"Baik, kita sudahi rapat kali ini. Saya tunggu laporan selanjutnya di minggu depan," ujar Davika disertai senyuman yang selalu terkembang di bibir ranumnya. Tak hanya parasnya yang cantik, Davika juga tipikal orang yang ramah terhadap siapa pun.
Wanita berjilbab peach itu membereskan beberapa file dan laptop di ruang rapatnya. Di usia 35 tahun, ia mencapai puncak kejayaan kariernya. Wanita itu berhasil menghidupkan kembali butik fashion yang pernah dirintis kedua orangtuanya menjadi salah satu butik terbaik di beberapa kota di Jawa Barat dan Banten. Selain itu, ia juga menjadi salah satu distributor terbaik dari brand skincare B ERL Cosmetics dengan penjualan perbulan mencapai 6000-8.000 produk. Tak hanya itu, Davika juga menjadi salah satu selebgram yang sering dilirik beberapa brand ternama untuk menjadi brand ambassador produk-produknya.
"Bu, ada beberapa brand menghubungi manajer Ibu dan meminta Ibu menjadi model untuk mengiklankan produk-produknya di i*******m. Bagaimana?" tanya Raissa, sekretarisnya, saat Davika ke luar dari ruang rapat.
"Simpan dulu proposalnya di meja saya ya, Sa. Nanti saya coba pelajari terlebih dahulu. Mungkin keputusannya besok atau lusa," sahut Davika seraya meraih ponselnya di dalam tas.
"Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi." Davika mengangguk seraya tersenyum ramah pada Raissa.
Senyum wanita itu terkembang setelah melihat layar ponselnya. Baru saja ia mendapatkan berita dari Umi Masriyah bahwa Keenan menjadi salah satu Hafidz terbaik di Pondok Pesantren Al-Madinah. Ah, Keenan anak lelaki yang paling ia sayangi selama 15 tahun itu benar-benar anugerah terbaik yang Allah berikan padanya. Selain parasnya yang rupawan, Keenan juga anak yang shaleh, baik, penurut, serta pintar.
"Alhamdulillah, terimakasih Umi untuk informasinya. Tolong sampaikan kepada Keenan bahwa saya sangat bangga padanya, Um. Terima kasih sudah jadi cahaya di kehidupan Mami, dan minggu depan Mami akan berkunjung ke pondok. Jaga kesehatan ya shaleh!" Begitulan isi pesan balasan yang Davika ketik di layar ponselnya. Sebenarnya ia ingin sekali menelepon Keenan.
"Sudah Umi sampaikan Mam. Kata Keenan, dia ingin menelepon Mami, apakah Mami bisa menerima telepon dari Keenan sekarang?" tanya Umi Masriyah di dalam pesan w******p yang Davika terima.
"Silakan, Um."
Tak lama muncul panggilan video dari ponsel Umi Masriyah. Memang di Pondok Pesantren Al-Madinah para santri tidak diizinkan memiliki ponsel. Oleh karena itu, Keenan hanya bisa berkomunikasi dengan sang ibu lewat telepon umum di pondok atau video call lewat ponsel wali kelasnya.
"Assalamualaikum, anak shaleh. Bagaimana kabarnya?" sapa Davika ramah.
"Alhamdulillah, Keenan baik Mam. Mami sehat?" tanya anak lelaki bermata sipit dan berhidung bangir itu.
"Alhamdulillah, Mami juga sehat, Sayang." Davika tiba-tiba menitikkan air mata.
"Mami kok nangis sih, harusnya Mami seneng dong Keenan jadi hafidz terbaik. Ini kado buat Mami yang udah sayang banget sama Keenan dan selalu berjuang buat Keenan." Anak lelaki berlesung pipi itu menguar senyum bahagia. Ia sangat menyayangi Davika, ibunya. Begitu banyak luka yang ibunya tanggung dan kini saatnya ia membuat ibunya bahagia dengan berbagai prestasinya.
" Oya, Mami janji ya minggu depan berkunjung ke sini, Keenan kangen," pinta Keenan manja. Meski ia laki-laki, tetapi Keenan memang tipikal anak yang sangat dekat dengan ibunya. Wajar saja karena selama 10 tahun ini ia memang hanya mengenal kasih sayang Davika. Ayahnya? Ah, entahlah Keenan sudah tak mengingatnya.
"Iya, Sayang. Mami pasti dateng ke pondok."
Setelah berbincang selama kurang lebih lima belas menit, ibu dan anak itu memutuskan sambungan video call. Davika mulai mengecek jadwalnya di g****e calendar. Ternyata hari ini ia ada janji dengan pemodal yang ingin membuka cabang La Moda di Bali. Mereka memilih meeting di Restaurant Hotel Morella. Wanita itu segera turun ke basement dan mengendarai mobilnya.
Sesampainya di lobby hotel ia langsung disambut sekretaris Devanno. Davika langsung menghampiri investor sekaligus general manager yang sudah bekerja sama dengannya hampir 5 tahun lamanya.
"Duduk, Vik," perintah Devanno.
"Gimana Van? Udah sampe mana pembangunan butik di Bali?" tanya Davika setelah memesan menu.
"Sebentar lagi rampung, Vik. Tinggal penyelesaian beberapa ornamen dan menata pakaian-pakaian yang akan di pajang." Devanno berbicara sambil menyeruput americanno coffee latte kesukaannya. Lelaki tampan berwajah blasteran Indonesia - Korea itu menyunggingkan senyuman khasnya. Ia mulai menjelaskan lebih detail mengenai proyek butik yang akan mereka buka sekitar dua atau tiga mingguan lagi.
"Vik, menurutku apa enggak sebaiknya kamu juga buka store cabang B Erl di Bali? Kita buat tokonya bersebelahan dengan butik La Moda. Kemarin aku survei ternyata bangunan sebelah La Moda masih kosong dan belum ada penyewa. Gimana?" Air muka Devanno tampak serius.
"Nanti kita rapatkan secara terpisah ya, Van. Baiknya, sekarang kita fokus dulu dengan peresmian La Moda di Bali. Aku juga emang kepikiran sih buat buka cabang B Erl di sana, apalagi agen dan reseller aku juga sebagian ada yang domisilinya di sana." Davika memasukkan potongan tenderloin steak ke mulutnya.
"Sorry, Vik. Ada saus di bibirmu." Devanno refleks mengelap saus di bibir Davika dengan tissue. Hal itu sontak membuat Davika sedikit tersentak. Ada rasa aneh yang menjalar di hati Davika.
"Enggak apa-apa Van biar aku aja." Davika langsung menghentikan Devanno dan mengambil tissue dari lengan lelaki jangkung itu. Ia tak mau mengembangkan perasaan lebih pada Devanno. Trauma masa lalunya masih menjadi momok yang menakutkan baginya. Ia tak mau kembali diperbudak oleh cinta. Toh, cinta dari mantan suaminya pun bisa hilang dengan mudahnya setelah mendapatkan bunga baru.
Setelah itu, keduanya sibuk dengan makanan masing-masing sambil sesekali berbincang dan membahas proyek La Moda.
"Thanks ya, Van. Kamu udah banyak banget bantu aku dari awal aku rintis butik ini." Davika tersenyum tulus.
"It's okey. Aku juga bantu kamu karena memang proyek ini cukup menjanjikan. Terbukti kan? Selama 5 tahun ini La Moda selalu diburu oleh pecinta fashion. Sejujurnya lelaki yang usianya terpaut lebih tua tiga tahun dari Davika itu sudah lama menaruh hati pada Davika. Namun, ia hanya bisa menyimpan rapat-rapat perasaannya karena Davika takpernah welcome pada laki-laki.
Sebenarnya, bukan Davika tak peka. Wanita itu juga menyadari tentang Devanno yang memiliki perasaan lebih padanya. Namun, Davika terlalu takut untuk menjalin hubungan baru. Padahal, perpisahannya dengan sang mantan suami sudah berlalu selama hampir sepuluh tahun.
"Davika?" Sebuah suara laki-laki yang cukup Davika kenal membuat perbincangan antara dua pengusaha itu terhenti.
"Kak Rafi?" Mata wanita itu membulat sempurna. Devanno menatap Rafi dengan raut wajah tak bersahabat. Lelaki itu merasa terusik karena ia tahu betul Rafi adalah mantan suami yang membuat Davika trauma terhadap laki-laki.
"Vik, ikut Kakak sebentar!" Tanpa persetujuan Davika, Rafi dengan seenaknya mencengkram lengan Davika. Wanita itu belum sadar sepenuhnya karena terkejut dengan kedatangan mantan suaminya. Devanno langsung menghalau keduanya dan menarik paksa lengan wanita pujaannya.
"Sorry, Bro. Saya dan Davika masih ada bisnis yang perlu didiskusikan. Jika Anda ingin berbicara dengannya tunggulah sampai kami selesai."
Setelah menunggu selama hampir satu jam, Rafi memaksa Davika untuk berbicara dengannya.
"Vik, Kakak enggak akan basa-basi, Kakak ingin kita kembali bersama." Mata Davika kembali membulat sempurna. Seketika memoar luka yang ia hapus selama 10 tahun kembali menerjang ingatannya.
================
"Mulai hari ini jatuh talak dua padamu Davika Darmawan. Sudah kukatakan jangan pernah kamu berhubungan dengan keluargamu lagi, tapi kamu tak mau mendengarku! Kamu malah mengucapkan selamat atas kelahiran anak Kak Aldo! Kamu memang istri kurang ajar! Silakan pergi dari rumah ini!" Usiran dari Rafi bak petir yang menyambar tubuh Davika di siang bolong. Rafi menjatuhkan talak dua hanya karena istrinya membuat status instagram yang berisi ucapan selamat atas kelahiran putri kedua kakak kandungnya. Memang semenjak mereka memutuskan untuk rujuk, Rafi melarang keras Davika menghubungi keluarga besarnya. Laki-laki itu benar-benar memutuskan tali silaturahmi antara Davika dengan keluarganya.Perih! Sangat perih hati perempuan yang beberapa jam lalu masih bergelar istri dari seorang Rafi Rahmadani, seorang putra dari pengusaha ternama di kota tempat tinggal Davika. Seorang laki-laki yang sebenarnya masih terikat saudara jauh dengan Davika. Ya, Kakek Davika dan Rafi masih terikat saudara sepupu
Davika masuk ke dalam kamar dan membereskan barang-barang miliknya. Ia mulai menata pakaian-pakaiannya ke dalam koper besar berwarna abu. Tak lupa ia juga membereskan pakaian Keenan --putra semata wayangnya yang baru berusia 5 tahun--.Pikiran Davika mengawan ke mana-mana. Sekelebat memoar dua tahun lalu mulai bermunculan. Keluarga besar Davika menolak niatnya rujuk dengan Rafi. Memoar itu mulai menerobos masuk ke celah hatinya yang kini berlubang."Sampai mati pun Kakak enggak akan pernah setuju kamu rujuk dengan Rafi!" ucap Aldo penuh penekanan."Tante juga tidak setuju Vika! Buat apa kamu balik sama Rafi? Dia nggak pernah hargain kamu! Kamu lupa apa yang udah Rafi lakuin sama kamu?" Tante Nina --adik kandung Ibu Davika-- ikut melarangnya. Begitu pula dengan suami Nina dan beberapa sanak saudara lainnya. Semua menentang keputusan Davika."Kak, Tante, Om, tolong hargai keputusan Vika," pinta Davika setengah memelas."Mama juga tidak setuju Vika. Mama enggak rela! Mama enggak ridho ka
Davika menyeret dua buah koper keluar dari kamarnya sambil menggenggam tangan Keenan. Entah harus ke mana ia pergi sekarang. Sejujurnya, perempuan muda itu masih ragu jika harus pulang ke rumah ibunya. Namun, jika ia tidak kembali ke rumah itu, harus ke mana lagi kakinya melangkah?"Pa, andai Papa masih ada, mungkin Vika enggak akan segamang sekarang," gumamnya. Setitik air kembali lolos di pipi mulusnya. Ya, Ayah Davika telah pergi selama-lamanya meninggalkan kepedihan yang mendalam di hati perempuan itu. Tak hanya di hati Davika, kepedihan itu juga dirasakan oleh Aldo dan Irvan. Diaz--ayah Davika, Aldo, dan Irvan-- meninggal dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Lelaki paruh baya itu mengembuskan napas terakhirnya di dalam angkutan umum dalam perjalanan menuju rumah Aldo untuk menemui cucu pertamanya yang masih berusia dua tahun. Bukan karena kecelakaan, bukan pula karena terjatuh, beliau tiba-tiba tak sadarkan diri di kursi penumpang. Awalnya ia seperti tertidur di dalam angk
"Vika, Mama pengen tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?""Kak Rafi talak aku, Ma, hanya karena Vika update status instagram ngucapin selamat atas kelahiran baby-nya Kak Aldo dan Kak Chika." Davika menangkupkan kedua tangannya di wajah. Sesungguhnya ia bukanlah wanita yang tegar. Wanita itu mulai sesenggukan. Ia tak habis pikir jika rumah tangganya akan kandas hanya karena status Instagram. Konyol sekali bukan? Susah payah ia mengorbankan segalanya untuk Rafi, tetapi lelaki itu justru dengan mudahnya membuang Davika untuk alasan yang sama sekali tak masuk akal."Dia talak kamu hanya karena itu? Harusnya dari dulu kamu dengerin Mama, Kakak kamu, dan Tante Nina. Apa Mama bilang? Rafi tuh enggak akan pernah berubah!" geram Erna. Wanita cantik yang tak lagi muda itu menahan amarah yang membakar dada. Sesak, sakit, perih melihat nasib anak gadis satu-satunya mendapat perlakuan tak adil dari menantu kurang ajarnya. Rasanya Rafi tak puas-puasnya mempermainkan hati anak gadisnya.“Vi
"Sini kamu!" Aldo menyeret lengan Davika dengan kasar. Bara amarah terpancar dari mata lelaki itu."Ngapain kamu pulang ke rumah? Setelah Rafi udah udah enggak butuh sama kamu, baru kamu inget sama keluarga gitu? Picik banget ya kamu, Vik. Urus aja urusan kamu sendiri! Enggak usah pulang-pulang lagi ke sini!" Ucapan Aldo terdengar keras dan kasar. Lelaki itu masih tak menerima jika Davika harus dimaafkan dengan begitu mudahnya setelah membuang keluarga hanya demi kembali bersama dengan Rafi. Adiknya itu perlu diberikan pelajaran supaya tak mengulang kesalahan yang sama."Kak, maafin Vika. Dulu Vika bener-bener bodoh meninggalkan kalian hanya untuk Kak Rafi. Kali ini aja tolong maafin Vika. Kalau Kakak usir Vika kayak gini, Vika harus ajak Keenan pergi ke mana lagi? Cuman kalian keluarga yang Vika miliki."Bulir air mata turun bersamaan dengan penyesalan Davika. Kakaknya memang benar, ia terlampau bodoh karena rela mening
Dengan sigap, Aldo kembali menggendong Davika ke pangkuannya. Ia memangku Davika dengan ala bridal style. Meski lelaki berlesung pipi itu berusaha untuk tidak peduli pada adiknya, tetap saja hati kecilnya berontak karena sesungguhnya Aldo sangat menyayangi adik-adiknya. Bahkan, saat keluarganya terpuruk Aldo rela jadi tulang punggung keluarga dengan merelakan studi S1-nya. Ia bekerja dalam sebuah proyek pembangunan jalan tol layang bersama Diaz, ayahnya, saat sang ayah belum dipanggil oleh yang Maha Kuasa.Aldo dan Erna langsung masuk ke dalam mobil milik Chika, istri Aldo, yang Aldo kendarai ke rumah sang ibu. Chika sendiri tidak ikut karena ia baru saja melahirkan putri kedua mereka secara caesar tiga hari yang lalu. Sepulang dari rumah sakit tempat Chika melahirkan, Aldo langsung pamit pada Chika untuk menemui Davika di rumah ibunya. Beruntungnya, Chika yang paham dengan hati suaminya langsung mengizinkan tanpa banyak bertanya.Aldo
“Kenapa Vika dirawat, Kak?” tanya Davika pada Aldo.“Harusnya Kakak yang nanya, kenapa kamu sampai kayak gini? Sebenernya apa yang udah dilakuin si berengsek Rafi sama kamu? Bisa-bisanya kamu sampai kekurangan gizi dan dirawat kayak gini!”Gemuruh di dada Aldo kembali memberontak. Lelaki itu lupa dengan janjinya pada Chika dan Erna yang akan bersikap lebih lembut pada Davika. Semua pertanyaan di kepalanya harus segera terjawabkan agar ia bisa memutuskan bagaimana sikapnya pada mantan adik iparnya nanti. Jika Rafi benar-benar bertindak di luar batas, sebagai Kakak Davika, tentu Aldo akan membuat perhitungan.“Aku cuman kecapaian aja, Kak,” sahut Davika seraya meminum air putih yang tersedia di meja kecil di samping ranjang rawatnya. Perut dan kepala wanita itu masih terasa nyeri.“Enggak usah bohong! Jelas-jelas dokter bilang kamu kekurangan gizi! Apa jangan-j
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Mata Davika membelalak tak percaya. Gumpalan embun menyeruak di mata sipitnya. Ia melihat sang suami mengecup hangat dahi seorang gadis yang bersandar di bahunya sambil menonton film romantis di dalam layar datar itu."Vika?" Mata Rafi membulat dan kedua pasangan itu langsung menjauh."Oh, jadi ini alasan sebenarnya Kakak menalak aku? Karena perempuan ini kan? Status instagram cuman alasan yang Kakak buat-buat agar bisa melegalkan perselingkuhan kalian! Kalian bener-bener keterlaluan." Tangan Davika mengepal dengan kencang sampai buku-buku tangannya memutih. Terasa sesak dan nyeri dada wanita itu. Susah payah Davika menahan entakan air mata yang mendesak ingin keluar dari mata sipitnya. Pada akhirnya, air mata itu luruh juga bersamaan dengan kekecewaan yang menusuk-nusuk hatinya."Vik, kamu jangan salah paham. Kakak sama sekali enggak selingkuh!" ucap Rafi membela// diri.