Share

Bersinar Usai Bercerai
Bersinar Usai Bercerai
Author: Anquin Dienna

Bab 1 : Tak Sengaja Bertemu Mantan Suami

"Baik, kita sudahi rapat kali ini. Saya tunggu laporan selanjutnya di minggu depan," ujar Davika disertai senyuman yang selalu terkembang di bibir ranumnya. Tak hanya parasnya yang cantik, Davika juga tipikal orang yang ramah terhadap siapa pun. 

Wanita berjilbab peach itu membereskan beberapa file dan laptop di ruang rapatnya. Di usia 35 tahun, ia mencapai puncak kejayaan kariernya. Wanita itu berhasil menghidupkan kembali butik fashion yang pernah dirintis kedua orangtuanya menjadi salah satu butik terbaik di beberapa kota di Jawa Barat dan Banten. Selain itu, ia juga menjadi salah satu distributor terbaik dari brand skincare B ERL Cosmetics dengan penjualan perbulan mencapai 6000-8.000 produk. Tak hanya itu, Davika juga menjadi salah satu selebgram yang sering dilirik beberapa brand ternama untuk menjadi brand ambassador produk-produknya.

"Bu, ada beberapa brand menghubungi manajer Ibu dan meminta Ibu menjadi model untuk mengiklankan produk-produknya di i*******m. Bagaimana?" tanya Raissa, sekretarisnya, saat Davika ke luar dari ruang rapat.

"Simpan dulu proposalnya di meja saya ya, Sa. Nanti saya coba pelajari terlebih dahulu. Mungkin keputusannya besok atau lusa," sahut Davika seraya meraih ponselnya di dalam tas.

"Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi." Davika mengangguk seraya tersenyum ramah pada Raissa. 

Senyum wanita itu terkembang setelah melihat layar ponselnya. Baru saja ia mendapatkan berita dari Umi Masriyah bahwa Keenan menjadi salah satu Hafidz terbaik di Pondok Pesantren Al-Madinah. Ah, Keenan anak lelaki yang paling ia sayangi selama 15 tahun itu benar-benar anugerah terbaik yang Allah berikan padanya. Selain parasnya yang rupawan, Keenan juga anak yang shaleh, baik, penurut, serta pintar. 

"Alhamdulillah, terimakasih Umi untuk informasinya. Tolong sampaikan kepada Keenan bahwa saya sangat bangga padanya, Um. Terima kasih sudah jadi cahaya di kehidupan Mami, dan minggu depan Mami akan berkunjung ke pondok. Jaga kesehatan ya shaleh!" Begitulan isi pesan balasan yang Davika ketik di layar ponselnya. Sebenarnya ia ingin sekali menelepon Keenan.

"Sudah Umi sampaikan Mam. Kata Keenan, dia ingin menelepon Mami, apakah Mami bisa menerima telepon dari Keenan sekarang?" tanya Umi Masriyah di dalam pesan w******p yang Davika terima.

"Silakan, Um." 

Tak lama muncul panggilan video dari ponsel Umi Masriyah. Memang di Pondok Pesantren Al-Madinah para santri tidak diizinkan memiliki ponsel. Oleh karena itu, Keenan hanya bisa berkomunikasi dengan sang ibu lewat telepon umum di pondok atau video call lewat ponsel wali kelasnya.

"Assalamualaikum, anak shaleh. Bagaimana kabarnya?" sapa Davika ramah.

"Alhamdulillah, Keenan baik Mam. Mami sehat?" tanya anak lelaki bermata sipit dan berhidung bangir itu.

"Alhamdulillah, Mami juga sehat, Sayang." Davika tiba-tiba menitikkan air mata.

"Mami kok nangis sih, harusnya Mami seneng dong Keenan jadi hafidz terbaik. Ini kado buat Mami yang udah sayang banget sama Keenan dan selalu berjuang buat Keenan." Anak lelaki berlesung pipi itu menguar senyum bahagia. Ia sangat menyayangi Davika, ibunya. Begitu banyak luka yang ibunya tanggung dan kini saatnya ia membuat ibunya bahagia dengan berbagai prestasinya.

" Oya, Mami janji ya minggu depan berkunjung ke sini, Keenan kangen," pinta Keenan manja. Meski ia laki-laki, tetapi Keenan memang tipikal anak yang sangat dekat dengan ibunya. Wajar saja karena selama 10 tahun ini ia memang hanya mengenal kasih sayang Davika. Ayahnya? Ah, entahlah Keenan sudah tak mengingatnya.

"Iya, Sayang. Mami pasti dateng ke pondok." 

Setelah berbincang selama kurang lebih lima belas menit, ibu dan anak itu memutuskan sambungan video call. Davika mulai mengecek jadwalnya di g****e calendar. Ternyata hari ini ia ada janji dengan pemodal yang ingin membuka cabang La Moda di Bali. Mereka memilih meeting di Restaurant Hotel Morella. Wanita itu segera turun ke basement dan mengendarai mobilnya.

Sesampainya di lobby hotel ia langsung disambut sekretaris Devanno. Davika langsung menghampiri investor sekaligus general manager yang sudah bekerja sama dengannya hampir 5 tahun lamanya.

"Duduk, Vik," perintah Devanno.

"Gimana Van? Udah sampe mana pembangunan butik di Bali?" tanya Davika setelah memesan menu.

"Sebentar lagi rampung, Vik. Tinggal penyelesaian beberapa ornamen dan menata pakaian-pakaian yang akan di pajang." Devanno berbicara sambil menyeruput americanno coffee latte kesukaannya. Lelaki tampan berwajah blasteran Indonesia - Korea itu menyunggingkan senyuman khasnya. Ia mulai menjelaskan lebih detail mengenai proyek butik yang akan mereka buka sekitar dua atau tiga mingguan lagi. 

"Vik, menurutku apa enggak sebaiknya kamu juga buka store cabang B Erl di Bali? Kita buat tokonya bersebelahan dengan butik La Moda. Kemarin aku survei ternyata bangunan sebelah La Moda masih kosong dan belum ada penyewa. Gimana?" Air muka Devanno tampak serius. 

"Nanti kita rapatkan secara terpisah ya, Van. Baiknya, sekarang kita fokus dulu dengan peresmian La Moda di Bali. Aku juga emang kepikiran sih buat buka cabang B Erl di sana, apalagi agen dan reseller aku juga sebagian ada yang domisilinya di sana." Davika memasukkan potongan tenderloin steak ke mulutnya.

"Sorry, Vik. Ada saus di bibirmu." Devanno refleks mengelap saus di bibir Davika dengan tissue. Hal itu sontak membuat Davika sedikit tersentak. Ada rasa aneh yang menjalar di hati Davika.

"Enggak apa-apa Van biar aku aja." Davika langsung menghentikan Devanno dan mengambil tissue dari lengan lelaki jangkung itu. Ia tak mau mengembangkan perasaan lebih pada Devanno. Trauma masa lalunya masih menjadi momok yang menakutkan baginya. Ia tak mau kembali diperbudak oleh cinta. Toh, cinta dari mantan suaminya pun bisa hilang dengan mudahnya setelah mendapatkan bunga baru.

Setelah itu, keduanya sibuk dengan makanan masing-masing sambil sesekali berbincang dan membahas proyek La Moda. 

"Thanks ya, Van. Kamu udah banyak banget bantu aku dari awal aku rintis butik ini." Davika tersenyum tulus.

"It's okey. Aku juga bantu kamu karena memang proyek ini cukup menjanjikan. Terbukti kan? Selama 5 tahun ini La Moda selalu diburu oleh pecinta fashion. Sejujurnya lelaki yang usianya terpaut lebih tua tiga tahun dari Davika itu sudah lama menaruh hati pada Davika. Namun, ia hanya bisa menyimpan rapat-rapat perasaannya karena Davika takpernah welcome pada laki-laki.

Sebenarnya, bukan Davika tak peka. Wanita itu juga menyadari tentang Devanno yang memiliki perasaan lebih padanya. Namun, Davika terlalu takut untuk menjalin hubungan baru. Padahal, perpisahannya dengan sang mantan suami sudah berlalu selama hampir sepuluh tahun. 

"Davika?" Sebuah suara laki-laki yang cukup Davika kenal membuat perbincangan antara dua pengusaha itu terhenti.

"Kak Rafi?" Mata wanita itu membulat sempurna. Devanno menatap Rafi dengan raut wajah tak bersahabat. Lelaki itu merasa terusik karena ia tahu betul Rafi adalah mantan suami yang membuat Davika trauma terhadap laki-laki.

"Vik, ikut Kakak sebentar!" Tanpa persetujuan Davika, Rafi dengan seenaknya mencengkram lengan Davika. Wanita itu belum sadar sepenuhnya karena terkejut dengan kedatangan mantan suaminya. Devanno langsung menghalau keduanya dan menarik paksa lengan wanita pujaannya.

"Sorry, Bro. Saya dan Davika masih ada bisnis yang perlu didiskusikan. Jika Anda ingin berbicara dengannya tunggulah sampai kami selesai." 

Setelah menunggu selama hampir satu jam, Rafi memaksa Davika untuk berbicara dengannya.

"Vik, Kakak enggak akan basa-basi, Kakak ingin kita kembali bersama." Mata Davika kembali membulat sempurna. Seketika memoar luka yang ia hapus selama 10 tahun kembali menerjang ingatannya.

================

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status