Share

Tiba-tiba Diajak Menikah

Hari itu juga, Alexander dikebumikan.

Namun, Shreya hanya bisa melihat prosesi pemakaman dari kejauhan setelah terbangun dari pingsan. Ini semua karena sang mertua enggan melihat dirinya.

Anehnya, wanita itu mendadak bingung. Mengapa ia tidak merasakan sedih ketika peti jenazah Alexander dimasukan ke dalam liang lahat?

"Kosongkan rumah anakku, wanita pembawa sial!"

Satu hari setelah kepergian suaminya, mertua Shreya meminta mengosongkan rumah yang sudah ia tempati bersama Alexander. Dengan lantang, ia bahkan berkata bahwa tidak ada lagi hubungan mertua dan menantu lagi dengan Shreya.

Padahal, rumah itu adalah hadiah perkawinan dari sang ayah.

Akan tetapi, Shreya tidak ambil pusing. Saat ini, ia sudah lelah.

Jadi, Shreya hanya mengangguk patuh dan menuju kamar mengemas barangnya, lalu pergi dari sana.

Ia bertekad untuk menepati janjinya sebagai ibu yang tegar untuk janinnya.

****

Dug!

Perut Shreya tiba-tiba merasa sakit ketika merasakan sang bayi sudah menendang cukup keras--menyadarkan Shreya dari memori pahit yang terjadi sebelumnya.

Kini, kandungan Shreya sudah delapan bulan. Untungnya, Shreya kini sudah kembali bersama orang-orang tersayang.

Orang yang ada setiap kali Shreya butuhkan.

Orang yang selalu memberikan kekuatan, cinta kasih dan sayang yang tulus, yakni orang tua dan adik laki-lakinya.

Di sini, di rumah masa kecilnya Shreya mulai menata kembali hidupnya.

"Pelan-pelan, Sayang!" ucapnya lembut sambil mengelus perut buncitnya

"Kamu tidak mau Mama sedih lagi? Iya? Tenang saja, Nak, mulai detik ini tidak akan ada lagi air mata kesedihan. Mama janji," lanjut Shreya lagi.

Lama, dia bercakap-cakap dengan janinya, sampai tak sengaja ia melihat jarum jam sudah menunjuk pada angka sepuluh di pagi itu.

Matanya membelak, terlebih Adelia Caroline--ibu Shreya--di bibir pintu

"Sudah siap, Nak?" tanyanya.

"Eh, Ibu ... iya, Aya sudah siap," jawab Shreya cepat, "nanti, kita cari perlengkapan bayinya di tempat yang ibu ceritakan kemarin, kan?"

Sang Ibu mengangguk. "Tapi, sepertinya tertunda sebentar. Di depan ada tamu."

"Tamu?" Shreya menghampiri Adelia. "Siapa, Bu?"

"Nanti juga kamu tahu."

"Loh, tamu buat Aya?"

Adelia hanya tersenyum, lalu mengangguk membuat sang anak begitu penasaran.

Jadi, dengan cepat, wanita berbeda generasi itu meninggalkan kamar dan berjalan berdampingan menuju ruang tamu.

Dan benar saja, di sana, Shreya melihat Andreas Fablo--ayahnya sedang duduk bersama seorang pria.

Deg!

"Pria itu ... sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi, di mana?" batin Shreya.

Namun, begitu ia telah duduk bersebrangan dengan pria itu, sang ayah tiba-tiba berdiri. "Takdir Tuhan memang indah. Akhirnya, kalian dipertemukan. Silakan mengobrol kalau begitu,"

Penyataan Andreas tentu saja membuat dahi Shreya mengernyit. Apa maksud sang ayah?

"Mari, Bu. Biarkan mereka bicara," lanjut Andreas lagi--mengajak Adelia.

Ditinggal berdua dengan orang asing, tentu saja membuat Shreya merasa canggung. Akan tetapi, rasa penasaran yang bergelayut membuat Shreya berani angkat bicara. "Apa sebelumnya kita pernah bertemu, Mas, eh, Pak, maaf."

"Panggil saja Mas, tidak apa-apa," ucap pria itu seraya tersenyum.

"Iya, kita pernah bertemu sekilas dan sesudah itu kamu pingsan," lanjutnya.

Shreya melongo, kemudian tersenyum malu ketika ia ingat di mana mereka bertemu. "Ah, di ruang ICU ternyata."

Keduanya tertawa.

Perlahan, mereka pun berkenalan. Pria itu bernama Felix Henry, 39 tahun.

Shreya juga mendengarkan cerita pria itu dengan seksama. Felix mengatakan saat Shreya jatuh pingsan, dialah yang menolongnya.

Setelah itu, Felix meminta nomor keluarga Shreya kepada salah satu keluarga Alexander dan ternyata ibu Alexander yang memberikan nomor orang tua Shreya.

"Maaf, sebelumnya tidak sengaja aku mendengar perdebatan kalian waktu itu. Jadi, tanpa pikir panjang aku meminta nomor keluargamu yang bisa dihubungi kepada mereka karena memang ternyata saat kamu pingsan mertuamu itu tidak respek sama sekali."

Mendengar itu Shreya tersenyum samar, kemudian menunduk, malu.

"Dan ternyata ... kamu adalah putrinya Pak Andreas," lanjutnya.

Shreya mengangkat kepalanya. "Mas, kenal Ayah dari lama?"

"Sangat kenal. Ayahmu itu rekan bisnis Papaku."

Shreya hanya menganggukkan kepalanya dan berterima kasih, kemudian berkata, "Apa boleh saya bertanya?"

"Silakan saja."

"Kenapa waktu itu Mas bersama wanita itu?" tanya Shreya pelan, "Emm ... Mas suaminya?"

Seketika, Felix menarik napas dalam dan terkesan sangat berat untuk menjawab.

"Ya, aku adalah suaminya. Nama istriku Debora. Malam sebelum kejadian itu, aku mengusirnya dari rumah."

Shreya benar-benar dibuat terkejut. Pasti Felix merasa bersalah dan menyesal, pikirnya. "Apa karena Mas tau yang terjadi antara istri Mas dan suamiku?"

"Iya, betul," jawab Felix singkat.

"Kalau boleh tau, sejauh apa hubungan mereka?" Shreya benar-benar dirundung penasaran.

"Semua bermula karena salahku juga yang sibuk dengan pekerjaan. Jadi, dia cari perhatian dari pria lain. Ah ... tidak usah dibahas lagi, karena akan membuat hatimu lebih sakit. Yang jelas, tepat dihari kejadian itu sebenarnya aku akan menceraikan istriku."

Shreya terdiam. Ia mencerna ucapan Felix. Karena sibuk, Debora mencari perhatian dari pria lain dan Alexander yang terbentur masalah keuangan bertemu dengan Debora yang katanya baik juga kaya. Klop! Mereka saling melengkapi. Tanpa sadar Shreya tersenyum samar bahkan embusan napas kasar lolos begitu saja.

"Menikahlah denganku!" ucap Felix, yang membuat Shreya melongo.

Shreya tersenyum. "Ah, Mas jangan bercanda."

"Aku tidak pernah mempermainkan pernikahan. Setelah bayimu lahir, aku akan melamar."

Hening. Tak ada jawaban.

Shreya jelas syok dan mengira pendengarannya bermasalah.

"Aku akan bertanggung jawab atas bayimu dan akan aku perlakukan anakmu seperti darah dagingku," ucap Felix lagi, memecah keheningan.

"Putriku juga butuh sosok ibu," lanjutnya, yang terdengar pilu di telinga Shreya.

Shreya menatap Felix lekat. Mimik serius tampak jelas di sana. Namun, tidak mungkin untuk Shreya menerima ajakannya itu. Enam bulan belum cukup untuk Shreya melupakan semuanya. Jangankan menikah, jatuh cinta lagi saja itu tidak mungkin. Semua sudah jelas beralasan. Ya, karena tidak adanya lagi kepercayaan Shreya kepada kaum adam. Shreya bisa membesarkan dan memenuhi kebutuhan anaknya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.

"Maaf, Mas, tidak bisa. Dan untuk putri Mas, saya minta maaf ... karena suamiku, dia kehilangan ibunya."

"Maksudku bukan be--"

"Iya, saya mengerti maksud Mas. Tapi, sekali lagi maaf," timpal Shreya memotong ucapan Felix.

Shreya tidak mengerti dengan jalan pikiran Felix. Apakah Felix tidak merasakan kehilangan, patah hati, yang berakibat pada tertutupnya hati untuk wanita lain? Apakah Felix tidak merasakan trauma? Dengan mudahnya mengajak dirinya menikah. Ataukah Felix merasa kasihan kepadanya karena anaknya terlahir tanpa ayah? Apa mungkin Felix hanya menjadikannya seperti pengasuh yang ada untuk putrinya saja? Menikah tanpa cinta, mungkinkah? Yang saling mencintai aja bisa bubaran, apalagi seperti mereka yang baru bertemu dan jelas-jelas tanpa adanya cinta.

Pikiran Shreya benar-benar berkecamuk. Tiba-tiba saja ...

"Aaaa!" Shreya berteriak seraya memegang perutnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Diana sKuat
Oohh ternyata...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status