"Sepertinya Mas sengaja menghindar dariku.""Aku sedang banyak pekerjaan, Aruna. Ada satu toko yang kerampokan, aku harus berurusan dengan polisi untuk masalah itu. Belum lagi harus mengurus asuransi dan lain sebagainya.""Tapi tidak harus mengabaikan aku kan, Mas?""Jangan membuat masalah bertambah, Aruna.""Mas kau belum juga memberikan jawabanmu. Apa keputusanmu untuk masalah kita. Kau akan menceraikan mbak Alya atau meminta persetujuannya untuk dipoligami."Aku melihat mas Bara mendesah dengan gelisah, aku yakin dia belum melakukan apa pun."Kalau Mas tidak berani, biar aku saja yang bicara pada mbak Alya.""Jangan, apa jadinya nanti Aruna. Keluarga kita akan saling menyalahkan dan pertengkaran besar akan terjadi.""Lalu aku harus menunggu lagi setelah aku sangat kesulitan bahkan hanya untuk menemuimu dan bicara saja.""Biar aku mencari waktu yang baik untuk bicara dengan Alya.""Waktunya yang baik itu seperti apa, Mas. Waktu perutku sudah membesar dan mbak Alya akan mengetahui keh
Hari ini aku berhasil menemui orang tua mas Bara di tokonya. Kebetulan sekali aku sedang ada tugas membuat makalah. Aku berhasil membujuk teman-temanku untuk berbelanja bahan-bahannya ke toko orang tuanya mas Bara. Aku bilang saja pada mereka kalau harga di sana jauh lebih murah dibandingkan dengan toko yang lainnya. Terlebih dahulu aku menyelidiki hari apa saja sang bos datang ke toko yang letaknya tidak jauh dari kampusku itu. Kata yang jaga setiap Kamis dan Minggu saja. Baiklah, kalau Minggu aku jarang ada jam, makanya aku mengambil hari Kamis untuk ke sana. Banyak yang menitip padaku. Tidak apalah, aku nanti membawa beban yang lumayan berat yang penting niatku untuk bertemu calon mertua terlaksana."Selamat siang, Mbak.""Siang juga, Mbak. Ada yang bisa saya bantu.""Saya membutuhkan barang yang ada dalam catatan ini, tolong di periksa. Jika semua tersedia di sini saya mau membelinya. Kalau ada yang tidak tersedia tolong coret saja Mbak. Karena ini bukan barang saya saja.""Iya, M
"Kau mau ke mana, Aruna?"Tanya mas Bara, dia sengaja menghentikan langkahku yang sudah mencapai pinggir jalan raya. Aku sedang menunggu ojol yang sudah kupesan tadi."Aku mau main, Mas.""Kenapa kau banyak main sekarang, apa kau tidak mengkhawatirkan kandunganmu?"Aku tidak tahu mengapa mas Bara tiba-tiba menunjukkan perhatiannya pada janin yang pernah di tolaknya. Apa dia sudah berubah pikiran atau ini hanya akal bulusnya."Dia anak yang kuat, dia akan selalu bertahan untuk mendapatkan haknya.""Kamu ini bicara apa, ayo kita pulang. Istirahatlah dengan cukup. Baru saja kau pulang. Ini sudah mau pergi lagi.""Aku sudah pesan ojol, lagi pula apa urusanmu Mas?""Kan bisa dibatalkan. Aku berhak mengatur kamu karena kau sedang membawa bayiku.""Aku akan masuk dan mematuhimu kalau kita saat ini juga menemui mbak Alya untuk menyelesaikan masalah ini."Kataku tegas, seperti yang kuduga mas Bara hanya berdecak kesal padaku. Bisanya cuma mengatur, dimintai tanggung jawab susahnya minta ampun,
Aku merasa heran dengan orang-orang di sekelilingku. Mengapa mereka bersedih di saat aku akan melangsungkan pernikahanku dengan mas Bara. Ayah dan ibu tidak menunjukkan rasa bahagia mereka sama sekali, padahal aku si bungsu mereka akan segera melepas masa lajangku. Tidak ada suasana seperti waktu mbak Alifia atau mbak Alya mau menikah.Aku diantarkan pulang oleh mbak Alya setelah kejadian di rumah orang tua mas Bara waktu itu, mbak Alya tidak mengatakan apa-apa kepada ayah dan ibu. Mbak Alya hanya menyampaikan kalau mulai hari ini aku akan kembali tinggal di rumah mereka. Hanya itu yang dikatakannya kemudian langsung pergi, entah pulang ke rumahnya atau ke mana aku tidak tahu.Ayah dan ibu yang tidak mengetahui kalau telah terjadi hal besar, mereka hanya membiarkankanku saja. Mungkin mereka mengira mbak Alya marah dan memulangkanku karena aku bandel dan susah diatur.Pada malam harinya, orang tua mas Bara datang ke rumahku. Sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh mbak Alya, aku
Hanya akulah satu-satunya pengantin yang tidak bahagia di hari pernikahan. Bagaimana tidak, tak ada seraut wajah pun yang ceria di acara akad nikahku ini.Aku masih ingat betul saat mbak Alya datang ke rumah, sehari sebelum pelaksanaan akad nikah ini."Aku ingin pesta pernikahan seperti mbak Alifia dan mbak Alya dulu.""Tidak bisa, kau menikah secara tertutup saja. Yang penting sah.""Apa hak mbak Alya mengatur seperti itu?""Ayah dan ibu malu karena kau menikah dengan kakak iparmu dan dalam keadaan hamil pula.""Kenapa malu, toh orang tuanya mas Bara juga sudah menerima bahkan mereka juga memberikan sejumlah uang untuk biayanya.""Kau hanya memikirkan pesta saja, Aruna. Pikirkan juga biaya perawatan kandunganmu dan biaya saat kau melahirkan nanti."Aku menjawab mbak Alya tapi malah ibu yang membalas ucapanku dengan kata-kata pedasnya."Untuk apa aku memikirkan biaya perawatan bayi ini. Bayi ini ada ayahnya yang punya uang banyak untuk mencukupi semua biaya hidupnya.""Kau benar-benar
Aku harus mendapatkan kembali mas Baraku. Aku harus bisa membuat mas Bara seperti dulu lagi. Mas bara yang mencintaiku dan menyayangiku. Mas Bara yang menatapku penuh hasrat, yang selalu menginginkan kebersamaan denganku.Mungkin aku harus bersabar dan merayunya. Aku harus menurunkan egoku untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku takut jika aku selalu marah dan menuduhnya dengan kata-kata kasar, bisa-bisa mas Bara akan merasa bosan dan tak nyaman denganku. Aku tidak mau kalau mas Bara menceraikanku. Mungkin untuk saat ini dia hanya diam meskipun aku memarahinya hanya karena bayi ini. Jika bayi ini sudah keluar bisa saja mas Bara akan bersikap lain padaku. Dia bisa saja menceraikanku. Oh, tidak bisa. Aku sudah mengorbankan seluruh hidupku untuknya, aku tidak bisa kehilangannya.Aku tidak lagi bisa mendengar kabar mbak Alya, tidak mungkin aku menanyakannya pada mas Bara. Ayah dan ibu juga tidak pernah membicarakan mbak Alya jika ada aku. Mereka benar-benar menganggapku orang yang palin
Aku melangkah pelan memasuki halaman rumah mbak Alya. Sepertinya ada tamu di dalam, kulihat ada sepasang sepatu wanita di teras rumah. Siapa tamu mbak Alya?Aku sengaja berjalan lewat pinggiran, agar kedatanganku tidak terlihat dari pantulan kaca atau pun dari arah pintu depan. Ada suara percakapan. Aku menajamkan telinga untuk mengetahui dengan siapa mbak Alya mengobrol."Baiklah jika kau sedang baik-baik saja. Mama merasa lega dan tentunya akan bekerja lebih tenang, tidak memikirkan kesehatanmu lagi, Alya.""Ma, aku bukan anak kecil. Mama tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku bisa menjaga diriku. Nanti sore aku mau ke luar kota, ambil barang pesanan reseller. Mama pesan oleh-oleh apa, nanti Alya belikan.""Aku tidak ingin apa-apa lagi, Alya. Aku sudah berada dalam keadaan yang terpuruk begitu dalam. Nama baik keluarga yang kujaga dari dulu, akhirnya kini hancur karena Bara. Aku sangat kecewa.""Maafkan keluargaku, Ma. Mau dikatakan seperti apapun tetap keluargaku yang sudah mencorengkan
Aku tidak bisa menahan diriku lagi, aku sangat marah dengan kejadian hari ini. Aku benar-benar dibuat malu oleh mbak Alya dan tante Resti. Untung saja tak ada seorang pun yang tahu, jika ada yang tahu maka mau ditaruh mana mukaku ini."Bisa-bisanya mamamu memberikan rumah itu pada mbak Alya, apakah maksudnya itu?""Aku juga tidak tahu, terus apa hubungannya sama kamu kalau rumah itu sekarang jadi milik Alya?""Ya jelas ada hubungannyalah, Mas Bara dan aku itu sudah menikah dan rumah itu adalah milik mas Bara seutuhnya. Bukannya kita seharusnya yang tinggal di sana. Jadi, kok malah Alya yang menguasainya?""Rumah itu memang dulu yang beli mama, aku dan Alya yang membeli isinya. Kalau sekarang mama ingin Alya yang memilikinya, ya sudah tidak ada masalahkan?""Setidaknya isi rumah itu milikmu, Mas. Kenapa kau tak mengambilnya?""Bagaimana aku akan mengambilnya, aku membelinya bersama Alya, pakai uang Alya juga. Kalau ada sedikit yang dibeli dengan uangku apa aku juga harus mengambilnya, b