Setelah kedatangan orang tua Jelita, Jelita kini termenung memikirkan usulan atau lebih tepatnya perintah Papanya untuk pergi berbulan madu."Kenapa sih kamu kok melamun gitu, Jel?" tanya Hanny tidak biasanya Jelita melamun di tempat kerja, padahal akhir-akhir ini dia jarang dia lihat wajah Jelita ditekuk."Aku lagi pusing Han, Papa aku maksa aku bulan depan katanya aku harus ngajuin cuti.""Memangnya kenapa Jel, Papa kamu ngotot gitu nyuruh kamu cuti, emang ada acara keluarga yang sangat penting yah?" "Bukan, Papa aku nyuruh aku cuti biar aku bisa bulan madu.""Hahaha ... beneran Papa kamu nyuruh kamu cuti hanya untuk berbulan madu!' Hanny tergelak."Iya, makanya aku males ngomongnya, padahal kan aku sudah bukan pengantin baru lagi, Han. Di mana coba aku taro muka aku pas aku ngajuin cuti nanti, malu tahu!!" tutur Jelita dengan wajah sedikit memerah, jujur sebenarnya dia juga malu bercerita pada Hanny, tapi Jelita butuh teman curhat saat ini."Hahaha ... gak apa-apa lagi Jel. Gak us
'Haaa ... gawat ini, emangnya Mama nyuruh aku sama Mas Arman ke rumah! Aduuh ... kenapa bisa kebeneran gini!' gerutu Jelita."Iya, iya Mas, aku udah dikasih tahu sama Mama, tapi aku gak tahu Mama sama Papa ada perlu apa sama kita!" jawab Jelita bohong."Ya udah kita ketemuan di sana, aku juga udah OTW ke sana!" kata Arman mengakhiri panggilannya."Iya Mas."Tut.'Kayaknya aku harus batalin acaraku bertemu Revan, ini lebih penting bisa curiga mereka kalau aku tidak datang!' Jelita segera putar balik, tujuannya kini menuju rumah orang tuanya. "Lho, lho ... Jelita kok putar balik, dia sebenarnya mau ke mana sih!" Hanny makin heran melihat mobil Jelita yang berbalik arah, Hanny segera meminggirkan mobilnya, mencari tempat parkir di area tak terlihat oleh Jelita, takut ketahuan Jelita, karena Jelita berganti haluan ke arahnya.Setelah merasa aman, dan setelah keadaan benar-benar aman, Jelita telah melewati tempatnya parkir, Hanny melanjutkan penyelidikannya. "Untunglah aku masih bisa me
"Maaa ...!" Raut wajah Jelita berubah pias, kepanikan melanda hatinya, Rima sang Ibu menciduk dirinya sedang asyik bertelepon mesra dengan laki-laki lain."Jelitaaa ... apa kamuuu ..." Rima menatap tajam putrinya."Maaa ... ini gak seperti Mama bayangkan!" ujar Jelita sambil menggelengkan kepala."Mama udah curiga saat kamu tadi begitu gugup saat Arman kira kamu ke sini karena Mama yang suruh, Mama yakin ini ada yang gak beres, kamu hanya salah bicara kan, apa kamu sedang janjian dengan seseorang, hah!" selidik Rima."Aaah ... enggak kok Ma, aku memang mau ke sini kok, kebetulan aja Mas Arman bilang katanya mau ke sini juga!" Jelita menyangkalnya, "Kamuuu ... jangan coba berbohong Jelita, Mama tahu, kamu mungkin ada rencana bertemu seseorang tapi karena Arman keburu menghubungi kamu, kamuuu ... beralasan mau ke sini kan! Tapi takdir berkata lain, ternyata Arman juga mau ke sini, kamu gak bisa berbohong sama Mama Jelita!!" tegas Rima.'Mama kok kayak peramal aja bisa tahu kayak gitu,
"Maaa ... lagi apa, itu anak sama menantu kita mau pamitan pulang!"tegur Rudi yang menghampiri Rima."Iya Pa, bentar Mama ke sana," jawab Rima malas, dia belum selesai menginterogasi Tuti."Papa tunggu di depan!""Iya."Tuti dan Bi Inah merasa lega, Rima dipanggil Rudi itu artinya mereka akan terbebas dari pertanyaan Rima yang menyudutkan Tuti."Kalian jangan senang dulu! Setelah mereka pulang, aku akan kembali menanyakannya!!" ancam Rima sepertinya tahu apa yang mereka pikirkan sekarang.Rasa lega itu hanya sementara ternyata, wajah mereka kembali memucat."Gimana ini Bu?" tanya Tuti panik."Ibu juga bingung," jawab Bi Inah menggeleng pasrah.*****"Ma, kami permisi pulang dulu!" ucap Arman sambil mencium punggung tangan Rima takzim."Iya, Ar. Hati-hati yah!" Arman melangkah duluan ke depan mobilnya."Maaa ...! Aku juga mau pulang!"Rima tidak langsung mengizinkan Jelita pulang, dia menarik tangan Jelita menjauh dari Arman."Ada apa sih Ma, kok tanganku ditarik-tarik gini?""Denger
"Ardhan!! Kamu apa-apaan ngomong begitu, gak sopan kamu!!" teriak Atikah, tak terima Rahayu dikata-katain oleh anak bungsunya."Alah Ibu, kenapa sih suka amat cari masalah, udah Bu, Mas Arman itu udah cinta mati sama Mbak Jelita. Gak usah harepin lagi perempuan itu jadi menantu Ibu!""Ardhan kamu gak tahu apa-apa, sebaiknya diem aja yah! Udah sana masuk, anak kecil itu tugasnya belajar jangan ngurusin urusan orang dewasa!" gertak Atikah seraya mengusir Ardhan."Terserah Ibu deh, awas kalau ada apa-apa, jangan nyesel yah!!" ancam Ardhan sebelum pergi meninggalkan mereka."Bu, itu anak Ibu kok sifatnya beda banget sama Arman!" ucap Rahayu kesal."Gak tahu tuh, pulang dari luar kota sifatnya bukannya tambah baik malah tambah kurang ajar!" Omel Atikah."Ya udah yu, keburu siang, nanti keburu mereka pergi ke kantor."Atikah belum pernah sekalipun mengunjungi rumah baru Arman, tapi dia pernah diberi alamat oleh Arman.Atikah sengaja tidak memberi tahu Arman dulu, dia langsung mendatangi rum
Setelah lama menikmati suasana rumah Arman dan puas mengelilingi semua ruangan di rumah Arman, Atikah mengajak pulang Rahayu."Yu, udah puas belum kita nikmati kenyamanan rumah Arman?" tanya Atikah yang sedang bersantai di gazebo yang ada di taman belakang."Memangnya kenapa Bu?""Kita pulang Yu, perut Ibu udah keroncongan nih." Atikah memegang perutnya yang mulai berbunyi."Bukannya tadi pagi Ibu udah makan banyak ayam di meja makan.""Itu kan tadi pagi, Yu. Ini kan udah siang, tuh hampir jam dua belas." Atikah menunjuk jam tangannya."Iya juga yah, gak kerasa kita udah berjam-jam di sini, hehehe ...!""Bentar lagi yah Bu, ini enak banget soalnya tempatnya." Rahayu sengaja memperlambat waktu."Ya udah kalau gitu, Ibu mau ke dapur dulu, mau ngambil minum, sekalian mau lihat siapa tahu ada makanan, hehehe ...!""Iya Bu, sekalian aku bawain aku juga haus!""Iya, Yu. Ibu tinggal yah!"'Bagus, aku bisa hubungi si Jay!' Rahayu menyeringai, tangannya langsung merogoh tasnya dan mulai menget
"O-om ... Ta-tante apa kabar?" sapa Mark mencoba bersikap sopan walaupun yang dia sapa wajahnya begitu tidak bersahabat."Baik!" jawab Johan singkat dengan tatapan yang terus menatap pria tampan yang tengah ketakutan."Kamu Mark temannya si Bobby itu kan?" tanya Marina sinis."Iya, Tante."Bau alkohol begitu menyeruak di ruangan itu."Kaliaaan ... mabuk yah?" tanya Johan sambil menutupi hidungnya."Sedikit Tante, Om, hehehe ..." Mark merasa gusar, apalagi melihat Veronika yang terus menyandar ke tubuhnya."Ver, Vero ...!" panggilnya pelan sambil menggoyangkan bahunya bermaksud membangunkan Veronika yang masih menyandarkan kepalanya di bahunya keadaannya mabuk."Apaaa ... sih Mark, aku masih merasa melayang ini, minuman tadi enak banget yah!!" Veronika malah meracau, belum menyadari keberadaan orang tuanya.'Aduuuh ... gawat nih, si Vero udah mabuk banget lagi!' Mark hanya bisa menepuk keningnya."Veroooo ...!!" bentak Johan sambil menarik tubuh Veronika.Veronika membalikkan tubuhnya,
"Van, kenapa aku dibawa ke sini?"tanya Jelita setelah sampai di apartemen Revan."Aku hanya ingin kamu masakin aku makan siang!" Revan menuntun Jelita ke dapurnya."Kamu ini kan udah jadi Bos, kenapa sih gak beli aja, atau kamu sekalian nyewa koki hotel buat masakin kamu, uang kamu kan banyak Van." Jelita menghadap ke arah tubuh Revan sambil menunjuk-nunjuk dada Revan dengan ucapan yang cukup sinis."Aku maunya kamu yang masak, Sayang!" Revan menarik pinggang Jelita merapatkan ke tubuhnya membuat Jelita tersentak.Deru napas Revan yang naik turun karena jarak mereka sangat dekat membuat Jelita gugup, apalagi tatapan Revan yang sulit dimengerti membuat Jelita tak sanggup menatapnya."I-iya Van, a-aku akan masakin kamu," ucapnya terbata sambil memalingkan muka."Kenapa Li, kamu gak berani menatapku?" "E-enggak!" Jelita segera melepaskan diri dari rengkuhan Revan."Ya sudah, kalau begitu aku ingin menyegarkan diri dulu, kamu masak yang enak yah, nanti kita makan berdua!" Revan masuk ke