Aroma bedak bayi menyeruak di kamar bernuansa biru.
Tangisan bayi yang menggema pun menambah suasana menjadi ramai pagi itu.Ya, Shreya melahirkan bayi laki-laki melalui operasi di usia kandungan delapan bulan setelah dilamar Felix.Kesedihan, luka hati, amarah, seketika menguap karena kehadiran bayi nan tampan itu. Namun, ada yang membuat Shreya heran, yakni kemiripan sang bayi dengan wajah Felix.Maklum, hampir setiap harinya Felix datang berkunjung membawakan sang bayi hadiah atau sekadar menggendong sampai usia sang bayi sekarang, lima bulan.
Felix benar-benar menjelma menjadi sosok ayah untuk si bayi. Bahkan Shreya tak lagi canggung dan menganggap Felix sebagai kakak. Nathan Alexander, nama bayi Shreya.
Pagi itu, Nathan kecil sudah tampil rapi. Saatnya, bayi tampan itu menjalani spa yang memang setiap bulan Shreya jadwalkan. Setelah berpamitan kepada Adelia dan Andreas, Shreya dan Nathan pergi ditemani oleh Felix. Ya, setiap bulannya Felix tidak pernah absen menemani Shreya.Di perjalanan, tiba-tiba saja Felix menepikan mobilnya."Loh, kenapa berhenti, Mas?" tanya Shreya.Shreya mengikuti ke mana Felix menatap. Tak jauh dari posisi mereka, ada sepasang remaja yang hendak menyebrang. Satu diantaranya ia kenal. "Loh itu kan, Dio, temannya Jody." Shreya menunjuk kepada remaja pria."Dan gadis itu adalah putriku," timpal Felix, membuat Shreya kaget.Bagaimana tidak? Shreya tidak percaya dengan penampilan gadis itu. Make-up tebal, rok pendek, dan kaos ketat memperjelas tonjolan dada.
Shreya melihat wajah Felix memerah dan sudah dipastikan pria itu marah. Felix turun. Shreya yang merasa cemas pun turut."Pricilla!" Seruan itu terdengar menyeramkan di telinga Shreya.Kedua remaja itu menoleh."Pa-papa!"Shreya melihat gadis yang dipanggil Pricilla itu ketakutan. Gadis itu menunduk."Ini yang namanya kerja kelompok, hah?!"Felix memutar tubuh putrinya. "Apa-apaan kamu? Siapa yang mengajarimu berpakaian seperti ini, hah?!"Tidak hanya itu, Shreya menyaksikan tangan Felix menekan pipi Pricilla. "Dan ini ... apa ini, hah? Riasanmu seperti wanita murahan!"Shreya mengusap pundak Felix. Felixe menoleh. Shreya memberi isyarat jika dirinya saja yang berbicara. Hal yang pertama Shreya lakukan adalah bertanya kepada Dio."Dio, kalian mau ke mana?"Dio yang sedang menunduk pun mengangkat kepalanya dan menatap Shreya. "Biasa, Kak, anak muda. Apalagi kalau bukan pacaran.""Pricilla liat Papa!""Mas ...." Shreya mencoba menenangkan Felix."Sayang, kamu tau dengan penampilanmu seperti ini akan berdampak buruk untukmu?" tanya Shreya hati-hati kepada Pricilla. Pricilla hanya menggeleng pelan.Shreya menoleh ke arah Dio. "Dio, bagaimana menurut kamu penampilan Pricilla?"Shreya melihat Dio tersenyum penuh arti."Seksi, dong, Kak. Icip sedikit bolehlah," jawab Dio yang terdengar mengesalkan di telinga Shreya.Plak!Felix menampar Dio. Perlakuan Felix tentu saja membuat Pricilla marah."Naik ke mobil!" teriak Felix sambil menunjuk mobilnya. Pricilla berlari menghampiri mobil dan naik.Setelah memastikan Pricilla duduk cantik di mobil, Felix memperingati Dio agar menjauhi Pricilla. Dio pun pergi. Shreya dan Felix gegas menuju mobil. Namun, sebelumnya Shreya mengingatkan bahwasanya Felix tidak boleh memarahi Pricilla apalagi di depan dirinya.Di perjalanan, semua membisu.Tibalah mobil Felix di sebuah klinik. Shreya dan Felix segera turun meninggalkan Pricilla."Tunggu di sini! Awas, jangan ke mana-mana!" perintah pria itu,Sungguh, Shreya merasa sedih melihatnya. Jadi, ia pun berusaha membujuk Felix, "Mas, lebih baik Mas pulang saja.""Tidak!"Lagi, nada bicara Felix membuat Shreya ngeri dan memilih diam. Di dalam, Nathan sudah di tangan seorang perawat. Biasanya Shreya ada di samping sang bayi, tetapi tidak saat itu.Shreya menghampiri Felix yang sedang duduk di sofa."Mas, ada yang ingin Aya sampaikan.""Katakan saja.""Mas tidak usah datang ke rumah lagi.""Kenapa?" tanya Felix dengan dahi mengkerut."Aya tidak bisa menikah dengan Mas."Shreya melihat raut kecewa pada wajah Felix. Ia mengakui jika Felix memanglah baik, perhatian dan juga penyayang. Namun, sulit baginya menjalin hubungan kembali. Saat itu ia ingin fokus mengurus sang bayi tanpa memecah perhatian serta kasih sayangnya. Apalagi, itu adalah kali pertama Shreya memiliki buah hati.Hening"Mas hampir ke rumah setiap hari. Apa Mas tau perasaan putri Mas seperti apa? Dia lebih butuh perhatian Mas daripada Nathan," lanjut Shreya."Dia tidak tau, kok."Shreya menghela napas. "Mau putri Mas tau atau tidak, Mas seharusnya lebih memprioritaskan putri Mas. Bukan kami.""Lagipula, uang yang aku kasih sudah terbilang lebih dari cukup.""Bukan hanya uang, Mas. Tapi, perhatian dan kasih sayang yang ia butuhkan. Terbukti dengan penampilan Pricilla seperti sekarang, bukan? Kasian dia, Mas.""Aku melakukan ini semua karena aku merasa bertanggung jawab kepadamu. Aku mengikuti apa kata hatiku.""Iya, Aya menghargai itu. Dan terima kasih atas semua yang Mas berikan kepada kami. Maaf, bukan menceramahi, tapi tanggungjawab Mas yang sebenarnya itu adalah kepada putri Mas. Bagaimana kalau suatu saat nanti dia tau kalau Mas lebih perhatian kepada Nathan yang sudah jelas bukan darah daging Mas. Putri Mas bisa saja membenci kami. Jangankan nanti, mungkin dengan kejadian tadi saja dia benci sama Aya.""Pricilla butuh ibu, Ay. Kumohon menikahlah denganku!"Shreya menepuk pundak Felix pelan. "Untuk itu biar Aya pikirkan lagi. Sekarang Mas pulanglah. Tanya Pricilla baik-baik. Ingat! Mas jangan marahi. Karena dengan Mas marah, putri Mas akan berontak."Shreya melihat pria di hadapannya itu terdiam, kemudian tersenyum. "Terima kasih sudah mengingatkan. Tapi, bolehkan jika aku melakukan video call kalo kangen sama Nathan?""Tentu! Tentu boleh, Mas."Felix berdiri. "Baiklah, kalau begitu aku akan datang ke rumahmu jika kamu siap aku nikahi. Bagaimana?""Mas ...," Shreya menggantung ucapannya karena Felix pergi."Percuma dinikahi, tapi tidak dicintai!" seru Shreya, karena Felix sudah menjauh.Felix menghentikan langkah, kemudian berbalik dan berkata, "Aku tidak pernah mempermainkan pernikahan, begitupun perasaan wanita. Aku harap kamu mengerti dengan perkataanku ini." Felix pun pergi.Shreya memijat pelipisnya. Semula ia berharap dengan berkata demikian akan membuat Felix mundur. "Apa dia mencintaiku? Ya, Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" Batinnya.Tatapan Shreya tertuju kepada Nathan. Setiap kali Nathan dalam gendongan Felix, sang bayi terlihat sangat nyaman. Keduanya seperti sulit untuk dipisahkan. Jika ingat kepada Pricilla, ingin rasanya ia memberikan perhatian dan kasih sayang. Akan tetapi, jika Shreya menerima ajakan Felix untuk menikah, sesungguhnya ia belum siap.Pikiran Shreya benar-benar berkecamuk. Haruskah ia mengorbankan perasaannya?'Astaga. Apa yang harus kulakukan?'Menaiki taksi, akhirnya Shreya dan si kecil Nathan sudah tiba di rumah. Kedatangannya tanpa sosok Felix tentu saja menjadi tanya bagi Adelia. "Ke mana Felix?"Shreya menghela nafas lalu perlahan menceritakan apa yang terjadi. Tak lama, ia lalu berpamitan untuk menidurkan Nathan di kamar.Tok!Suara ketukan pada daun pintu mencuri perhatian Shreya. Rupanya Adelia yang masuk. Ia pun menyambut kedatangan sang ibu dengan senyum. "Kamu tidak merasa kasihan dengan Pricilla, Ay?" tanya Adelia tanpa basa-basi. "Sejujurnya kasihan. Tapi, entahlah, Bu, Aya belum ingin menikah lagi.""Tapi, putramu butuh seorang ayah, Ay.""Iya, Aya tau, Bu. Tapi, untuk saat ini Aya rasa tidak. Nathan masih kecil, belum mengerti juga sosok ayah. Kasih sayang dari Aya, kakek dan neneknya saja Aya rasa cukup."Adelia kembali angkat bicara. Wanita paruh baya itu lagi-lagi mengatakan jika putri Felix sangat membutuhkan sosok ibu. Usianya yang menginjak remaja rentan dengan pergaulan bebas. Felix menyerah dengan t
Pernikahan pun digelar setelah satu minggu Shreya menerima lamaran Felix. Di sini, di sebuah gereja keluarga Shreya dan Felix berada, termasuk Lorenza --ibu Felix, yang sengaja pulang dari luar negeri demi menyaksikan pernikahan kedua sang putra. Namun, tidak ada pesta resepsi sesuai permintaan Shreya.Gaun putih mewah membalut tubuh janda berbadan sintal yang tentu saja membuat penampilannya bertambah anggun dan seksi. Wanita berumur dua puluh delapan tahun itu berhasil mencuri perhatian semua yang hadir. Pun dengan Felix Henry, yang tampak gagah mengenakan tuxedo berwarna putih. Ini adalah kali kedua Shreya menikah, tetapi dadanya berdetak kencang seakan-akan itu adalah pernikahannya yang pertama. Shreya menarik napasnya dalam dan mengembuskan perlahan berusaha menghilangkan rasa grogi. Tidak ia pungkiri jika Felix sangat tampan. Senyum yang terukir di bibir pria di hadapannya itu seketika menghipnotis dirinya. Shreya memang tidak mencintai Felix, tetapi pernikahan yang dilaku
Nasi sudah menjadi bubur. Selebihnya Shreya harus mencari cara agar Pricilla suka kepadanya. Sepanjang perjalanan Shreya hanya diam. Pun dengan dua orang yang duduk di depan. Ia tahu, jika Felix tidak mungkin menjawab pertanyaan sang putri sementara ada dirinya.Mobil sudah terparkir tepat di halaman nan luas sebuah rumah mewah bernuansa putih. Felix bergegas turun dan membukakan pintu untuk Shreya. Pria itu mengambil alih Nathan yang ternyata tertidur. Shreya turun. "Ayok, Sayang!" ajaknya kepada Pricilla yang ternyata sedang menutup pintu. "Tante duluan aja!?" kata Pricilla yang terdengar dingin di telinga Shreya. Shreya menghela napas. Dari sikap dan cara Pricilla memanggil dirinya saja sudah bisa disimpulkan bahwa gadis itu belum menerima dirinya. Shreya tersenyum, kemudian berjalan cepat mengikuti langkah Felix. Rupanya sang suami memerintahkan seseorang agar mengeluarkan koper di bagasi. "Ayok, masuk," ajak Felix kepada Shreya. Felix membuka pintu. Tampak jelas perabot mewa
Shreya bergegas masuk ke kamarnya dan berdiri di samping box bayi. Ia harus berpura-pura bersikap biasa saja saat Felix masuk.Ceklek! Terdengar suara pintu terbuka."Jagoanku rewel?" tanya Felix. Shreya menoleh. "Tidak. Dia terbangun tadi, minta mimik," dalihnya. "Mas dari mana?"Felix duduk di tepi ranjang. Shreya melihat sang suami menghela napas. Wajah muramnya sangat jelas terlihat. Shreya turut duduk dan bertanya, "Ada apa? Sepertinya ada sesuatu yang Mas pikirkan. Kalau Mas percaya sama Aya, ceritalah."Felix menatapnya bahkan tangan Shreya turut ia genggam. "Mas serahkan dan percayakan Pricilla padamu. Pun dengan semua urusan rumah tangga."Felix beranjak. Ia mengambil sesuatu di laci nakas. Semua itu tak luput dari perhatian Shreya. Mata memanglah melihat ke arah Felix, tetapi pikiran terfokus kepada Pricilla. Mampukan ia menaklukan hati Pricilla? Paling tidak, ia bisa merubah Pricilla menjadi lebih baik lagi. Shreya akan mengesampingkan urusan hati. Ya, Shreya harus menjag
Sang kepala sekolah menjelaskan jika hari itu adalah bukan kali pertama pihak sekolah memanggil orang tua Pricilla. Tetapi, yang datang adalah seorang wanita yang dipanggil tante oleh Pricilla, sehingga pihak sekolah selalu kecewa karena sang tante selalu tidak menerima teguran prihal kenakalan Pricilla. "Pricilla banyak melanggar aturan sekolah, Bu. Selain sering bolos, Pricilla selalu memakai make-up. Itu tentu saja membuat siswi lain mengikuti. Bahkan pernah putri ibu memanjat tembok demi meninggalkan jam pelajaran dan pergi dengan anak SMA dengan pakaian minim yang ia ganti terlebih dahulu tentunya."Sungguh Shreya terkejut mendengar penjelasan dari kepala sekolah. Seketika kepalanya berdenyut. Entah ia harus memulai dari mana untuk merubah watak sang anak. "Jika sekali lagi Pricilla melanggar, maka dengan terpaksa dia di-DO dari sekolah ini, Bu, meskipun Pricilla anak dari Pak Felix, donatur tetap kami. Lebih baik kami kehilangan donatur daripada semua siswi di sini rusak karen
Waktu begitu terasa cepat berlalu menurut Shreya. Sampai langit gelap, otaknya tak luput dari Pricilla, Pricilla, dan Pricilla. Bak seorang prajurit yang akan berperang memikirkan taktik bagaimana esok ia menghadapi musuh.Tangisan Nathan berhasil membuyarkan lamunan Shreya. Lekas ia menghampiri box bayi, mengecek popok, kemudian menggendong sang bayi dan membawanya duduk di tepi ranjang. Shreya yang paham akan tangisan Nathan pun perlahan membuka kancing dan mengeluarkan benda kenyalnya. Bayi tampan itu tampak rakus menyedot puting sang ibu. Tangan Shreya dengan sayang mengusap kepala Nathan. "Kuat sekali kamu mimiknya, Nak," ucap Shreya, yang kemudian merubah posisi sang bayi agar menyusu di payudara sebelah lagi. Shreya mendongak sembari memegang punggung karena merasa pegal. Seketika matanya membulat sempurna karena di hadapannya Felix sudah berdiri. "Ya, Tuhan!" Shreya kaget. "Se-sejak kapan Mas berdiri di situ?" Shreya mencoba menutupi bagian dadanya itu. Felix berpaling muk
"Sini, Aya bantu," ucap Shreya saat Felix sedang memasang dasi. Hal yang tak diduga terjadi dimana Felix menepis tangan Shreya. "Mas bisa sendiri, kok."Shreya melongo. Semalam mereka baru saja memadu kasih. Sekarang, kenapa sikap Felix seolah-olah seperti jijik terhadapnya? Ah, pantaskah itu disebut memadu kasih kala hati belum sama-sama terpatri? Apalagi semalam dengan jelas Shreya mendengar jika Felix mengigau, mengingat mendiang istrinya. Bukan, bukan cinta yang ada dalam diri Felix, melainkan nafsu birahi. Tidak, Shreya tidak menyesali karena ia anggap itu adalah sebagai bukti dan bakti bahwa dirinya adalah sosok istri yang patuh yang berkewajiban melayani sang suami. Shreya mencoba tersenyum. "Baiklah, kalau begitu Aya ke bawah duluan, ya?" pamitnya seraya menggendong Nathan. "Nathan biar Mas saja yang gendong." Felix mengambil alih Nathan. "Aaaaa!"Terdengar suara teriakan dari kamar Pricilla. "Ya, Tuhan, Pricilla!" seru Shreya, kemudian berlari meninggalkan kamar diikuti
Siang itu bel terdengar nyaring pertanda kegiatan belajar mengajar hari itu telah usai. Raut bahagia tampak jelas menyertai langkahnya menuju gerbang. Di sana sudah teronggok mobil mewah berwarna hitam dimana Joko sudah membuka pintu lebar-lebar untuknya. "Ini buat Bapak." Pricilla menyerahkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah tepat saat Joko duduk di belakang kemudi.Joko menoleh dan tak lekas menerima. "Wah, itu uang apa, Non?""Ck! Bonus buat Bapak. Cepat ambil!"Joko menerimanya walau ragu. "Terima kasih, Non. Moga rezeki Non makin bertambah."Pricilla mengangguk. "Oh, iya, PakAntar aku ke bandara, ya? Tadi pagi Papa minta aku buat jemput Tante Cindy. Tapi, sebelumnya kita jemput Kak Dio dulu di sekolahnya, ya, Pak?!"Joko terdiam. Jelas saja pria paruh baya itu bingung karena sang majikan tidak memberi instruksi demikian, melainkan agar Pricilla segera diantar pulang. "Pak, kok, diem?! Ayok, jalan!""I-iya, Non." Joko pun melajukan mobilnya. **Setelah menempuh perja