Masuk"Saya terima nikah dan kawinnya Camelia Wulandari Binti Almarhum Iman Santoso dengan mas kawin cincin emas tiga gram dibayar tunai!" ucap Danny Sasmita dalam pakaian setelan jas hitam pinjaman papanya menjabat erat tangan penghulu yang menikahkan dia malam itu.
"Bagaimana saksi? Apakah sah?" tanya penghulu berkacamata bening seraya menoleh ke sisi kanan dan kiri meja di tengah ruang tamu.
"SAH!"
"SAH!"
Papa Danny menepuk-nepuk punggung putera nomor duanya tersebut. Kakak laki-laki Danny masih kuliah di Perth dan justru belum berniat menikah. Situasi mendesak karena tekanan para warga lingkungan mengharuskan pernikahan kilat ini terjadi. "Dan, bagaimana pun kamu sudah jadi kepala rumah tangga sekarang, jadilah suami yang baik dan bertanggung jawab ya. Jangan sakiti istri kamu baik secara verbal maupun fisik, nanti Papa marah kalau kamu begitu!" pesan Pak Haryono Sasmita.
Sembari mendekati Danny dan papanya, Pak RT pun berkata, "Selamat menempuh hidup baru ya, Mas Danny. Berhubung sudah malam, saya dan rekan-rekan warga kampung sini ingin pamit pulang. Permisi!"
Pemuda yang baru saja dinikahkan paksa itu hanya bisa tersenyum tipis disertai helaan napas berat. "Baik, Pak RT. Maaf nggak bisa menjamu para tamu sekalian karena acaranya mendadak!" jawab Danny sopan sembari mengantarkan tamu-tamu tersebut sampai ke teras depan.
Nyonya Rina Sasmita menyusul Danny lalu berkata, "Dan, kamu sudah sah jadi suami Camelia. Sebenarnya, Mama juga masih merasa gundah. Menantu Mama itu masih belum sadar dari pingsannya, sana kamu tengok di kamar tidurmu saja. Jelaskan dengan hati-hati tentang pernikahan kalian ini. Mama nggak berani berharap banyak, lakukan saja dulu, oke?"
Danny pun mengangguk, dia tak jauh berbeda dengan mamanya, sama-sama gundah. Bisa jadi Camelia menolak keras pernikahan tersebut dan itu wajar. Siapa pula yang mau dinikahkan paksa oleh warga kampung? Sebagian besar kesalahan juga Danny penyebabnya.
Pintu kamar tidur ala bujangan itu dibuka lalu ditutup dan dikunci dari dalam oleh Danny. Dia melayangkan pandangannya ke atas tempat tidurnya. Masih berbalut handuk sang pengantin wanita yang tadi dia nikahi barusan.
Dengan perlahan Danny duduk di tepi ranjang seraya memperhatikan wajah ayu yang damai itu lekat-lekat. Sebersit senyuman terukir di bibir Danny, dia tahu bagian terberatnya ketika Camelia terbangun dan dia harus menjelaskan tentang pernikahan mereka.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 23.15 WIB. Sudah hampir tengah malam, dia pun lelah menghadapi para warga kampung tadi. Mereka ngotot menuduhnya telah berbuat maksiat bersama Camelia, seribu satu alasan tak ada satu pun yang diterima. Menikah adalah harga mati konsekuensi kesalah pahaman yang terjadi di rumah wanita itu.
"Hoamph! Ngantuk banget deh, tidur dulu lah!" gumam Danny setelah menguap lebar. Dia mencopot setelan jas pinjaman papanya lalu membersihkan badan di kamar mandi. Setelahnya barulah dia membaringkan diri di sisi kosong tempat tidur berukuran queen size itu. Tak lupa Danny menyelimuti tubuh molek yang takut dia sentuh itu dengan bed cover bergambar Spiderman miliknya.
Lama sekali Danny menunggu Camelia tersadar. Namun, dia kalah oleh rasa kantuk yang melanda. Malam seolah-olah berlalu cepat seperti terbang sejenak membawa dirinya ke alam mimpi. Tidur nyenyak Danny harus berakhir tatkala dia dikejutkan oleh jeritan histeris wanita yang memekakkan gendang telinganya.
"KYAAAA!"
"BUK BUK BUK!" Camelia memukuli badan Danny yang terbaring di bawah selimut yang sama hanya berbalut celana boxer saja menggunakan bantal yang tadinya dia pakai.
"Ampun ... ampun!" Danny berusaha menangkap bantal lalu melemparkan benda itu ke lantai.
"Dasar biadab! Apa yang kamu lakukan sama aku, Mas?!" tuntut Camelia berurai air mata disertai tatapan penuh kebencian.
"Tolong tenang dulu, Sayang!" ucap Danny jengah dalam situasi serba salah itu.
"Gimana mau tenang?! Aku nggak pakai baju begini dan kamu—kamu tidur sekasur sama aku!" Camelia beringsut menjauh seraya menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Dia tadinya berbalut handuk dan justru terlepas di atas seprei karena bergerak-gerak saat tertidur tadi.
Danny menggaruk-garuk kepala bingung bagaimana menjelaskan situasi sesungguhnya. "Lia—aku ngaku memang salah. Tapi dengerin dulu!" ucap Danny berusaha menenangkan wanita yang telah sah jadi istrinya itu.
"Cepat katakan sebelum aku teriak!" tukas Camelia jutek. Dia tidak bisa menerima dirinya dinodai pemuda ABG yang berusia jauh di bawah usianya.
Danny menghela napas lalu berbicara dengan suara stabil. Jangan sampai Camelia salah paham, pikirnya. "Pertama-tama, aku harus jelaskan kalau semalam kamu pingsan di dapur setelah melihat kecoak. Apa kamu masih ingat kalau aku yang memeluk kamu agar nggak ketakutan?" ujarnya yang ditanggapi anggukan perlahan ragu-ragu oleh Camelia
"Lalu kenapa aku di sini?" tanya Camelia seraya mengedarkan mata ke sekeliling ruangan, "ini kamarmu 'kan?"
"Iya. Aku lanjutin dulu ya ngomongnya, Lia Sayang!" balas Danny berusaha sabar.
"Jangan panggil 'sayang', kamu bukan pacarku atau apa pun!" protes Camelia sengit.
"Tapi, kita sudah jadi suami istri semalam karena Pak RT dan warga kampung mendesak aku menikahimu malam itu juga. Aku sudah menjalani proses ijab kabul di hadapan penghulu, Lia!" Danny berusaha menjelaskan singkat dan padat. Tatapan mata mereka bertemu dalam emosi yang bercampur aduk.
"Nggak—kamu pasti bohong!" Camelia menolak penjelasan Danny seketika lalu berkata dengan nada kasar, "aku mau pulang, pinjami aku pakaian yang layak dikenakan!"
"Rumahmu sekarang di sini bersamaku, Lia. Aku akan ajak kamu menemui papa mamaku yang turut hadir dalam proses ijab kabul semalam. Mereka maklum kita harus nikah kilat karena demi menjaga nama baikmu sebagai seorang wanita di lingkungan trmpat tinggal kita!" bujuk Danny. Dia berusaha meraih tangan Camelia, tapi segera ditepis kasar.
"Aku nggak bisa jadi istrimu kalaupun apa yang kamu katakan tadi benar adanya. Ini namanya nikah paksa. Kita tuh di zaman modern, Mas Danny. Kamu juga baru saja lulus SMA ... ini gila!" seru Camelia seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya sudah, kita temui Pak RT saja!" Danny pun menyerah lalu memilih bangkit dari tepi ranjang. Dia melangkah gontai menuju ke lemari baju lalu mengambil sebuah kemeja biru muda dan celana pendek. "Apa mau pinjam celana dalamku juga?" tanya pemuda itu canggung seraya menatap istri barunya yang cantik.
"Nggak usah. Nanti malah melorot, badanku kecil!" jawab Camelia dengan wajah tersipu malu.
Danny terkekeh lalu berdehem seraya menyerahkan dua lembar pakaian miliknya ke tangan Camelia. "Aku tunggu di luar ya, Lia!" ucapnya lembut.
"Makasih, Mas." Camelia menatap punggung pemuda itu yang bidang dan berotot. Dia pun menghela napas ketika pintu kamar tertutup rapat.
Danny berganti baju bersih yang masih tergantung di jemuran halaman belakang. Sebuah kaos dan celana selutut. Dia berniat menemui Pak RT bersama Camelia, seandainya memang wanita itu menolak pernikahan paksa tadi malam dan hal tersebut bisa dibatalkan maka Danny sudah legowo menerima keputusan terbaik untuk mereka berdua yang sama-sama tak siap berumah tangga.
Sebuah tepukan di bahu membuat Danny terlonjak sedikit lalu menoleh. Sosok itu sekali pun nampak murung tetap terlihat sangat cantik di matanya. 'Kuharap pernikahan ini nggak perlu dibatalkan!' lirih Danny dalam hati kecilnya.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, apakah takdir dua bocah itu akan bersinggungan? Jawabannya, YA. Mereka akan bertemu kembali ketika telah sama-sama dewasa. Judul bukunya adalah Dimanja Suami Crazy Rich.Seiring berlalunya waktu, Danny dan Camelia telah memantapkan hati untuk kembali ke Indonesia. Mereka memberikan lisensi penuh kepada Mr. Douglas Lechivre sebagai presiden direktur perusahaan yang menaungi bisnis waralaba cafe berfokus makanan snack tradisional Ndonesia yang awalnya berpusat di Paris, dekat Menara Eiffel tersebut. Sejumlah besar dana kompensasi pelepasan saham Danny dan Camelia beserta pesangon atas pengabdian selama 15 tahun di Perancis diberikan dari perusahaan itu. Pasangan suami istri yang masih tetap mesra tersebut memantapkan hati membuka usaha di kota Surabaya sekaligus merawat dua buah hati mereka yang beranjak remaja.Tak disangka, kakak Danny satu-satunya sepulang dari Australia menyelesaikan studi justru menganggap Danny sebagai ancaman dalam pembagian w
Malam ini adalah anniversary pernikahan Danny dan Camelia yang kesepuluh. Mereka masih menetap di Paris. Bahkan, Mister Douglas Lechivre terus menerus membujuk pasangan suami istri itu untuk berpindah kewarga negaraan saja ke Perancis. Katanya, sudah cukup bertahun-tahun tinggal di Paris sebagai pendatang, lebih baik diresmikan saja sebagai warga negara Perancis.Namun, Danny dan Camelia masih saja ragu-ragu karena mencintai tanah airnya dan berharap suatu hari bisa kembali tinggal di Indonesia. Dua anak mereka yaitu Fresia yang berusia sembilan tahun dan Reynoir, adik laki-lakinya yang berusia tujuh tahun malahan sejak lahir berdomisili di Paris. Sayang sekali, orang tua mereka bukan warga negara Perancis karena sebenarnya pengurusan kedua anak itu akan lebih mudah menjadi warga negara Perancis."CHEERS!" Para tamu undangan pesta sederhana perayaan hari jadi pernikahan Danny dan Camelia bersulang French Champagne dengan meriah. Apartemen tempat tinggal mereka didekorasi seperti acar
"OEEEKKK!" Suara tangis bayi memecah keheningan di ruang bersalin. Senyuman bahagia terlukis di wajah ayah dan ibundanya. Danny mengecup kening Camelia yang basah oleh keringat setelah berjuang mengejan selama nyaris satu jam. Kelahiran putri pertama mereka berlangsung normal dan aman.Perawat bergegas membersihkan bayi mungil nan cantik yang diberi nama Fresia Anastasia Sasmita. Tak lama kemudian bayi tersebut dibawa kembali untuk menjalani inisiasi menyusui dini bersama Camelia. Danny masih menemani istrinya untuk melihat Fresia merangkak di atas perut Camelia sampai menemukan puting susu untuk minum ASI pertama kalinya. Dia pun berkata, "Ternyata wajahnya mirip aku ya, Lia Sayang!" "Iya dong, Mas. Kan kamu bapaknya. Masak mirip bule Perancis!" canda Camelia sambil memeluk sang putri kecil untuk disusui."Kamu ini! Semoga nanti adiknya cowok dan mirip mamanya yang lembut," sahut Danny. "Jangan langsung gass bikin lagi anak berikutnya ya, Mas. Capek bawanya 9 bulan lho!" sergah C
Hari-hari di Paris dijalani oleh Danny dan Camelia penuh kebahagiaan. Meskipun negara itu bukanlah tanah kelahiran mereka, tetapi lembaran baru kehidupan lengkap dengan kisah cinta yang manis tertulis dari waktu ke waktu.Camelia sering diajak oleh Danny berjalan-jalan menikmati pemandangan berdua baik di pantai maupun berbagai obyek wisata yang ada di kota Paris dan sekitarnya. Kendati perut istrinya semakin membuncit karena proses kehamilan yang semakin mendekati hari kelahiran putri pertama mereka. Sore itu, Danny dan Camelia menitipkan cafe pada para karyawan dan karyawati mereka sejenak. Pasangan suami istri itu berencana untuk menikmati matahari terbenam di Paris Plages. Paris tidak memiliki pantai laut alami, tetapi ada pantai buatan yang disebut Paris Plages yang muncul setiap musim panas di tepi Sungai Seine dan Bassin de la Villette. Tepi Sungai Seine itu diubah menjadi pantai berpasir buatan dengan kursi berjemur, payung, dan aktivitas lainnya setiap musim panas. Sekitar
"Tolong jangan terlalu banyak mengajak pasien bicara ya, Pak, Bu. Tubuhnya masih sangat lemah dan rentan!" pesan perawat sebelum papa mama Patra masuk ke dalam ruang ICU dengan mengenakan pakaian steril.Suara mesin perekam detak jantung berbunyi ritmis dan aroma antiseptik serta obat-obatan menyeruak dari dalam kamar berpencahayaan terang itu. Nyonya Adelia Halim bersama suaminya melangkah tanpa suara menghampiri ranjang tempat putra mereka terbaring tak berdaya."Patra, ini Mama dan Papa jenguk kamu!" ucap Nyonya Adelia Halim sambil menahan tangis.Di tempat tidur pasien, Patra menoleh ke arah mamanya di kanan lalu ke arah papanya di kiri. "Ma, Pa ... sepertinya ... Patra sudah saatnya ... pergi. Nitip Mike yaa ... cucu kalian," ucap Patra dengan napas terdengar berat."Pasti kami akan jaga Michael, kamu nggak usah kuatir. Patra, kamu harus kuat dan sembuh untuk bisa tetap berada di dekat anakmu—melihat dia bertumbuh besar!" Nyonya Adelia Halim menangis di pelukan suaminya."Ma, tol
Bunyi sirine ambulans yang mengangkut pasien kritis meraung-raung di jalan raya kota Jakarta. Mobil-mobil di depannya memberikan jalur bebas hambatan sebagai sebuah toleransi yang juga wajib dilakukan.Dari belakang ambulans yang membawa Patra menuju ke rumah sakit. James mengemudikan mobil Porsche ditemani Tatiana yang memeluk erat Michael. Dia telah mengirim pesan ke mamanya agar menghubungi keluarga Halim untuk menyusul ke Jakarta."Kak, bagaimana seandainya Patra nggak bisa bertahan? Keluarga Halim pasti akan menyalahkan aku atas kejadian naas tadi!" ujar Tatiana cemas."Kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh, Sayang. Itu insiden yang tidak disengaja dan pilihannya sulit. Patra tertembak peluru nyasar karena ingin melindungi kamu dan Mike. Aku akan belain kamu seandainya keluarga Halim murka!" hibur James. Dia pun gundah mengingat Patra adalah putra tunggal keluarga Halim. Lagipula biasanya pria itu menggunakan jasa pengawal pribadi, kenapa justru setelah divonis kanker kelenjar pr







