Share

Penyesalanku

last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-27 07:04:22

Meski berteriak demikian, di mobil, nyatanya buliran air mataku tak henti-hentinya mengalir.

Teringat olehku Andre dengan seenaknya membawa wanita lain setelah mendapatkan semuanya dariku. membuat Ayu menatapku dengan tatapan sendu.

‘’Aku pernah bilang ke kamu dulu kan, Monik? Jangan sembarangan menerima cinta lelaki dan jangan pacaran dulu. Kamu masih ingat nasehatku?’’ ucap  Ayu dengan lirih sembari masih fokus menyetir. Aku hanya mengangguk lemah.

’’Kenapa aku lupa semua itu, Yu? Kenapa?’’ teriakku. 

‘’Kamu tahu? Lelaki yang baik itu nggak akan mengajak pacaran apalagi melakukan hal yang nggak senonoh itu.’’  Aku hanya terdiam, menyesali semua perbuatanku. Kalau saja aku mau mendengarkan apa nasihat sahabatku, mungkin tak akan seperti ini kejadiannya. Aku diusir dari rumah, Mama dan Papa membenciku. Hidupku sekarang banyak menanggung beban yang tak mampu untuk  aku pikul sendirian. Kuseka buliran mataku dengan ujung kerudung.

Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di kosan. Ayu menepikan mobilnya dan mematikan mesin mobil. Kami bergegas melangkah keluar dari mobil. 

‘’Kamu suka kost ini nggak? Mumpung nggak besar banget. Ntar kamu kesepian lagi,’’ tanyanya menunjuk kost yang sepertinya belum ada penghuninya.

‘’Aku suka banget, Yu. Nggak apa-apa,’’ aku mengangguk perlahan.

Ayu pun mengeluarkan ponselnya, dia menatap nomor yang tertera di dinding kost,  lalu disalinnya nomor itu. 

‘’Assalamua’laikum. Bu.’’

‘’Ini teman saya mau mengkost di kost Ibu,’’

‘’Baik, Bu. Kami tunggu.’’ Ayu pun memutuskan teleponnya. 

‘’Kita tunggu aja, Monik. Ibu itu mau ke sini.’’ Kami segera duduk di kursinya. Untuk melepaskan penat. Tak lama kemudian, datang wanita paruh baya, rambutnya pendek, dan berpakaian rok selutut. 

‘’Siapa yang mau ngekost di kost saya?’’ tanya wanita itu menghampiri kami.

‘’Ini, Bu. Monik, teman saya,’’ tunjuk Ayu mengarah padaku.

Dia menatapku dari atas hingga ke bawah seperti sedang menyeleksi karyawan saja.

’’Kamu hamil?’’ Kali ini nada suaranya naik satu tingkat. Pertanyaannya membuatku kaget, sebelumnya aku sudah punya firasat akan pertanyaan pemilik kos. Aku mengangguk cepat.

’’Su—suami aku sedang mencari nafkah, Bu. Jadi untuk sementara  aku tinggal di daerah ini.’’ Wanita separuh baya itu tak hentinya memandangiku.

’’Baiklah. Soalnya sejak ada berita viral wanita hamil di luar nikah menginap di kosan dan digrebek warga, membuat saya lebih teliti lagi menerima orang-orang yang mau ngekos di sini.’’

‘’Saya ngga mau terkena imbasnya dan kos ini bukan tempat menampung wanita hamil du luar nikah,’’ tegasnya yang membuat dadaku terasa sesak kemudian. Begitu juga dengan Ayu yang tampak menunduk.

‘’I—iya, Bu. Aku nggak bohong kok.’’ 

‘’Oke!’’

‘’Berapa sebulan ya, Bu?’’  Ayu mengalihkan pembicaraan.

‘’Sebulan 350.000,’’ sahutnya singkat. Dia sedari tadi tak henti-hentinya memperhatikanku. 

‘’Biasanya setiap kamar ada penghuninya. Sekarang mereka sedang berlibur di kampung mereka.’’ Aku merasa lega dengan ucapan wanita pemilik kos.

Tampak Ayu mengeluarkan beberapa uang kertas bewarna merah di dompetnya.

’’Ini, Bu. Saya bayar sebulan dulu. Kalau misalnya lebih waktunya sebulan teman saya nginap di sini, saya akan tambah lagi,’’ jelas Ayu menyodorkan, ibu itu langsung saja meraihnya dengan cepat.

‘’Oke. Ini kuncinya!’’

‘’Terima kasih, Bu,’’ lirihku yang langsung meraih anak kunci dari tangan pemilik kos. Dia hanya mengangguk dan berbalik tanpa permisi.

‘’Sebentar! Oh ya, saya belum membersihkannya jadi tolong kamu bersihkan sebersih mungkin!’’

Hah?

Belum sempat memproses, dia kembali menoleh dan menunjukku. 

‘’Satu lagi, setiap hari kos saya harus kamu bersihkan! Jangan sampai saya melihat kos kotor dan berantakan. Kamu paham?’’

Aku hanya mengangguk. 

Ya, Allah! Seram sekali ibu kost ini. Tak seenak tinggal di rumah sendiri. Aku menghela napasku perlahan.

‘’Pa—paham, Bu.’’ sahutku terbata. Sedangkan Ayu menggeleng saja. 

Sedangkan wanita itu melangkah kembali untuk pulang ke rumahnya yang kukira tak jauh dari sini. Aku dan Ayu saling tatapan.

‘’Begini rasanya punya Ibu kos toh, Yu?’’ tanyaku dengan lirih, sembari menarik napas.

‘’Iya. Makanya lebih enak tinggal di rumah sendiri,’’ jawab Ayu.  Aku membenarkan ucapan Ayu dalam hati. 

‘’Ya sudah. Aku ambil baju kamu dulu di mobil ya.’’ Dia melangkah ke tempat parkiran mobilnya. Dan menenteng plastik berukuran besar yang berisi pakaian. 

‘’Bukannya kamu mau pulang?’’ tanyaku heran.

‘’Aku mau membantu kamu membereskan kos dulu.’’ Dia bergegas membuntutiku.

**

Aku menyeka keringat yang bercucuran. Aku merasa begitu lelah setelah membersihkan kos, padahal bukan aku bukan sendirian membersihkannya. Melainkan dibantu oleh sahabatku.

Membuat aku teringat suasana rumah, aku belum pernah merasa selelah ini membersihkan rumah karena Mama juga tak lepas tangan membiarkan anaknya bekerja sendirian. Kini badanku rasanya mudah lelah, tak seperti dulu.

‘’Atau karena aku sedang hamil kali, ya? Jadi mudah lelah,’’ gumamku sambil menghenyak di kursi dan menikmati hembusan angina menerpa kerudungku.

Seketika membayang di pikiranku di saat Papa mengusirku dan menyeretku begitu saja keluar dari rumah. Dulu beliau begitu memanjakanku, bahkan tak pernah membentakku sekali pun. Kini? Kata-kata kasar, makian, dan bahkan beliau menamparku.

Aku mengerti bahwa Papa begitu marah dan kecewa atas apa yang sudah aku perbuat. Tanganku bergerak mengelus perut yang sudah mulai membesar. Bagaimana nasip anak ini? Kalau seandainya Andre tak mau bertanggung jawab, lalu bagaimana nasip anak ini yang lahir ke dunia tanpa seorang Bapak? 

‘’Maafkan Mama, Nak. Ngga seharusnya kamu seperti ini. Ini adalah kesalahan Mama sama Papa kamu. Jadinya kamu yang menanggung semua ini.’’ Suaraku bergetar menahan rasa sesak di dada, terlebih lagi jika ingat kemarahan dan kekecewaan Papa terhadapku.

‘’Aku sangat menyesal, Pa. Maafkan aku.’’ Tanpa sadar air mataku mengalir begitu saja. Aku sungguh menyesali apa yang aku perbuat.

Andaikan saja aku tak menerima cinta lelaki itu dan andaikan saja aku bisa lebih mengontrol perasaanku, mungkin kejadiannya tak kan seperti ini. Padahal Ayu juga melarangku untuk pacaran dengan lelaki itu, bahkan berkali-kali dia mengingatkan aku. Aku malah membencinya dan menganggap Ayu iri pada aku. Astagfirullah, Ya Allah! Apa aku masih pantas menyebut nama-Mu?

‘’Monik?’’ Aku bergegas menyeka buliran air mataku. Ternyata Ayu sudah berada di sampingku. Entah sejak kapan dia duduk di sini.

‘’Ka—kamu…’’

‘’Jangan berlarut-larut begitu, Monik. Aku paham dan mengerti apa yang kamu rasakan.’’

‘’Semuanya udah terjadi. Ngga akan bisa dikembalikan lagi. Perbanyak saja berdoa dan mendekatkan diri pada Allah, ya?’’

‘’Aku yakin cepat atau lambat Om insyaaAllah akan mau menerima kamu kembali di rumah. Saat ini beliau cuma kecewa berat atas apa yang terjadi sama kamu.’’ Membuat aku terisak dengan ucapan Ayu.

‘’Apalagi kamu adalah anak satu-satunya, Om. Jadi mana mungkin Om akan membenci kamu untuk selamanya.’’

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Diusir Karena Selingkuh?

    ‘’Tunggu, Ma!’’Mama memberhentikan langkahnya, lalu menoleh,’’Iya, ada apa, Nak?’’‘’Maaf, Ma. Kok sejak aku di sini Papa nggak kelihatan ya. Papa ke mana?’’ Aku memberanikan diri untuk berpura bertanya, seolah aku tak tahu mengenai masalah yang menimpa rumah tangga mertuaku. Wajahnya kelihatan sendu.‘’Mama udah mengusir Papamu,’’ sahut Mama mertua dengan suara bergetar. ‘’Apa? Tapi, kenapa, Ma?’’ ‘’Kamu tahu apa yang dilakukannya? Dia udah membohongi Mama dan ternyata dia udah lama berselingkuh di belakang Mama,’’ sahutnya kesal, buliran air matanya lolos begitu saja. ‘’Ya Allah, Ma,’’ lirihku, aku bergegas meletakkan bayiku di tempat tidur. Kuhampiri Mama yang sedang duduk di sofa. ‘’Mama pasti kuat dan aku akan selalu ada untuk Mama, apapun keputusan Mama aku akan setuju,’’ lirihku pelan,memegangi jemari Mama, memberi kekuatan untuknya. Beliau menyeka air matanya, lalu menatapku.‘’Makasih banyak ya, Sayang. Mama rasanya udah nggak bisa lagi menerima Papamu. Biarkan dia hidu

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Selingkuh?

    ‘’Bi, Bibi tahu ke mana Pak Ardi?’’ Aku menghampiri bibi ke dapur. Tampak dia sedang beberes, lalu memberhentikan pekerjaannya seketika‘’Emang kenapa, Monik?’’ tanya Bibi Ningsih kembali tanpa menjawab pertanyaanku.‘’Selama aku di sini aku nggak pernah liat beliau, Bi. Dan di hari pernikahanku juga nggak hadir,’’ jelasku. ‘’Itulah. Sehari sebelum Monik ke sini ada pertengkaran hebat.’’‘’Apa, Bi? Maksud Bibi, Ibu dan Pak Ardi bertengkar?’’ sontak membuat aku kaget seketika. Tapi kenapa Mama tampak terlihat baik-baik saja selama ini.Wanita separuh baya itu mengangguk secepatnya.‘’Kenapa, Bi? Gara-gara aku?’’‘’Iya kayaknya, Monik. Tapi ada masalah yang lebih besar lagi.’’Aku semakin penasaran dan kaget mendengar penjelasan dari Bibi kali ini.‘’Apalagi itu, Bi?’’‘’Monik, ikut ke kamar Bibi ya,’’ ajaknya sembari bergegas melangkah. Tanpa berpikir lagi aku mengikuti langkah bibi. Dibukanya dengan pelan pintu kamar.‘’Ayuk masuk, Monik,’’ lirihnya pelan. Aku memasuki kamarnya tanpa

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Sandiwara Macam Apa ini?

    ‘’Eh, kamu jangan ke sini! Tidur di sofa sana!’’ tunjuknya ketika aku melangkahkan kaki, membuat langkahku terhenti. ‘’Kamu kira aku mau tidur dengan kamu? Ogah! Kalo bukan demi bayiku, aku nggak akan mau menikahimu. Lelaki kurang ajar!’’ batinku kesal, emosiku sudah berada di ubun-ubun.Dengan pelan aku kembali melangkah tanpa memerdulikan lelaki itu.‘’Kamu mau apa? Kamu budeg ya!’’ Dia bergegas bangkit, dikiranya aku mau mendekat ke arahnya. Dasar lelaki!‘’Aku cuma mau ambil selimut dan bantal!’’ ketusku sembari menatapnya tajam.Aku melangkah ke sofa, menenteng bantal dan selimut. Kurebahkan tubuh, lalu memakai selimut. ‘’Heran sama nih orang, entah apa yang ada dipikirannya," batinku sembari menatap Andre yang sudah terpejam. Ya, bagaimana aku tak heran, bukannya semalam dia tak mau tidur di kamar ini dan lebih memilih tidur di kamarnya itu, seperti tak punya istri saja. Apalagi ini adalah malam pertama kami, tapi dia malah lebih memilih tidur nyenyak di kamarnya tanpa memped

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Suami Istri tapi Beda Kamar?

    ‘’Monik, aku tidur di kamarku aja ya. Kamu tidur di sini sama si Dedek,’’ kata lelaki yang menjabah tangan papaku tadi pagi, terdengarnya lirih tapi sungguh menyakitkan rasanya. Ya, kenapa tidak. Harusnya malam ini adalah malam pertama kami sebagai pengantin baru, tetapi dia malah seperti itu ucapan yang keluar dari mulutnya.‘’Ta—tapi, Ndre. Kita kan udah suami istri, kenapa kamu malah nggak mau tidur sekamar denganku?’’ sahutku lirih sembari menghenyak di ranjang, masih jelas make-upku.‘’Kamu nggak dengar apa yang kubilang barusan? Aku maunya tidur di kamarku!’’ ketusnya kemudian sembari meraih bantal dengan kasar. Seketika aku memandanginya dengan tatapan sendu dan sekaligus mengelus dadaku. Ya, dadaku terasa sangat sesak mendengar apa yang diucapkannya oleh lelaki yang telah menghalalku itu.‘’Ya Allah, trus buat apa kita nikah, Ndre? Kenapa kamu nggak seperti dulu, bukankah kamu ingin bersama denganku. Tapi...’’‘’Buat apa nikah kamu tanya? Supaya Mama dan Papaku enggak dihina

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Bukan Pernikahan Impian

    ‘’Kamu kenapa teriak-teriak begitu, Nak? Ada apa?’’ Calon mertuaku itu bergegas memasuki kamar yang selama ini kutempati. Ucapan beliau mampu membuyarkan lamunanku.‘’Ah, iya, Ma,’’ sahutku yang beralih menatap wanita berkerudung lebar itu.‘’Kamu kenapa? Coba cerita ke Mama,’’ katanya pelan dan menghenyak di sebelahku duduk. Aku menarik napas pelan lalu menghembuskannya, agar pikiranku terasa tenang. Aku menggeleng secepatnya.‘’Aku cuman takut kalo Andre... ‘’ Ya, tak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya kalau Nina baru saja ke sini lewat pintu jendela dan mengancamku.‘’Iya, Mama mengerti, Nak. Tapi dia udah berjanji kok sama Mama untuk bertanggung jawab ke kamu. Jadi nggak ada lagi yang harus kamu takutkan,’’ kata Mama Karni yang bergegas memotong ucapanku. Beliau memegangi jemariku dan menatapku dengan tatapan sendu.‘’Ini demi Rafi, cucu Mama,’’ imbuhnya kemudian. Aku hanya mengangguk lemah, beliau pun bergegas memelukku erat. ‘’Makasih banyak ya, Ma. Udah mau membantuku,’’ k

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Diancam?

    ‘’Nyari siapa ya, Mba?’’ tanyaku, karena wajahnya asing sekali olehku. Dia kelihatan masih muda dan menenteng tas. Entah apa itu, aku pun tak tahu. ‘’Neng Monik kan?’’ tanyanya kembali tanpa menjawab pertanyaanku.‘’Iya, ada apa ya, Mba?’’‘’Saya mau menghias Mba. Perkenalkan saya Nira tukang hias pengantin. Udah mandikan?’’ Dia tersenyum ramah dan menyodorkan tangannya, aku hanya melongo saja.‘’Menghias? Maksud, Mba?’’ sahutku dengan terheran.‘’Kok Mba nggak tahu sih, hari ini kan hari pernikahannya Mba.’’ Aku kaget seketika.‘’Kok Bu Karni nggak bilang ke aku ya. Cepat banget, padahal baru kemaren juga aku baru sampe di sini, sekarang malah disuruh nikah,’’ batinku.Eh, tunggu. Tapi apa Andre mau? Trus bagaimana dengan Papanya?‘’Eh, tapi nggak apa-apa deh. Bukannya itu yang aku mau, aku nggak mau bayiku nggak punya ayah. Apalagi dia udah lahir,’’ batinku yang banyak sekali muncul pertanyaan di benakku.‘’Gimana, Neng?’’‘’Ya udah deh, Mba. Mari masuk!’’ Dia mengangguk dan berge

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status