Shara membuka matanya dan ia merasakan pandangannya masih sedikit kabur hingga ia harus mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, sosok adik ipar Adam yang bernama Juna ada di depan ranjangnya dan tersenyum kepadanya.
"Alhamdulillah, Mbak Shara sudah sadar. Sebentar aku panggil dokter dulu," kata Juna lalu ia bergegas keluar dari ruang perawatan tanpa menunggu reaksi dari Shara.
Shara masih melihat sekelilingnya dan satu hal yang ia sadari jika kini ia berada di sebuah kamar perawatan yang ada di sebuah rumah sakit. Tiba-tiba saja ia langsung terperanjat dan duduk ketika memory beberapa jam yang lalu muncul kembali di kepalanya. Shara langsung menekuk kedua kakinya dan ia menyelimuti lututnya dengan kedua tangannya. Shara lalu menguburkan kepalanya di sana. Seketika perasaan takut, was-was muncul dalam dirinya. Ia takut jika Dion muncul kembali di tempat ini. Kini Shara sudah menangis tersedu-sedu sambil menguburkan wajahn
Shara membuka matanya ketika ia merasakan tangannya sedang di genggam oleh seseorang. Saat ia menundukkan kepalanya untuk melihat itu semua. Yang ia lihat adalah sosok sahabatnya yang sedang tertidur dalam kondisi duduk di dekatnya. Shara hanya tersenyum kecil ketika menyadari ia tidak sendirian di tempat ini. Pelan-pelan ia tarik tangannya yang di genggam oleh Adam dan ia memegang rambut kepala Adam yang hitam lurus ini. Rambut Adam masih sama seperti dulu ketika ia menyentuhnya. Halus, lembut dan berwarna hitam. Sungguh, rambut Adam adalah rambut idaman para wanita termasuk dirinya, yang sayangnya demi mendapatkan rambut seperti sahabatnya ini ia harus keluar masuk salon rutin setiap bulan. Adam langsung mengangkat kepalanya begitu menyadari rambutnya sedang di mainkan oleh seseorang. Saat Adam mengangkat tubuhnya tegak, Shara langsung menarik tangannya dari atas kepala Adam. Berakhir sudah aktivitas Shara yang sedang membelai belai setiap helai rambut Adam. "Bi,"
Adam menatap Shara yang sedang diam memandang pemandangan sore kota Jakarta dengan tatapan prihatin. Sudah dua hari Shara berada di rumah sakit, namun ia masih tetap diam dan belum mau menceritakan semua secara rinci kepadanya. Bahkan semalam Adam menelepon Angi dan memberitahukan tentang kejadian tersebut. Walau Angi langsung menelepon Shara, namun Shara masih enggan menceritakan semuanya. Kini satu-satunya cara adalah bertemu Dion dan meminta penjelasan kepadanya, sayangnya untuk bertemu dengan Dion tanpa memberikan tanda kasih berupa bogem mentah di wajahnya tentunya tidak akan lengkap bagi Adam. Andai bisa pun ia harus menahan emosinya kuat-kuat. Jangan sampai ia membuat masalah ini semakin runyam.Deringan handphone Shara membuat Adam sadar jika ia sudah terlalu lama memperhatikan sahabatnya. Namun Adam tetap masih berdiri di dekat pintu sambil memperhatikan Shara yang sedang mengangkat telepon itu."Assalamualaikum, Ma?" Suara Shara masih terdengar lemah di
Adam duduk di salah satu coffe shop yang ada di daerah SCBD. Ia menunggu kedatangan Dion yang sudah telat 5 menit dari waktu janjian mereka. Saat sebuah pintu dibuka dan Adam menoleh ke arah pintu, tampak sosok Dion datang dengan wajah yang masih lebam-lebam. Seharusnya Juna tidak hanya membuatnya mengalami luka lebam, tetapi lebih bagus lagi jika Juna membuat Dion tidur di liang lahat agar apa yang dialami Shara setimpal.Tanpa saling menyapa lebih dulu, Dion langsung menarik kursi yang ada di hadapan Adam. Setelah ia duduk, ia memandang Adam dengan penuh perhitungan, begitupula Adam memandangnya. Seolah mereka sedang saling menilai kekuatan dan kekurangan satu sama lain. Adam yang tidak ingin membuang waktu segera membuka mulutnya lebih dulu."Apa tujuan Lo datang ke rumah Shara lagi?""Apapun itu seharusnya bukan urusan Lo! Lo cuma sahabatnya."Kini Adam tersenyum sinis saat mendengar perkataan Dion dan ia segera membalas kata-kata Dion dengan
Gendhis Adiratna sedang duduk diam sambil menatap berkas-berkas meeting yang sudah selesai ia bahas bersama para karyawannya. Nada yang melihat sang Mama tengah melamun akhirnya berdeham dan Gendis mengangkat pandangannya untuk menatap anak bungsunya ini."Mama kenapa?" Tanya Nada sambil menatap Mananya yang hanya menggelengkan kepalanya.Nada hanya menghela napas ketika mendapatkan respon seperti itu dari sang Mama. Nada yakin jika ini pasti ada hubungannya dengan Adam. Sejak Adam menginjak usia 34 tahun, sang Mama menjadi sering seperti ini. Mau menyalahkan Adam tentunya ini bukan salah Adam, karena bagi Nada pernikahan bukan ajang perlombaan. Buat apa menikah cepat tapi tidak bersama orang yang tepat dan berujung dengan sebuah perceraian. Toh, sebaiknya menikah dengan orang yang membuat kita betah berlama lama berdua, yang membuat kita tidak pernah bosan ketika mengobrol berdua hingga lupa waktu."Nggak usah mikirin Monyet sampai sebegininya, Ma."
Adam menatap Shara yang memilih diam saja sejak mereka sampai di parkiran mobil Bandara YIA di Kulonprogo. Entah apa yang Shara pikirkan saat ini namun saat mereka sudah memasuki mobil dan Adam mulai tancap gas, ia akhirnya membuka mulutnya."Bi?" Panggil Adam."Ya?" Jawab Shara sambil menoleh ke arah Adam."Bayarin biaya parkir mobil gue dong," kata Adam saat kini ia berhenti di loket pembayaran parkir.Shara membelalakkan matanya mendengar perkataan Adam. Shara hanya mampu menggelengkan kepalanya namun tangannya sudah membuka tas Balenciaga miliknya dan segera ia mengeluarkan dompet untuk mengambil uang yang ia serahkan ke tangan Adam.Adam hanya tersenyum karena akhirnya ia bisa menghemat uangnya untuk biaya parkir. Saat mereka sudah keluar dari kawasan Yogyakarta internasional Airport, Shara menatap Adam yang terlihat bahagia."Lo bahagia banget ya, Nyet kayanya? Setelah berhasil bikin pengangguran makin bokek."Adam hanya menoleh
Dengan mencoba memiliki rasa bodo amat, Shara keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Saat ia sampai di sana, dirinya tidak menemukan Adam di tempat ini. Sepertinya, bukan dirinya yang menjadi baper atas kejadian siang ini, tapi Adam. Apakah ia benar atau salah, Shara memilih tidak memperdulikannya. Ia mencoba menganggap ini adalah sebuah mimpi belaka.Seperti kebiasaannya di rumah, yang selalu menyimpan berbagai macam makanan di kulkas, akhirnya iseng Shara membuka kulkas di rumah ini. Saat ia membukanya, matanya membelalak melihat semua kebutuhannya sudah ada di sana. Dari buah, minuman, camilan bahkan makanan cepat saji. Apakah tamu guest house Adam akan mendapatkan fasilitas sebegini lengkapnya untuk urusan dapur? Jika iya, pantas saja cukup mahal harga yang dipatok oleh Adam bagi wisatawan yang ingin menginap di tempat ini.Segera saja Shara mengambil handphonenya dan ia membuka aplikasi m-banking di handphonenya. Shara langsung mencari nomer rekening Adam
"Assalamualaikum, Mas.""Waalaikum salam.""Mas, kamu masih di Solo?" Tanya Gendhis saat ia menelepon suaminya."Sudah balik, ini mau mampir nengokin rumahnya si Adam.""Tumben, Mas? Biasanya kamu males mampir.""Cuma mau ngecek aja. Sudah dulu ya, aku sudah sampai depan rumah.""Okay, Mas. Assalamualaikum.""Waalaikum salam."Setelah menutup teleponnya dengan sang istri, Suryawan Raharja segera membuka pintu pagar rumah anak sulungnya. Kini matanya langsung membelalak ketika melihat mobil Adam ada di halaman rumah ini. Kenapa juga anaknya harus mengatakan jika memiliki pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan di Jakarta bila pada kenyataannya ia hanya ada di rumahnya yang berlokasi di daerah Kalasan. Sebagai orangtua yang cukup dekat dengan anak, Suryawan merasa ada yang tidak Adam ceritakan kepadanya. Segera saja ia masuk ke rumah itu dengan kunci cadangan.Sepi adalah kesan pertama yang Suryawan dapatkan ketik
Ceklek....Suryawan Raharja menoleh ke arah pintu dan ia melihat Adam masuk ke kamar sambil membawa dua botol softdrink di tangannya."Minum dulu ya, apa. Biar nggak tegang," kata Adam sambil mengulurkan sebotol softdrink untuk Papanya."Makasih," jawab Suryawan sambil mengambil botol yang diulurkan Adam.Kini Adam duduk di sebelah sang Papa lagi. Saat Suryawan baru saja selesai meminum minumannya beberapa teguk, sang Anak sudah mengulurkan handphonenya.Suryawan hanya menatap handphone itu lalu ia menatap Adam dengan pandangan bingung."Papa lihat aja sendiri, biar video ini yang bercerita."Mendengar penuturan sang anak, Suryawan Raharja segera menaruh botolnya dan mengambil handphone yang telah disodorkan Adam. Seketika ia membelalakkan matanya ketika melihat video itu. Bahkan tiba-tiba rasa marah muncul di dalam dirinya. Ia tidak terima, tidak tega bahkan tidak bisa membayangkan jika anak perempuannya me