Masuk
"Aku tak pernah menyangka ... ternyata jodohku seorang bocah remaja yang baru lulus SMA. Memang sih selain kekurangan umur yang masih ijo royo-royo itu, dia memiliki banyak kelebihan dari segi penampilan, kepribadian hangat, dan ... sangat PERKASA. Apa kalian penasaran dengan kisah cinta kami yang unik dan bergelora?
-Camelia Saraswati-
***
"Mbak Camelia, pembayaran kue ulang tahun sudah saya transfer ke rekening ya. Saya pamit dulu!" ujar salah satu klien pelanggan tetap Rosemary and Honey Pattiserie di teras depan rumah seorang wanita cantik berambut panjang.
"Oya, Bu Dyah. Terima kasih dan hati-hati di jalan!" sahut sang pemilik bisnis kue rumahan itu dengan ramah lalu melambai saat klakson mobil berbunyi sebelum kendaraan itu melaju meninggalkan halaman depan sebuah pekarangan asri.
Danny Sasmita, anak tetangga sebelah rumah wanita tersebut memperhatikan dari kejauhan sambil sok sibuk mencuci sepeda motor Ninja miliknya. Matanya terus curi-curi pandang ke arah Camelia yang duduk bersantai di sofa teras depan sambil menikmati secangkir teh hijau dan membaca novel.
'Si tante tuh bohay bingits deh, coba dia seumuran pasti udah gue pedekate habis-habisan. Apalah gue ini yang masih ABG di mata dia, huhh!' batin Danny meratapi nasibnya.
Semenjak beberapa bulan tinggal di sebelah rumah keluarganya, memang Danny penasaran status wanita bernama Camelia itu. Single, tanpa anak maupun suami padahal wanita itu sudah cukup umur untuk berkeluarga dan sangat cantik. Namun, mamanya yang berteman dekat dengan Tante Camelia juga tidak pernah berani menanyakan status wanita tersebut. Alasannya nanti disangka kepo dengan privasi orang.
Danny harus kecewa karena pemandangan bening di Minggu sorenya harus berakhir. Si Tante masuk ke dalam rumah. Namun, aroma kue yang lezat sontak menguar dari rumah tetangga cantiknya. Lima menit berlalu dan pemuda itu masih berdiri di tempatnya hingga ...
"Mas Danny!" panggilan itu membuyarkan lamunannya.
"Ehh ... ada apa, Tante?" sahut Danny mendadak salah tingkah didekati wanita pujaan hatinya.
Camelia yang membawa sebuah kotak putih beraroma sedap itu pun berkata, "Ini lho, aku bikin Kue Mandarin Kenari Almond. Nitip ya buat mama kamu, nggak usah bayar, gratis!"
"Wah, jadi ngerepotin nih, Tante!" jawab Danny dengan senyuman lebar. Dia menerima kotak putih itu dan sengaja menatap lekat-lekat wajah Camelia. Kapan lagi bisa sedekat ini?
"Oke, Tante balik ke rumah ya. Salam buat mama kamu!" pamit Camelia lalu berjalan kembali ke rumah sebelah.
'Yaah ... bentar bingits nyamperin gue. Asli deh, diliat dari deket tuh wajahnya si tante glowing dan belum keriput. Berapa sih umurnya? Apa nekad gue gebet aja dia ya?' Batin Danny seolah sedang berperang sambil berdiri di depan garasi sendirian.
Tiba-tiba mama Danny muncul di teras dan berdecak. "Ckk ... ni bocah, udah mau maghrib malah ngelamun aje. Awas kesambet!" Nyonya Rina Sasmita pun menghampiri putranya lalu menepuk bahu Danny. "Woii ... ngapain kayak patung kamu, Dan!" serunya mengagetkan pemuda itu.
"Eh ohh ... Mama bikin jantungan aja! Nih dapet kue dari Tante Camelia, katanya kue kesukaan Mama, gratis!" ujar Danny seraya menyerahkan kotak kardus berukuran sedang itu ke tangan mamanya.
"Wah, baik banget! Ya udah Mama bawa masuk deh, kamu mau cicipin juga nggak, Dan?" seru Nyonya Rina sembari melangkah masuk ke rumahnya.
"So pasti mau dong, Ma!" sahut Danny seraya mengekori Nyonya Rina lalu duduk menghadap meja makan untuk menunggu kue buatan Tante Camelia dipotong oleh sang mama. Dia mencoba satu gigitan dan auto goyang lidah. "Enaknya pecaah bingits deh ya, Mam!" pujinya.
"Yoii ... Mama senang dia jadi tetangga kita. Orangnya baik dan nyenengin!" sahut mama Danny sambil menikmati kue buatan tetangga favoritnya itu.
Posisi kamar Danny di lantai satu menghadap ke bagian dapur rumah Camelia dan juga di lantai atasnya kamar tidur wanita itu. Dia sering mengintip aktivitas pribadi Camelia dengan teropong canggih yang dia beli ketika masih SMP dulu.
"Wow, si cantik habis mandi malam nih. Duh ... jadi pengin nemenin bobo bareng deh, pasti wangi bingits!" gumam Danny sambil tersenyum miring. Sosok yang sedang dia intip melalui lensa jarak jauh itu tak sadar sama sekali sedang diperhatikan oleh seorang pemuda.
Masih mengenakan handuk putih meliliti tubuhnya, Camelia turun ke lantai bawah dan menuju ke dapur untuk membuat secangkir teh hangat baru. Mendadak dia menjatuhkan cangkir sambil berteriak histeris.
"Waduh ... kenapa si Tante?!" Danny langsung berlari ke rumah tetangga samping rumahnya dalam kondisi bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek seadanya.
Pintu dapur ternyata tak dikunci dari dalam dan Camilia segera memeluk Danny erat-erat. "KYAAAA!"
"Tante, ada apa sih?" tanya Danny yang tak digubris sama sekali oleh wanita itu padahal handuk yang dikenakan Camelia mulai melorot.
Telapak tangan Danny reflek menahan handuk di punggung Camelia. "Tenang, Tante. Pliss ... apa karena kecoak?" tanya pemuda itu karena dia sempat melihat serangga yang memang bisa membuat kebanyakan kaum Hawa jejeritan takut.
"I—iya ... aku takut kecoak!" Usai menjawab Danny, bukannya membaik justru Camilia melunglai pingsan di pelukan pemuda itu.
"Astaga, Tante ... Tante ... kok malah pingsan sih?" Danny menepuk-nepuk pelan pipi Camelia dalam dekapannya. Dia menelan ludah melihat pemandangan yang indah di hadapannya tanpa sensor. Namun, imannya masih kuat menahan godaan tingkat dewi yang menyerbu panca indranya.
"Duh, kok kagak siuman juga? Gue baringin di kamar dia aja kali ya?" ucap Danny lalu membetulkan posisi handuk yang menutupi sepasang gunung kembar wanita cantik itu. Dia pun menggendong Camelia naik ke kamar tidur di lantai dua.
Dengan kedua lengan kokohnya Danny membawa tubuh yang lemah itu menapaki anak tangga hingga masuk ke kamar yang pintunya terbuka. Rumah bertipe minimalis itu tertata rapi dan estetis, nyaman dihuni. Danny menurunkan Camelia di tengah tempat tidur dan sempat memandangi wajah yang kelopak matanya tertutup rapat di hadapannya.
Bunyi derap kaki dari arah tangga membuat Danny sontak kebingungan. Ada apa gerangan malam-malam begini orang berdatangan?
"Ya ampun, tuh Pak RT ... bocahnya lagi di kasur sama Bu Camelia. Ini aib buat kampung kita, Pak!" seru Jajang yang pertama memergoki Danny masuk ke rumah tetangganya.
Pak Ridwan pun menimpali, "Dari pada bikin maksiat, nikahkan saja mereka malam ini!"
"S—sabar ... jangan salah paham dulu, Pak!" seru Danny panik. Dia tadi niatnya hanya menolong Camelia bukan untuk berbuat hal yang tak senonoh.
"Itu perempuannya nggak pake baju di atas kasur. Dia juga cuma pake sempak. Salah paham apanya?!" sahut Pak Bambang tetangga seberang rumah Danny yang ikut menggerebek.
Pak RT pun angkat bicara. "Tolong semua tenang. Semua bisa diselesaikan baik-baik. Hmm ... Nak Danny, dengan segala hormat ya ... Bapak ingin menemui orang tua kamu sekarang. Saya butuh persetujuan mereka untuk menikahkan kamu dengan Bu Camelia agar tidak menjadi aib bagi semua pihak!"
"Pak RT, sumpah ... saya dan Tante Camelia tidak melakukan hubungan badan tadi. Beliau ini pingsan di dapur karena phobia kecoak ... hanya itu!" Danny berusaha menjernihkan situasi yang sudah kepalang kacau balau.
"Maaf. Nak Danny tolong bersikap ksatria, sudah terpergok banyak orang di lingkungan RT kita begini. Jangan berkelit lagi, kasihan kalau wanita ini hamil tanpa suami. Statusnya tidak kawin di KTP yang diserahkan fotocopy-nya ke saya sewaktu dulu pindah ke rumah ini!" bujuk Pak RT dengan halus.
"Pak—Pak ... Tante Camelia nggak mungkin hamil, kami nggak ngapa-ngapain tadi, sumpah!" jawab Danny memelas.
"Alaa banyak bacot kamu, Dan. Sudahlah, dari pada kami laporkan ke polisi karena tindakan asusila. Setuju saja nikahi dia!" bentak Pak Ridwan tak sabar.
Lima orang saksi memergokinya berada di waktu dan tempat yang salah. Dia pun tak tega dengan tetangga sebelahnya yang masih pingsan itu. Apa jadinya kalau saat Tante Camelia siuman, mereka sudah jadi suami istri karena dinikahkan paksa oleh warga?
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, apakah takdir dua bocah itu akan bersinggungan? Jawabannya, YA. Mereka akan bertemu kembali ketika telah sama-sama dewasa. Judul bukunya adalah Dimanja Suami Crazy Rich.Seiring berlalunya waktu, Danny dan Camelia telah memantapkan hati untuk kembali ke Indonesia. Mereka memberikan lisensi penuh kepada Mr. Douglas Lechivre sebagai presiden direktur perusahaan yang menaungi bisnis waralaba cafe berfokus makanan snack tradisional Ndonesia yang awalnya berpusat di Paris, dekat Menara Eiffel tersebut. Sejumlah besar dana kompensasi pelepasan saham Danny dan Camelia beserta pesangon atas pengabdian selama 15 tahun di Perancis diberikan dari perusahaan itu. Pasangan suami istri yang masih tetap mesra tersebut memantapkan hati membuka usaha di kota Surabaya sekaligus merawat dua buah hati mereka yang beranjak remaja.Tak disangka, kakak Danny satu-satunya sepulang dari Australia menyelesaikan studi justru menganggap Danny sebagai ancaman dalam pembagian w
Malam ini adalah anniversary pernikahan Danny dan Camelia yang kesepuluh. Mereka masih menetap di Paris. Bahkan, Mister Douglas Lechivre terus menerus membujuk pasangan suami istri itu untuk berpindah kewarga negaraan saja ke Perancis. Katanya, sudah cukup bertahun-tahun tinggal di Paris sebagai pendatang, lebih baik diresmikan saja sebagai warga negara Perancis.Namun, Danny dan Camelia masih saja ragu-ragu karena mencintai tanah airnya dan berharap suatu hari bisa kembali tinggal di Indonesia. Dua anak mereka yaitu Fresia yang berusia sembilan tahun dan Reynoir, adik laki-lakinya yang berusia tujuh tahun malahan sejak lahir berdomisili di Paris. Sayang sekali, orang tua mereka bukan warga negara Perancis karena sebenarnya pengurusan kedua anak itu akan lebih mudah menjadi warga negara Perancis."CHEERS!" Para tamu undangan pesta sederhana perayaan hari jadi pernikahan Danny dan Camelia bersulang French Champagne dengan meriah. Apartemen tempat tinggal mereka didekorasi seperti acar
"OEEEKKK!" Suara tangis bayi memecah keheningan di ruang bersalin. Senyuman bahagia terlukis di wajah ayah dan ibundanya. Danny mengecup kening Camelia yang basah oleh keringat setelah berjuang mengejan selama nyaris satu jam. Kelahiran putri pertama mereka berlangsung normal dan aman.Perawat bergegas membersihkan bayi mungil nan cantik yang diberi nama Fresia Anastasia Sasmita. Tak lama kemudian bayi tersebut dibawa kembali untuk menjalani inisiasi menyusui dini bersama Camelia. Danny masih menemani istrinya untuk melihat Fresia merangkak di atas perut Camelia sampai menemukan puting susu untuk minum ASI pertama kalinya. Dia pun berkata, "Ternyata wajahnya mirip aku ya, Lia Sayang!" "Iya dong, Mas. Kan kamu bapaknya. Masak mirip bule Perancis!" canda Camelia sambil memeluk sang putri kecil untuk disusui."Kamu ini! Semoga nanti adiknya cowok dan mirip mamanya yang lembut," sahut Danny. "Jangan langsung gass bikin lagi anak berikutnya ya, Mas. Capek bawanya 9 bulan lho!" sergah C
Hari-hari di Paris dijalani oleh Danny dan Camelia penuh kebahagiaan. Meskipun negara itu bukanlah tanah kelahiran mereka, tetapi lembaran baru kehidupan lengkap dengan kisah cinta yang manis tertulis dari waktu ke waktu.Camelia sering diajak oleh Danny berjalan-jalan menikmati pemandangan berdua baik di pantai maupun berbagai obyek wisata yang ada di kota Paris dan sekitarnya. Kendati perut istrinya semakin membuncit karena proses kehamilan yang semakin mendekati hari kelahiran putri pertama mereka. Sore itu, Danny dan Camelia menitipkan cafe pada para karyawan dan karyawati mereka sejenak. Pasangan suami istri itu berencana untuk menikmati matahari terbenam di Paris Plages. Paris tidak memiliki pantai laut alami, tetapi ada pantai buatan yang disebut Paris Plages yang muncul setiap musim panas di tepi Sungai Seine dan Bassin de la Villette. Tepi Sungai Seine itu diubah menjadi pantai berpasir buatan dengan kursi berjemur, payung, dan aktivitas lainnya setiap musim panas. Sekitar
"Tolong jangan terlalu banyak mengajak pasien bicara ya, Pak, Bu. Tubuhnya masih sangat lemah dan rentan!" pesan perawat sebelum papa mama Patra masuk ke dalam ruang ICU dengan mengenakan pakaian steril.Suara mesin perekam detak jantung berbunyi ritmis dan aroma antiseptik serta obat-obatan menyeruak dari dalam kamar berpencahayaan terang itu. Nyonya Adelia Halim bersama suaminya melangkah tanpa suara menghampiri ranjang tempat putra mereka terbaring tak berdaya."Patra, ini Mama dan Papa jenguk kamu!" ucap Nyonya Adelia Halim sambil menahan tangis.Di tempat tidur pasien, Patra menoleh ke arah mamanya di kanan lalu ke arah papanya di kiri. "Ma, Pa ... sepertinya ... Patra sudah saatnya ... pergi. Nitip Mike yaa ... cucu kalian," ucap Patra dengan napas terdengar berat."Pasti kami akan jaga Michael, kamu nggak usah kuatir. Patra, kamu harus kuat dan sembuh untuk bisa tetap berada di dekat anakmu—melihat dia bertumbuh besar!" Nyonya Adelia Halim menangis di pelukan suaminya."Ma, tol
Bunyi sirine ambulans yang mengangkut pasien kritis meraung-raung di jalan raya kota Jakarta. Mobil-mobil di depannya memberikan jalur bebas hambatan sebagai sebuah toleransi yang juga wajib dilakukan.Dari belakang ambulans yang membawa Patra menuju ke rumah sakit. James mengemudikan mobil Porsche ditemani Tatiana yang memeluk erat Michael. Dia telah mengirim pesan ke mamanya agar menghubungi keluarga Halim untuk menyusul ke Jakarta."Kak, bagaimana seandainya Patra nggak bisa bertahan? Keluarga Halim pasti akan menyalahkan aku atas kejadian naas tadi!" ujar Tatiana cemas."Kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh, Sayang. Itu insiden yang tidak disengaja dan pilihannya sulit. Patra tertembak peluru nyasar karena ingin melindungi kamu dan Mike. Aku akan belain kamu seandainya keluarga Halim murka!" hibur James. Dia pun gundah mengingat Patra adalah putra tunggal keluarga Halim. Lagipula biasanya pria itu menggunakan jasa pengawal pribadi, kenapa justru setelah divonis kanker kelenjar pr







