"Batu?" ujar Kanjeng Ratu dengan nada tinggi.
"Kau menjadikan bongkahan batu sebagai hadiah ulang tahunku? Kau pasti sudah gila!" tambahnya lagi dengan nada sinis. Sudah kuduga, dia pasti tidak akan menyukainya. Tapi aku tidak bisa diam saja, aku melakukan ini karena tak rela memberikan peralatan berhargaku padanya. "Mungkin ini tampak seperti batu biasa, tapi Kanjeng Ratu, batu ini adalah batu ajaib! Anda bisa tahu dari warnanya, batu ini sangat istimewa!" jawabku yakin. Orang-orang mulai berbisik di belakangku, gumaman itu, aku mendengarnya dengan jelas. Semua orang yang hadir di jamuan ini mengira aku sudah gila. "Benarkah? Apa yang begitu istimewa dari beberapa bongkah batu?" tanyanya tak tertarik. "Batu ini adalah batu ajaib. Namun sayangnya, keajaiban batu ini hanya bisa dilihat di ruangan yang gelap, tanpa penerangan sama sekali!" jawabku dengan percaya diri. "Benarkah? Bagaimana jika kita buktikan saja sekarang? Mari kita lihat apa kau hanya mengatakan omong kosong atau berkata jujur! Pengawal! Matikan semua penerangan yang ada di ruangan ini!" titahnya dengan tegas. Satu persatu obor dan lentera dipadamkan. Ruangan yang sebelumnya sangat terang berubah menjadi gelap. Aku mengedip-ngedipkan mataku menyesuaikan diri dengan keadaan. Samar cahaya berpendar dari dalam peti yang kubawa. Baguslah catnya bekerja dengan baik. Beberapa hari sebelum aku terlempar ke dunia ini, aku sempat membeli beberapa cat wajah yang dapat berpendar dalam gelap. Awalnya aku menyiapkan itu untuk merayakan halloween, rupanya aku memanfaatkan benda ini dengan cara yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Dapat kudengar semua orang yang semula meragukanku berdecak kagum. Tampaknya ini akan menjadi bisnis yang menjanjikan. Sepulang dari sini, mereka pasti akan melakukan apa pun agar bisa mendapatkan bongkahan batu ajaib yang sama dengan milik ratu. Satu-persatu penerangan kembali menyala dan ratu menyimpan pemberianku dengan senang hati. Dia tampak puas karena mendapatkan hadiah yang bagus. Malam itu aku berhasil mencuri panggung milik Kanjeng Ratu dan membuat semua mata tertuju padaku. Aku juga berhasil mempromosikan batu ini. Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah, tapi apa boleh buat, ini kan hari ulang tahunku juga. Kana anggaplah kita memang berbagi takdir. *** Aku terbangun di pagi hari dan sadar bahwa aku belum membasuh wajahku. "Aaaaaaa tidak!!!! Aku harus cepat sebelum jerawat menyembul!" aku mengambil persabunan duniawi dari dalam koper dan segera berlari ke sendang. Segera aku membasuh dan mengangkat sisa sisa make up kemarin. "Ah.... Sekarang wajahku terasa lebih baik" ujarku lega sambil memastikan bahwa tidak ada jerawat yang timbul. Waduh, harusnya aku membawa pakaian ganti dan mandi sekalian. Haruskah aku mengambilnya dan kembali kemari. Bodohnya aku! Saat aku berbalik, dapat kulihat Seto dan Kumitir berdiri di hadapanku. "Astaganaga!" ceplosku asal. "Hari ini wajahmu tampak biasa, kenapa semalam tampak berbeda?" tanya Seto polos. "Bukan urusanmu!" jawabku cuek. "Anjasmara! Sudah kuperingatkan tentang bertindak tidak sopan sebelumnya! Apa kau mau dihukum?" ujar Kumitir murka. Seto mengangkat tangannya hendak memukulku. Aku segera menutup mataku karena takut. Namun pukulan itu tidak kunjung dilakukannya. Aku membuka mataku penasaran. Dapat kulihat Kumitir menahan tangan Seto. Wah.... Ini tampak baru! Apa dia sedang melindungi adik yang dia benci? "Kau! Batu yang kau berikan pada Kanjeng ratu kemarin, apa kau masih memilikinya?" tanya Kumitir kaku. "Entahlah, aku belum memastikannya" "Dasar pembohong! Aku akan mencarinya sendiri di kamarmu!" ancamnya dan berlalu. "Silahkan saja, tapi ingatlah, disaat kau menginginkannya dengan paksa, kau takkan mendapatkannya. Seperti yang kubilang, itu adalah batu ajaib!" ucapku mencoba menggoyahkannya. Tampaknya gertakanku berhasil. Kumitir menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku. "Jadi itu benar-benar ajaib?" tanya Seto penasaran. Siapa sangka, rupanya menipu mereka lebih mudah dari yang ku kira. Apa karena mereka berasal dari masa lalu yang notabene masih mempercayai cerita mistis? "Tentu saja! Apa kau pikir aku berani berbohong pada Kanjeng Ratu?" ujarku mencoba menggetarkan psikologisnya. Mereka benar-benar percaya dan mendekat ke arahku. "Apa kau akan memberi kami beberapa?" tanya Kumitir canggung. "Entahlah, itu tergantung pada sikapmu padaku, jika kalian bersikap baik, aku akan mempertimbangkannya. Tapi yang terpenting kalian tidak boleh memasuki kamarku sembarangan! Karena jika kau memasukinya, maka batu itu akan kembali ke bentuk asalnya!" ujarku berusaha mendoktrin mereka. Manusia di jaman ini sangat polos dan mudah terpengaruh. Aku akan memanfaatkan sifat ini untuk mendapatkan keuntungan. Terutama kedua orang ini, jika aku mendapat dukungan mereka, bukankah urusanku akan berjalan lancar? "Kapan kau akan memberi kami batu itu?" tanya Seto tak sabar. "Entahlah, mungkin seminggu dari sekarang. Tergantung perasaanku pada kalian. Sekarang pergilah! Aku mau mandi!" ujarku penuh kepercayaan diri. Benar saja dua orang pecundang itu seketika menjadi menurut dan berjalan menjauh dari sendang. Aku tersenyum penuh kepuasan. Kutatap sosok mereka yang menghilang di balik tembok. Aku tertawa senang. Begitu senang hingga aku kehilangan keseimbangan dan limbung. Byuuurrr.... Aku tercebur ke dalam sendang yang dalam dengan pakaian lengkap, sedang aku sama sekali tidak bisa berenang. "Tolooooong... Mbleb.... Seto...Kummmbleeb...." aku panik dan tenggelam lebih jauh lagi. Sebuah tangan mencengkeram lenganku dan mengangkatku ke permukaan air. "Haaaah...... Haaaaahhh terimakasih kakang!" ujarku kewalahan, mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Rupanya Seto dan Kumitir masih memiliki rasa kemanusiaan. Saat aku membuka mataku, aku baru sadar bahwa penolongku bukanlah Seto maupun Kumitir, melainkan Damar Wulan. Dengan wajah yang mirip dengan Brian dia menatapku penuh rasa khawatir, digenggamnya tanganku dengan erat. "Ndoro Ayu tidak papa?" tanyanya khawatir. Seketika mataku seakan melihat sosok Brian yang dulu di sosoknya. Seorang pria yang selalu merawat dan menyayangiku. Sebelum akhirnya ia sepenuhnya berubah berubah menjadi orang lain. Aku yang tersadar dari anganku, segera membuang pandanganku ke arah lain dan menyuruhnya pergi. "Aku tidak papa, terimakasih sudah menyelamatkanku, tapi tidak seharusnya kau berada di sini. Ini adalah sendang yang menjadi sinden untuk aku dan ibuku mandi. Kau pergilah!" "Apa Ndoro Ayu baik-baik saja?" Tanyanya lagi khawatir. "Iya aku baik-baik saja" aku segera bangkit dengan pakaian yang basah hingga kembali kehilangan keseimbangan. Damar Wulan dengan cekatan menangkapku. Ah playboy ini ahli sekali! Pikirku geram. Samar terdengar langkah kaki mendekat hingga membuat kami berdua terkejut. Terutama Damar Wulan, karena tidak seharusnya dia berada di sini dan akan mendapatkan hukuman berat jika ketahuan. Terlebih lagi jika Seto dan Kumitir melaporkan kejadian ini pada Patih. aku akan berada di dalam bahaya. "Jika mereka melihat kita bersama aku akan berada di dalam masalah besar!" ujarku padanya. "Sata tahu, tapi saya harus bagaimana?" tanyanya bingung. Aku kebingungan mencari tempat sembunyi hingga mataku tertuju pada suatu tempat. "Masuklah ke dalam sendang dan sembunyikan dirimu!" ujarku panik. "Apa? Maaf tapi..." "Sudah masuk saja!" potongku kesal. Dia menurut dan masuk ke dalam sendang, sedang aku mencoba sebisa mungkin untuk menyembunyikannya dengan tubuhku. "Anjasmara! Aku mendengar sesuatu yang aneh!" ujar Seto sambil melihat sekitar. "Kau tak papa?" tanyanya lagi. Tampak Kumitir yang menyembul di balik bahu Seto. "Aku tidak papa! Pergilah aku mau mandi!" ujarku kesal. "Kau tahu! Aku kembali kemari karena kupikir kau tenggelam" sambar Kumitir sambil ikut menunjukkan wajah kesal. "Terimakasih kakang! Tapi kau lihat sendiri kan kalau aku baik-baik saja, jadi pergilah, aku sedang mandi!" ujarku sambil tersenyum. Dua orang itu langsung berbalik pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. "Syukurlah!" ujarku lega jika mereka memergokiku berduaan dengan Damar wulan, mereka pasti akan melapor pada Patih Lohgender. Entah apa yang akan dilakukan orang itu padaku saat dia mendengar tentang ini!" ucapku lega. "Hei cepat naik! Sebelum ada orang yang datang lagi!" panggilku lirih ke arah sendang namun tak ada balasan. Segera aku berbalik dan mengetahui bahwa Damar Wulan tidak muncul. Sosoknya juga terlihat berada jauh di dasar sendang. "Apa yang kau lakukan? Cepat naik!" ujarku panik. Dia masih di sana. Ia bahkan tak dapat mendengar suaraku. "Aduh bagaimana ini? Haruskah aku meminta pertolongan?" pikirku bingung. Tanpa pikir panjang aku kembali melompat ke dalam air dan berusaha menyelamatkannya. Tapi tentu saja itu adalah hal yang mustahil. Mengingat Aku sama sekali tidak bisa berenang. Seperti deja vu, aku kembali tenggelam dalam kepanikan. Saat itulah sebuah tangan menangkap dan memelukku, dan itu adalah milik Damar Wulan. "Apa Ndoro Ayu melompat ke air karena berusaha menyelamatkan saya? Ndoro tetap melakukannya meski tidak bisa berenang? Apa Ndoro Ayu menyukai begitu menyukai saya?" ujarnya dengan senyum lebar. "Kau memang playboy murahan!" makiku kesal."Kanjeng Ratu!" teriakku terkejut. "Tenang saja Anjasmara, ini tidak akan sakit" ujarnya sambil menyeringai. Dia terus melangkah ke arahku dengan bongkahan besi panas di tangannya. "Tolong bijaklah Kanjeng Ratu! Saya adalah putri dari Patih anda!" aku berusaha menyadarkannya. "Patih Lohgender tidak menyayangimu, jelas sekali aku melihat perbedaan perlakuannya terhadap kau dan dua saudara laki-lakimu! Dia pasti tidak keberatan dengan ini. Terlebih ini adalah keinginanku. kau tau? Patih selalu memberikan apa pun yang kumau!" ujarnya tenang. tidak diragukan lagi, ucapannya memang benar adanya. Patih Lohgender selalu melihat Kanjeng Ratu sebagai putrinya, jadi ia selalu menjunjungnya dan memanjakannya. Astaga aku memang sempat berpikir ini akan buruk, tapi tak pernah kusangka jika akan seburuk ini. "Dayang! Ambilkan besi panas dari dapur!" titahnya yakin. Para Dayang memang tampak ragu, tapi mereka tetap menuruti permintaan gila dari Ratu mereka. Habislah riwayatku, di dunia tanpa
Bisnis penjualan batu ajaib sukses besar. Meski terdengar agak klenik, namun fenomena ini lebih tepat disebut dengan fomo. Berkat dua orang salesman yang berbakat, aku meraup banyak keuntungan. Yah meski para salesman itu juga meminta beberapa bongkah batu lagi sebagai bonus, tapi kupikir itu sepadan dengan kinerja mereka.Hubunganku dengan Seto dan Kumitir menjadi lebih dekat dan harmonis, mereka tidak lagi segan menunjukkan kasih sayangnya padaku. Kedekatan itu mampu memulihkan pamorku di antara para Dayang. Kini tidak ada lagi Dayang yang berani membantah permintaanku. Sekali lagi aku bersyukur, kehidupanku di kediaman lohgender kini terasa seperti di surga.DamarWulan? Terakhir aku melihat batang hidungnya adalah saat aku tersesat di hutan, sejak saat itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Mungkin karena aku yang terlalu fokus pada bisnisku, atau dia memang tengah menghindariku. Peduli apa? Keadaan ini justru bagus buatku. Dengan begini, kemungkinan kami bersama semakin kecil.Aku
Aku memang sempat berpikir bahwa tempat ini akan ramai, tapi tak kusangka akan seramai ini. Terlebih lagi semua orang menatap ke arahku, apa ada sesuatu yang salah dengan penampilanku? Aku sudah mengeceknya beberapa kali sebelum berangkat dan semuanya tampak baik-baik saja. Awalnya aku sempat merasa gugup, tapi aku yakin dengan keberadaan Seto dan Kumitir bersamaku, aku akan aman. Meski kemampuannya tidak begitu mumpuni, tapi aku yakin mereka akan melakukan apa pun untuk menjagaku.Semua orang yang hadir di tempat ini bukan orang biasa, bisa dibilang ini adalah perkumpulan elit. Sebuah perkumpulan anak-anak manja dari para petinggi Majapahit. Tempat yang buruk untuk mencari jodoh, tapi tempat yang sangat tepat untuk berbisnis.Mereka semua berkumpul di pusat kesenian untuk menonton pertunjukan tari. Puluhan penari muda didandani begitu menggoda dan ditampilkan di hadapan para tuan dan nona muda dari keluarga terpandang. Mungkin tempat ini lebih tepat desebut dengan diskotik zaman kera
"Anjasmara! Bukalah matamu! Dia hanya seorang tukang kebun! Meski dia tampan, tidakkah kau lihat sikapnya yang mengesalkan?" ujar Seto naik pitam."Aku tidak peduli Kakang! Aku mencintai Damar Wulan! Aku tidak ingin kehilangan dia! Tidak peduli apa katamu, aku tetap ingin menikah dengannya!" ucapku dengan napas membara."Apa dia juga mencintaimu seperti kau mencintainya?" tanya Kumitir dengan sinis."Tentu saja!" jawabku yakin."Oh adikku yang bodoh, kau pikir dia akan ikut sayembara ini jika dia mencintaimu? Apa kau sudah tahu hadiah apa yang Kanjeng Ratu tawarkan sebagai imbalan?" seru Seto memojokkanku.Aku tahu ucapannya terdengar rasional, aku bahkan tak mampu menjawab pertanyaannya, tapi hatiku berkata lain. Aku benar-benar mencintai Kakang Damarwulan, hatiku bahkan sampai sakit rasanya. Aku harus menikahinya sekarang agar tidak kehilangan dia."Dia menginginkan sesuatu Anjasmara, dan kau tak memiliki itu! kau melihat bahwa dia menginginkan negeri ini? sesuatu yang hanya mampu d
Kudaku lari tak terkendali, menyusup jauh ke jantung hutan. Beberapa kali kucoba untuk menarik tali kekang, namun nihil. Kini aku pasrah, berusaha meraih pegangan yang cukup erat agar aku tidak jatuh dan mendapat cidera yang lebih parah. Aku hanya bisa berharap kuda ini akan menghentikan lajunya, karena jika aku terjatuh dengan kecepatan ini, aku mungkin saja akan patah tulang atau kemungkinan terburuknya aku mungkin akan terbunuh.Hingga saat kaki belakang kuda itu terperosok di lereng bukit. Guncangan hebat yang diakibatkannya mampu membuat genggamanku terlepas. Aku terlempar jatuh dari pelana sementara kuda itu terperosok jatuh ke dasar jurang.Sayup kudengar ringkikan terakhirnya sebelum bunyi gedebuk keras di kejauhan."Choco!" panggilku histeris. Kuda itu terperosok ke jurang dan membentur bebatuan di lereng yang curam. Tampak di kejauhan siluetnya tak lagi bergerak. Aku meratapi kepergian choco, kuda pertamaku. Sebelum akhirnya tersadar bahwa aku nyaris saja terperosok bersama
Aku kembali ke kediaman dengan pakaian basah. Damarwulan si playboy itu memang seorang penggoda! Tidak heran kalau di masa depan ia akan memiliki empat orang istri! Terserah sih mau berapa pun, yang pasti aku tidak akan menjadi salah satunya!Seseorang mengetuk pintu kamarku."Masuklah!""Ndoro Ayu, sudah waktunya sarapan, semua orang sudah menunggu di ruang makan!" ujar Tiwi saat masuk ke dalam kamarku."Oh dewa! Kenapa pakaian Ndoro Ayu basah kuyup begini?" serunya terkejut begitu melihat keadaanku."Ah iya tadi aku pergi mandi!" jawabku kikuk."Ndoro kembali ke rumah dengan keadaan seperti ini? Ndoro, kalau Yang Mulia Patih melihatnya, Ndoro ayu bisa dimarahi habis-habisan!" omelnya panjang lebar."Karena itu kau jangan bilang ya!" pintaku dengan wajah memelas."Sekarang bantu aku ganti baju! Oh iya!" aku mengambil sebuah kain dan memberikannya pada Tiwi."Aku menyimpan kudapan ini untukmu!""Ndoro ayu! Terima kasih!" ujar Tiwi tersentuh. Ia berhenti sejenak kemudian kembali tersad