Membuat lidahku kelu. Lalu aku beralih menatap Ayu.
‘’I—iya kerja, Bun. Monik pengen belajar mandiri aja,’’ kataku spontan. ‘’Kalau begitu aku mengantarkan Monik dulu ya, Bun. Bilang juga sama Ayah. Assalamua’laikum.’’ Ayu takdzim dengan Bunda Aini. Begitupun denganku. Beliau tampak kebingungan. ‘’Iya. Kalian hati-hati ya. Wa’alaikumussalam.’’Kami bergegas melangkah keluar.
Tak lama, mobil Ayu membelah jalanan raya. Sedari tadi kami hanya hanyut dalam pikiran masing-masing. Terkadang aku juga malu berteman dengan perempuan sebaik dan sesolehah Ayu. Sedangkan aku perempuan banyak dosa dan punya masa lalu yang kelam. Apa aku pantas berteman dengan dia? Aku memijit kening yang terasa pusing. Banyak sekali beban di pikiranku ini, apalagi aku diusir dari rumah dalam keadaan berbadan dua dan cita-citaku yang selama ini akan aku raih, aku terpaksa menguburnya dalam-dalam. Aku tak mungkin melanjutkan pendidikanmu dalam keadaan hamil begini, apalagi hamil di luar nikah. Aku mengusap muka dengan kasar. Ini semua karena kebodohanku. Andai saja aku mau menuruti nasihat sahabatku, mungkin kejadiannya tak kan seperti ini. Hidupku saat ini sungguh berantakan. Seketika aku teringat, apa aku tidak apa-apa menginap untuk sementara di kos? Aku khawatir kalau orang disekitar akan tahu soal aku yang hamil tanpa suami. Terutama pemilik kos, tentu mereka akan mengusirku. Ya Allah! Lalu aku akan ke mana? Tak mungkin juga aku kembali ke rumahnya Ayu. Aku tak pantas tinggal di sana, apalagi keluarga Ayu itu orang yang begitu paham Agama. Aku tak mau mereka malah ternodai oleh dosaku ini. ‘’Yu, apa nggak apa-apa kalo aku di kos? Apa nggak ketahuan nanti sama orang-orang di sana, terutama pemilik kos?’’ Aku mengutarakan apa yang tengah mengganjal di pikiranku sedari tadi. ‘’Kamu cuma beberapa hari aja di sana kok. Semoga Tente dan Om bisa menerima kamu lagi di rumah,’’ jelas Ayu yang menoleh sesekali, lalu fokus kembali menyetir. Aku hanya terdiam. Bingung, entah Mama dan Papa akan mau menerima aku kembali atau tidak sebagai anak kandungnya. Aku juga merasa cemas, bagaimana kalau sampai orang-orang di sekitar mengetahui statusku yang hamil di luar nikah. Pasti mereka akan mengusirku, terutama pemilik kos. Aku memijit pelipis dan mencoba menyingkirkan prasangka buruk yang datang tiba-tiba. Di sebelah kiri jalan, tampak mobil bewarna merah berhenti di tepi jalan. Kalau dilihat dari plot mobilnya sepertinya aku kenal. Ah ya, Andre? Aku teringat ketika aku jalan-jalan bersama Andre menggunakan mobil bewarna merah. ‘’Monik, itu kayak Andre deh!’’ Tapi, kenapa dia bersama wanita itu? Wanita yang berpakaian kurang bahan, rambut panjangnya terurai dengan rapi dan mengenakan rok selutut. Diiringi canda tawa sedang memakan bakso. Dasar lelaki! Lelaki mata keranjang! Menggoda semua wanita. Setelah semuanya didapatkannya dariku, dia berubah seketika dan dia tak lagi menghubungiku Aku layaknya seperti permen karet, yang habis manis sepahnya dibuang begitu saja. Emosiku benar-benar sudah berada di ubun-ubun. Aku tetap mencoba untuk bersikap tenang. Aku menarik napas pelan agar tetap tenang. ‘’Nggak mungkin, Yu. Kamu salah lihat kali,’’ kilahku pura-pura tak tahu. Bahkan, aku mencoba memasang wajah seolah sedang baik-baik saja.Sayangnya, Monik tak peduli. Ia mulai menepikan mobilnya. ‘’Itu pasti dia, Monik. Aku nggak salah lihat kok.’’
Jantungku berdegup lebih kencang lagi. Apa yang akan dilakukan oleh Ayu?
‘’Kamu turun! Ikut aku!’’ titahnya sembari mematikan mesin mobil. Lalu bergegas menggandeng tanganku. Jangan-jangan Ayu membawaku ke tempat Andre yang sedang makan bakso di tepi jalan bersama wanita itu.
‘’Yu! Kita mau ke mana sih?’’ Namun Ayu tak menggubris ucapanku, dia terus saja melangkah sembari menggandeng tanganku. Melihat lelaki itu bersama wanita lain, membuat kepala ini terasa memanas.
‘’Hei! Apa ini pacar kamu? Emangnya kamu mau sama laki-laki yang sudah menghamili sahabatku ini?’’ ucap Ayu lembut tetapi menusuk. Membuat Andre lekas berdiri dan mukanya memerah menatap ke arah Ayu.
‘’Ka—kamu. Apa maksud kamu? Aku nggak kenal dengan wanita itu. Apalagi kamu!’’ bentaknya. Seolah sedang bersandiwara. Dasar lelaki! Setelah dia merenggut kehormatankv dengan mudahnya dia berkata tidak mengenaliku. Ingin rasanya aku menonjok mulut manisnya itu biar dia tahu rasa. Aku harus tetap sabar dan kuat. Aku kembali menarik napas pelan. Kupandangi wanita yang berpakaian kurang bahan itu terperanjat kaget.
‘’Sayang, tolong jelaskan!’’ Aku memandangi wanita itu dari bawah hingga ke atas. Kulitnya memang putih mulus. Akan tetapi hambar. Tak ada manisnya wajah perempuan itu, apalagi cantik tak ada sedikit pun. Entah kenapa bisa-bisanya Andre tertarik pada perempuan ini? Apa karena pakaiannya yang kurang bahan itu? Kalau dipikir-dipikir lebih cantikan aku daripada perempuan itu. Rasanya tangan ini gatal sekali ingin melakukan sesuatu pada lelaki yang berhasil merenggut kesucianku.
‘’Nggak, nggak! Mereka bukan siapa-siapa aku. Aku nggak kenal sama mereka,’’ ucapnya berbohong, keringat dingin di mukanya terus mengalir.
‘’Kamu harus percaya sama aku, Sayang. Mereka itu penipu dan aku nggak kenal siapa mereka.’’ Tangan kekarnya memegang jemari lentik wanita itu. Membuat aku mvak saja.
‘’Cukuup! Dasar lelaki nggak tahu diri!’’ bentakku yang sudah hilang kesabaranku, seketika wanita itu melepaskan genggaman tangan Andre dengan kasar.
‘’Dan kamu Mbak, kamu akan merasakan apa yang sudah aku rasakan selama ini. Mungkin sekarang kamu nggak percaya, tapi lihat aja setelah mendapatkan semuanya dari kamu. Lelaki ini akan mencampakkanmu. Camkan itu!’’ teriakku sembari menunjuknya dengan nada suara bergetar. Tukang bakso hanya sebagai penonton saja dan beberapa orang pembeli ternganga memandangi kami. Tapi aku tak peduli itu. Biar saja orang tahu kalau Andre itu adalah lelaki bajingan.
‘’A—aku nggak kenal sama kamu. Oh, atau jangan-jangan kamu udah ngga waras.’’
Deg!
"Dasar! Kamu yang tidak waras!" teriakku.
Emosiku benar-benar tak bisa dikendalikan. Aku bergegas mengambil air putih yang tergeletak di meja. Lalu aku siramkan ke kepala busuknya itu.
‘’Ayo kita pergi, Yu! Bajingan seperti dia harus dipermalukan.’’ Aku bergegas melangkah menuju parkiran mobil, Andre tampak mengusap mukanya dengan kasar, semua orang terpenganga memandangi kami, dan wanita itu bergegas meninggalkan Andre tanpa sepatah kata pun. Rasakan! Semoga saja dia putus dengan perempuan itu. Enak saja, setelah dia mendapatkan semuanya dariku lalu dengan mudahnya dia pacaran dengan perempuan lain. Semua wanita dipacarinya, lalu dia mengajak ke hotel untuk melakukan aksinya? Dasar lelaki bajingan!
Kupandangi bayiku masih terlelap di pangkuan mama. Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di depan rumah. Papa bergegas mematikan mesin mobil, lalu membukakan pintu untuk kami.Aku melangkah keluar, seketika tetangga menatapku dengan tatapan aneh dan tajam. Terlebih mama yang tengah menggendong bayiku, tatapan mereka begitu tajam menatap mama.‘’Eh, Bu Elsa bawa bayi. Cucunya ya?’’ tanya salah seorang tetangga dengan senyum mengejek. Kupandangi mama hanya menunduk.‘’Anakku aja udah daftar kuliah loh. Eh, Monik malah udah punya bayi.’’‘’Ayahnya siapa tuh? Jangan-jangan nggak tahu siapa Ayahnya lagi,’’ ketusnya dengan senyuman sinis.‘’Nah bener, nggak pulang-pulang selama beberapa bulan. Eh, tahu-tahunya udah punya baby aja. Makanya Bu Elsa sama Pak Indra anak tuh dididik dengan baik, jangan biarkan keluar malem-malem. Ini kerja aja terus, sampai lupa dengan anak satu-satunya.’’ ‘’Iya, kaya banget tapi anaknya hamil di luar nikah. Ihh, ngeri!’’ ucapnya bergedik ngeri.‘’Jangan
‘’Ja—jangan, Nak. Dia paham kok kenapa Mama dan Papa mengusirnya. Dan kemaren kami juga udah saling minta ma’af.’’ Mama mencoba mencegahku. Ucapan mama membuat aku lega.‘’Tapi kok sekarang Bu Karni nggak menemui aku lagi, Ma?’’‘’Kamu tenang aja, dia akan menemuimu kok. Mama ada janjian kemaren dengannya, jika kamu udah bisa pulang ke rumah dan udah beneran pulih, Mama akan telpon dia. Mama juga akan bicara soal pernikahan kamu dengan Andre’’ jelas mama panjang lebar. ‘’Bu—bukannya Papa—‘’‘’Iya, sekarang Papamu udah bisa menerima dan mema’afkan Andre. Ini semua demi kebaikanmu dan cucu Mama,’’ kata mama sembari menunjukkan seulas senyuman.‘’Iya, Ma. Syukurlah, makasih ya Ma.’’‘’Ta—tapi, apakah Andre mau menikahi aku dengan kondisi kayak gini. Ahh, bukannya ini karena perbuatannya juga,’’ batinku. Mama mengangguk sembari tersenyum,’’Yaudah, yuk!’’ Mama meraih koper dan membantuku untuk berjalan. Aku merasa berada di awang-awang rasanya. Tubuhku terasa sangat ringan. Mungkin kare
Tubuhku mulai terasa pulih kembali setelah seminggu lebih terbaring di brankar. Alhamdulillah aku sudah diberi izin pulang kembali oleh pihak rumah sakit.‘’Kamu memang beneran udah sehat kan, Monik?’’ tanya mama sekilas menatapku, beliau sedang membereskan semua baju-bajuku ke dalam koper. Aku mengangguk lalu tersenyum, ‘’Alhamdulillah udah kok, Ma. Tapi, aku boleh nggak ngekost aja sama bayiku,’’ sahutku pelan. Karena aku tak mau nanti kedua orang tuaku jadi bahan gunjingan lagi karena ulahku. Apalagi jika aku membawa bayiku kembali ke rumah.Mama seketika kaget dan ada rasa yang tak bisa kutafsirkan dari wajah mama, tetapi masih berusaha untuk tersenyum.’’Mama kenapa ya?’’ batinku yang terus menelusuri wajah mama.‘’Ka—kamu udah kembali sehat, Nak,’’ ucap beliau dengan lirih dan terus saja menatapku.‘’Ma—maksud, Mama?’’ tanyaku heran. Apa maksud mama ya? Mama seketika mendekat ke arahku.‘’Beberapa hari setelah kamu melahirkan, sikap kamu aneh dan kamu bilang kalo bayi itu bu
‘’Ma, Mama kenapa? Apa yang terjadi sama anak kita?’’ lelaki yang tiga puluh delapan tahun menemaniku itu menghampiri aku yang masih menangis dengan sesegukan sembari bersandar di dinding. Dia spontan memelukku.‘’Mo—Monik, Pa,’’ lirihku, nyaris tak terdengar olehnya. ‘’Kenapa dengan Monik, Ma?’’‘’Dia depresi kata Dokter. Sejak tadi dia menangis nggak jelas dan mengamuk, apalagi setelah mendengar nama lelaki brengsek itu.’’Membuat suamiku melepaskan pelukannya pelan, tampak dari wajahnya yang begitu berubah. Dia mengusap mukanya dengan kasar.‘’Astaghfirullah!’’‘’Lelaki itu berani ke sini menampakkan mukanya? Kenapa Mama nggak katakan sama Papa?’’ tangannya tampak mengepal dan rahangnya mengeras. Aku menyeka air mataku dengan kasar.‘’Bukan dia, Pa. Tapi Mamanya yang ke sini,’’ kataku pelan. Ya, dia tak tahu siapa sebenarnya mama Andre. Jika dia tahu bahwa mama Andre itu adalah Karni, pasti akan membuat suamiku makin menyimpan kebencian dan dendam pada wanita itu. Apalagi setelah
‘’Saya akan memberikan obat penenang sementara untuknya.’’ dia tampak bergegas bangkit dan melangkah ke lemari obat-obat itu. Tangannya meraih beberapa pil obat. Raut mukanya menggambarkan kepanikan dan melangkah ke luar dari ruangannya mungkin menuju ruang rawat anakku, aku pun mengikuti dari belakang.‘’Tenanglah, Mba. Istighfar.’’ ‘’Aku nggak melahirkan! Nggak!’’ dia terus saja berteriak sambil menangis. Air mataku terus saja berjatuhan dan hatiku begitu perih.‘’Bayinya nggak mau diem sejak tadi, Dok. Apa dia mau minta susu?’ Jadi cucuku tak bisa diam? Kenapa aku tak tahu dan tak mendengar tangisannya dari tadi, saking tak terarahnya pikiranku. Apa yang harus aku lakukan? Apalagi dengan keadaan mamanya yang seperti ini. Jangankan untuk menyusui, menggendong saja dia tak mau.‘’Dia haus mungkin, Sus. Buatkan saja susu SGM dulu ya, kita nggak bisa memaksakannya untuk mengasih ASI ke bayinya,’’ kata dokter itu yang tengah memasuki ruangan rawat Monik.Perih rasanya. Dan tubuhku ter
‘’Memangnya aku kenapa, Ma? Habis kecelakaan?’’ ‘’A—apa maksud, Monik? Apa dia berpura-pura?’’ batinku. Yang merasa ada keanehan pada anak semata wayangku itu.‘’Kamu habis melahirkan, Nak,’’ sahutku pelan. Aku berusaha menahan buliran air mata yang hendak berjatuhan.‘’A—apa? Ini nggak mungkin, Ma. Aku belum menikah, kenapa bisa melahirkan begini. Nggaakk!’’ ‘’Ya Allah, bukannya ini semua akibatmu sendiri, hah?’’ aku menunjuknya dengan telunjuk kiri dengan tangan gemetaran. Emosiku sungguh tak bisa ditahan lagi. Enak saja dia berkata seperti itu. Padahal ini adalah hasil perbuatannya. Kini dia seolah berpura-pura tak ingat semuanya. Karena ulahnya membuat aku malu dengan tetangga, yang bahkan setiap hari menggunjing aku dan suami. Sudah sembilan bulan lebih lamanya aku dan suamiku membiarkannya seorang diri di luar sana. Papanya mengusirnya ketika sudah tahu kalau dia tengah mengandung bayi yang bukan pada waktunya. Aku pun tak bisa melarang papanya agar tak mengusir dia dari dari