaimana mungkin aku bisa berjalan santai bersama orang yang barus saja mengatakakan cinta. Dari depan aku melihatnya berjalan. Langkahku pendek dan tak mampu untuk mengimbanginya. Aku berpikir dan terus berpikir. Mengapa aku sebingung ini. Bukankan sudah kepastian jika aku menyukai laki-laki itu. La
āKau tak apa?ā Aku tentu saja tak menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Bratindra tidak seharusnya berada di sini, apalagi dengan hari yang mulai gelap. Aku menggeleng kebingungan. Entah apa maksud laki-laki ini. āMungkin sebaiknya kita di luar saja sampai ibumu pulang.ā Katanya menarik kursi dari bambu. Ia duduk tanpa kupersilahkan. Sebenarnya aku senang di malam yang sepi ini ada seseorang yang menemaniku, ditambah dia adalah laki-laki kecintaan semua gadis di pulau. Namun, ada rasa canggung yang juga menghantuiku. Seperti aku katakan sebelumnya, aku adalah gadis tanpa pengalaman menjalin hubungan. Aku takut topik apa yang harus aku lemparkan. Bagaimana melanjutkan percakapan agar menarik atau kekhawatiran lainnya. āTenang, kau bisa diam dan duduk saja!ā kata Bratindra seolah tahu pikiranku. āEh.. ehhmmmmā Aku duduk di kursi yang kutarik cukup jauh darinya. Tanganku kusilangkan di dada, menahan kain yang menutupi pundakku. Angin malam ini cukup dingin, ditambah sinar bulan yan
āShtttttā Aku tentu saja melotot. Memandang laki-laki ini dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin dia bersembunyi di kamarku di saat ibu sedang di rumah. Dia bukannya pulang malah di sini mengundang masalah. āKau harus pergi!ā bisikku. Aku tak ingin ibu bangun dan melihat aku bersama laki-laki ini. Sangat bahaya, bisa-bisa dia pingsan di tempat. āAsalkan kau berjanji!ā āApa!ā paksaku pelan. Rumah ini bukan rumah besar. Suara kecil pun bisa terdengar ke semua ruangan. Untung saja suara jangkrik dan hewan lain mungkin menyamarkan suara bisikan antara aku dan Bratindra. āBesok kita bertemu di sungai, aku akan menunggu di batu besar tempatku menunggumu!ā āAku tak pergi ke sungai besok!ā jawabku. Tangan laki-laki itu makin menggila. Seolah dia tidak menyukai jawaban yang baru saja aku berikan. āBaiklah,ā jawabku akhirnya. Sebenarnya sensasi ini sangat menaikkan adrenalinku. Perasaan takut sekaligus menyenangkan ini tak mau aku hentikan. Namun, aku masih bisa mengatur kepalak
Baru saja Latu ingin berjalan ke sungai untuk menemui Bratindra suara ibu berteriak terdengar begitu cari dari kejauhan. āLatu! Nak!ā teriaknya sambil berlari. āLatu!ā Aku sontak saja menemui ibu. Dari raut wajahnya dia terlihat begitu ketakutan. Entah hantu apa yang mengejarnya, padahal masih sore. Sesampai di halaman ibu langsung memelukku. Matanya sembab dan merah. Ia menangis, meraung. Beberapa orang terlihat mengikuti ibu dari belakang. Mereka juga memasang wajah yang sama menyedihkannya dengan ibu. Mata mereka memandangku dengan tatapan kasihan. āIbu kenapa?ā tanyaku dengan suara gemetar. Aku bahkan tidak memikirkan tentang diri sendiri, aku mengira ibu sakit atau dia berbuat kesalahan. Namun, bukan ibu yang harus kukhawatirkan. āNak, bagaimana ini. Bagaimana ini!ā āBagaimana gimana, Bu?ā tanyaku sedikit emosi. Kenapa tak ada satu pun yang menjelaskan kejadian ini padaku? Setelah beberapa saat ibu terus menangis tanpa penjelasan para tetua pulau datang. Kali ini tak han
āKak, kita bisa ketahuan!ā bisikku ketika Bratindra membuka kain yang menutup tubuhku. āKak, pintu terbuka. Seseorang bisa saja masuk!ā kataku mendorong Bratindra. Aku memperbaiki kain yang tadi hampir terlepas. Aku bingung apakah laki-laki ini tulus mencintaiku sehingga dia mau melakukan segala hal untuk menyelamatkanku dan pulau Tannin. Atau dia punya agenda lain. Bratindra mengedap-endap ke depan. Ia menutup pintu tanpa dilihat oleh orang yang berjaga di depan. Kayu panjang penghalang pintu pun dipasang sehingga orang tak bisa membuka dari depan. āKau tahu, kau harus menjadi milikku, kau tak bisa diberikan begitu saja kepada makhluk-makhluk kejam itu!ā Bratindra melepas kain itu dengan begitu mudah. Hanya sedetik tak ada lagi yang menghalangi pemandangan pemuda itu. Cahaya remang dari obor di luar rumah membuat suasana semakin erotis. āAku malu,ā āApa kau tak mau membuka matamu, Latu?ā Latu tak tahu hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah semua sama nikmatny
āSudut pandang orang ketiga serba tahu _____Warga berkumpul di depan rumah Latu dengan obor di tangan. Bratindra sudah keluar dari kamar Latu. Ia berjanji akan membatalkan ritual itu dengan segala cara. āAku akan menyelamatkanmu,ā katanya pada Latu dan segera keluar dari jendela kamar Latu. Meninggalkan Latu, gadis yang baru saja bercumbu dengannya menghadapi hari yang mungkin saja menjadi hari terakhirnya. Latu membuka pintu dan membiarkan para tetua masuk ke rumah. Dari belakang ibunya berjalan dengan kepala yang tertunduk lesu. Latu berjalan dengan janggal karena baru saja tubuhnya sangat lelah dibuat Bratindra. āDengar, Nak. Tak ada dari kami menginginkan hal buruk terjadi padamu. Seharian kami berdoa agar engkau masih memiliki nafas kehidupan setelah ritual ini dilakukan. Para tetua percaya jika Naga memiliki cara bijaksana untuk menerima persembahan ini.ā Latu mengangguk, ia tak mendengar nasihat itu, bahkan sedikit pun. Mereka mulai membersihkan tubuh Latu d