Share

Drama di Pagi Hari

"Gimana nih, ngab?" Andi bertanya pada Hendra di sela kepanikannya.

Hendra yang tengah ngemil wafer coklat hampir keselek. "Napa nanya gue, sih? Gue aja belom nikah."

"Iya, gue tau. Lu cuma bisa bikinnya doang." Andi mendengkus, pria itu kembali fokus memakaikan baju Yaya.

Pagi ini Andi harus pergi bekerja. Dia terpaksa meminta bantuan Hendra untuk menemaninya yang sedang sibuk dengan Yaya sebelum keduanya berangkat ke kantor.

Banyak sekali yang harus Andi persiapkan. Mulai dari memandikan Yaya, membuat sarapan, membuat susu, dan seabrek tugas lainnya. Andi saja belum sempat makan dan mandi, pria itu sibuk menguncir rambut Yaya.

Awalnya, Hendra kaget setelah Andi menceritakan tentang kondisinya, juga kehadiran bocah kecil tersebut. 

Andi sendiri tidak punya pilihan selain jujur pada Hendra tentang Yaya. Dia berharap sahabatnya mau menjaga rahasia, untuk sementara ini, Andi belum punya keberanian untuk berterus terang kepada orang tuanya.

"Kalo dilihat-lihat, anak lo lucu banget, Di. Bibit lo unggul juga," celetuk Hendra yang terdengar vulgar sekali di telinga Andi.

"Heh, tuh mulut di jaga, ya. Anak ini telinganya masih suci."

Hendra langsung memutar bola matanya malas melihat reaksi alay pria tersebut. Tanpa banyak kata, Andi langsung bergegas ke dapur setelah penampilan Yaya rapi 

"Jagain Yaya, Dri. Gue mau buatin susu!" teriak Andi dari arah dapur. "Oh ya, tolong lu temani dia ke toilet, katanya dia mau pipis."

Kalimat terakhir itu sukses membuat Hendra merinding, dia menoleh sejenak pada anak kecil di depannya.

Tanpa banyak kata, Hendra akhirnya mau juga mengantar Yaya ke toilet. Lagian kenapa harus sekarang, sih? Kenapa gak tadi aja pipisnya pas dia belum pake baju.

Awalnya Hendra sendikit kesulitan karena canggung juga membantu anak perempuan di toilet, tapi ayolah. Yaya hanya anak kecil, apa yang harus Hendra takutkan?

Mereka sudah berada di depan kloset. Pada suatu kesempatan, tanpa sengaja tangan Yaya menyenggol keras ponsel di tangan Hendra.

Secara dramatis, ponsel itu terlepas dari genggaman Hendra yang mulai licin karena telapak tangannya mulai berkeringat, ponsel itu melayang dan plung!

Hendra melotot hingga matanya mencapai bukaan maksimal ketika menyaksikan ponselnya yang belum lunas itu tercemplung ke lubang toilet. Hendra shock, Yaya ikutan bengong.

Mereka bertatapan, bersamaan dengan itu, Andi muncul di ambang pintu kamar mandi yang terbuka dengan sebotol susu di tangan.

"Apaan tuh yang barusan nyemplung, Ngab?!"

"... handphone gue, Di ...."

"Handphone lo kenapa?!"

Bukannya menjawab, Hendra langsung melirik lubang kloset di depannya. Sepertinya Andi tahu arti tatapan tersebut, dia melihat benda persegi itu teronggok secara mengenaskan di sana. 

Andi keselek, dia melongok ponsel yang telah terbenam ke lubang toilet dengan dramatis.

"Lagian ngapain lu ke toilet bawa-bawa ponsel. Mesum lu, ya. Cuma nganterin si Yaya pipis doang!"

Bukannya prihatin, Andi malah memarahi Hendra karena keteledorannya sendiri. Ponsel itu termasuk keluaran terbaru yang bikin Hendra rela kerja lembur bagai kuda, dan kini jatuh dengan indahnya.

Hendra masih melongo, tak berapa lama kemudian wajahnya memelas dan tangis lebaynya pun pecah. "Ponsel gue, Di. Ponsel gue masuk toilet!"

Yaya menengadah, menatap Hendra dengan dahi berlipat, terus setelahnya tangisnya ikutan pecah.

Suara tangisan dua orang tersebut membuat Andi ingin ikutan menangis. Kepalanya sudah cukup pusing dengan banyak beban hidup.

Hendra menangis karena ponselnya nyemplung sedangkan Yaya menangis karena shock pasca melihat muka menangis Hendra.

Andi memijat kepalanya yang mendadak pening. Rasanya dia ingin resign dari pekerjaannya dan jualan gado-gado saja di pinggir jalan. 

***

"Dra, udah woy, masa handphonenya kecemplung aja nangis? Kasian tuh Yaya jadi takut lihat lo meraung-raung!"

"Gimana gue gak nangis, gue beli hapenya gak pake daun, ya, Di. Pake mental gue nih!" Hendra meracau tak jelas. "Mana harganya sembilan juta lebih. Maap nih, tapi ginjal gue langsung kena serangan jantung-"

"Ginjal ya ginjal! Jantung ya jantung!" Andi sewot. Dia masih memeluk Yaya ke dadanya. Untungnya, Yaya sudah berhenti menangis. Tapi, wajahnya yang semula bersih langsung kembali kumal akibat ingus yang bercampur air mata.

"Kayaknya kita udah telat nih ke kantor, Di. Salah elu!" kata Hendra balik menuding Andi. Padahal yang sejak tadi banyak drama Hendra sendiri.

"Yaudah, berhenti nangisnya. Tuh lihat, malu dong sama anak bayi!!"

Hendra langsung mencibir. "Gue gak bakal banyak drama kalo bukan karena handphone, ya, Orang handphonenya nyemplung kakus gara-gara dia!!"

"Hendra, ah! Masa lo nyalahin anak kecil?!" Andi berkacak pinggang. "Lagian handphone lo cuma nyemplung toilet doang kok."

"Heh, itu nggak doang, Di!" teriak Hendra frustrasi.

Saking kerasnya Hendra menjerit, Yaya sempat tersentak sedikit. Beruntung, Yaya hanya melongo sesaat, nggak sampai nangis. Cuma kasian juga nih bocah kalau lama-lama dekat Hendra. Jantungnya yang baru kelar produksi bisa lelah kalau dikagetin melulu sama kelakuan teman bapaknya.

"Maksud gue kan hape lu cuma nyemplung ke air tawar, bukan ke lahar gunung merapi."

"Tau dari mana kalau tawar? Emangnya lo pernah nyicip air toilet?!" Hendra masih saja kesal dengan Andi.

"Yeu, maksudnya bukan air asin atau air laut gitu, Dra!" Andi jadi ikutan pengen naik darah. "Tinggal diambil aja. Terus dikeringin. Rendam dalam beras kering beberapa hari, siapa tau bener lagi. Kalau belum benar juga, ya nanti dibawa buat servis ke tempat servis resmi."

"Emang bisa bekas air jamban lu rendem di beras?"

"Berasnya jangan dimakan lah, buat ngerendem doang."

Setelah melewati banyak drama perihal ponsel yang nyemplung ke jamban. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk tidak memperpanjang masalah. Andi menyuruh Hendra untuk mengambil ponselnya yang masuk ke lubang kloset.

"Lu yang ambil, Di, yang boker di sini kan elu-elu juga!!"

Andi memilih untuk sabar melewati ujian ini. Jujur, Andi juga geli sih membayangkan tangannya ngobok-ngobok lubang jamban. Andi dengan tabah dan tangan yang hanya berlapis plastik es transparan ukuran seliteran mengambil ponsel Hendra yang setengahnya terendam air toilet. Hendra bergidik jijik ketika Andi mencuci ponsel tersebut pakai air keran yang mengalir.

"Sabunin sekalian, Di!"

"Lo kira ini kucing baru kecemplung got?

Andi mendelik, terus mengeringkan ponselnya pakai tisu dan menempatkan baik-baik di atas meja.

Kalau saja Hendra bukan sahabatnya, mungkin Andi sudah mengusir Hendra dari rumahnya. Rutinitas Andi pagi ini makin bertambah gara-gara Hendra. Pria itu lebih manja dari Yaya.

Andi baru ingat, mereka sejak tadi sibuk di toilet. Yaya tidak kelihatan setelah Hendra mengajaknya ke luar. 

"Yaya mana?!" kata Andi usai mengeringkan ponsel milik Hendra.

"Di kasur. Gue tinggal bentar, soalnya pengen bikin kopi sekalian. Kita bolos kerja aja udah, keburu siang juga ini."

"Kasur yang di kamar tengah itu?"

"Iya."

"Dra, bego banget sih lo!" Andi langsung menoyor kepala Hendra dengan tenaga dalam.

"Emang kenapa sih, Di?" Hendra sewot, dia masih belum menyadari kesalahannya. Terus dengan santai mengambil cangkir kopi di dapur tanpa beban.

"Ranjang di kamar tengah kan tinggi, bego!"

"Iyalah, emang lo mau tidur di lantai gitu? Di mana-mana kasur kan tinggi."

"Banyak kabel di sana, kan?"

Hendra berpikir sejenak, dia tidak berpikir ke arah sana. Lagian ngapain juga mikirin kabel katanya.

"Hadeh!! Kalau Yaya kesetrum terus jatuh gimana? Terus benjol? Lo mau dibenjolin sama bapaknya?" Andi berucap geram.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status