Share

KETERPAKSAAN

"Apa tidak ada tempat lain selain di sini, Chris?

Aku rasa di sini terlalu be-sar," ucapku tertahan saat mencoba melangkahkan kakiku dengan ragu ke dalam villa mewah yang kini ada di depanku.

"Ini adalah villa milikku sendiri, kenapa aku harus susah payah mencari tempat lain jika aku merasa nyaman di sini?" sahutnya enteng.

"Hah???" Maka detik itu pula aku melongo, cukup terkejut dengan pengakuannya sekarang. 

"Milikmu?? Apa aku tidak salah dengar?" tanyaku tak percaya.

"Kau meragukanku, Nat? Jika kau mengenal aku dengan baik, kau pasti akan tahu kapan aku pernah berbohong padamu selama ini," sahutnya percaya diri.

Apa yang Chris katakan memanglah benar, selama empat tahun aku mengenalnya tak pernah sedikit pun ia berbohong padaku, bahkan sekecil apa pun.

Chris membawaku di sebuah ruangan utama villa ini, tampak bar kecil di sudut ruangan. Dengan langkah yang mantap ia mengambil sebotol minuman whisky di rak kecil di atas bar kemudian menyiapkan dua gelas one shot di meja bar itu.

"Apa kau mau minum?" tawarnya.

"Tidak, terima kasih," aku menjawab cepat.

"Sejak kapan kau minum minuman seperti itu? Bukankah di pestamu tadi kau sudah banyak minum, apa itu masih kurang?" tanyaku heran.

"Sejak kau pergi dan mencampakkanku enam tahun yang lalu, Natalie Mckent," Chris menjawab tegas.

Aku hanya diam tak mencoba membantah ucapannya itu, karena yang dikatakannya memang benar adanya.

"Maafkan aku jika kau sakit hati karena hal itu, Chris. Aku tahu semua penjelasan ini terlambat, namun setidaknya kau tahu sekarang kalau dulu aku melakukannya karena sebuah alasan," tuturku menyesal.

Kulihat Chris hanya tersenyum dingin menanggapinya. Ia berjalan menghampiriku dengan gelas whisky di tangannya.

"Kau tak perlu khawatir, Nat. Aku baik-baik saja selama ini seperti yang kau lihat sekarang, bukan? Justru aku berterima kasih padamu, karena kepergianmu membuatku sadar dengan kenyataan dan membuatku termotivasi untuk hidup lebih baik dari sebelumnya," ucapnya dengan penuh keyakinan.

"A-pa maksudmu, Chris?" tanyaku penasaran.

"Seperti yang kau tahu sekarang, aku bukanlah aku yang dulu lagi. Seorang Chris Raven yang naif dan terlalu berharap pada cintamu. Pengkhianatanmu membuatku sadar pada kenyataan kalau cinta bukanlah apa-apa jika tanpa uang, dan itu terbukti sekarang. Aku bisa dengan mudah menjadi menantu keluarga Mckent karena status sosialku sekarang," ujar Chris dengan penuh percaya diri.

"Jangan katakan kau menikahi Lindsay karena terpaksa, Chris?!" selaku serius.

"Jika itu benar, apa yang akan kau lakukan, Natalie?" tanyanya dengan senyum penuh arti.

"Kau- !?" Aku mendelik saat itu juga.

"Kau akan sangat menyakitinya jika itu benar, Chris!!" Suaraku kini terdengar gemetar menahan emosi yang tiba-tiba menjalar di seluruh tubuhku.

"Astaga, Nat. Aku sungguh terharu, ternyata kau benar-benar seorang kakak yang baik untuk Lindsay," sahutnya dengan senyuman seolah mengejek.

Dengan acuh ia meneguk whisky di gelasnya hingga habis. 

 

"Aku suka jika kau merasa kesal sekarang, karena itu memang adalah tujuan utamaku menjadi menantu dari keluarga Mckent," ucapnya dengan penuh penekanan.

"Chris Raven!! Jika kau membenciku karena masa lalu kita lampiaskanlah padaku, kenapa kau harus melibatkan Lindsay?!!

Ia mencintaimu, Chris! Ia akan hancur jika tahu alasan kenapa kau menikahinya!" aku berseru marah.

Seakan tak peduli dengan kemarahanku, Chris dengan acuh mendekatiku. Kini kami saling bertatapan satu sama lain, begitu dekat hingga dapat kurasakan nafasnya yang hangat di wajahku. Bau alkohol begitu menyengat tercium dalam dirinya sekarang.

"Kau adalah tujuan utama aku menikahi Lindsay Mckent karena melalui dirinya, adikmu itu akan merasakan rasa sakit apa yang aku rasakan selama ini," ucap Chris dengan wajah serius, dia benar-benar tak main-main dengan ucapannya sekarang.

Maka detik itu pun aku reflek melayangkan tamparan di wajahnya yang kini bagiku berubah mengerikan. Namun, dengan sigap, Chris dapat menangkap tanganku saat itu juga.

"Kau tak bisa melakukan apa-apa untuk menggagalkan niatku ini, Natalie!" tukasnya tajam.

"Kau- bajingan pengecut, Chris!! Kenapa kau membalasnya pada Lindsay yang tak tahu apa-apa?!!" tanyaku murka, susah payah aku berusaha melepaskan cengkraman tangannya yang kuat di pergelangan tanganku saat ini.

"Karena itu akan membuatmu dan seluruh keluarga Mckent tersiksa, itulah tujuan utamaku," jelasnya dengan nada penuh penekanan.

"Lampiaskanlah padaku!! Jangan pada Lindsay, aku mohon! Kau tahu kan dia memiliki kelainan jantung sejak lahir! Aku yang pantas kau lukai bukan dia!!" aku mencoba berkelit.

Chris hanya mencibir mendengar ucapanku.

"Itu sama sekali tak menarik nanti, karena sebuah permainan baru akan dimulai sekarang..," tuturnya yakin.

Kemudian entah bagaimana Chris mencium bibirku dengan tiba-tiba. Ciumannya kasar dan brutal hingga aku mencoba berontak mencoba melepaskan diri, namun semua terasa sia-sia karena kekuatan Chris lebih unggul dariku.

Kucoba kudorong, kutendang dan terus kupukul dia semampuku, tapi hal itu justru membuat Chris murka. Hingga ia mendorong tubuhku dengan kasar ke sisi tembok dan memojokkanku di sana. Tatapannya kini berubah sangat mengerikan, jauh berbeda dari Chris yang pernah kukenal selama ini.

Apakah kini ia mabuk sehingga ia bisa berbuat kasar seperti itu? Yang jelas saat ini aku tak bisa berpikir apa-apa karena merasa takut.

"Chris, aku mohon sadarlah!! Maafkan aku karena dulu pernah menyakitimu, tapi aku mohon jangan perlakukan aku seperti ini! Aku akan melakukan apa saja agar kau mau memaafkanku! Katakan!" aku berseru memohon mencoba menyadarkannya agar bisa berpikir dengan waras.

Kulihat kini Chris menyeringai padaku.

"Benarkah?? Kupegang ucapanmu itu Natalie...," cibirnya tajam.

"Ten-tu saja, aku berjanji padamu!" sahutku putus asa, saat aku melihat ekspresi wajah mengerikan bagai binatang buas yang siap memangsa lawannya pada sosok Chris yang sekarang tampak di depanku.

Chris mendekatkan wajahnya padaku, menghembuskan nafasnya yang kasar di leher dan tengkukku. Jemarinya memainkan rambut ikal panjangku seakan berusaha ingin menggoda ataupun menakutiku aku tak tahu.

"Jadilah budakku. Akan kupastikan kau dan seluruh keluarga Mckent selamat di tanganku," ucapnya penuh percaya dirinya.

"A-pa...?!" Aku melotot saat itu juga, berharap ada yang salah dengan pendengaranku.

"Ya, jadilah budakku, Natalie Mckent. Itu akan menjamin kalau adikmu akan aman hidup bersama denganku, bahkan seluruh keluarga Mckent sekarang ada dalam genggamanku, jika aku mau aku bisa menghancurkan mereka saat ini." 

Nafasku seketika seperti hilang begitu saja, dan dadaku bergemuruh hebat saat ini mendengar setiap ucapannya yang bagiku sebuah ancaman terbesar dalam hidupku.

"Apa kau takut? Dan berubah pikiran, Nat?

Aku tahu kau adalah wanita cerdas dan berprinsip tinggi, aku rasa kau bisa pegang kata-kataku ini sekarang. Bagaimana, apakah kau menyetujuinya?" tanya Chris mengintimidasi.

"Ten-tu! Aku aku akan menjadi budakmu, Chris..," sahutku hilang akal karena saat ini aku sudah tak bisa berpikir apa-apa untuk menyelamatkan diri.

"Bagus! Itu adalah keputusan yang baik! Aku bangga memiliki ipar berdedikasi tinggi sepertimu dan aku juga tak menyesal pernah mencintai wanita sepertimu, Natalie Mckent." Ucapan Chris seakan menyadarkanku pada kenyataan.

Susah payah aku berusaha mengatur nafasku agar kembali normal saat Chris mencoba menciumku lagi, kali ini ciumannya berbeda dengan yang tadi. Ia melakukannya tak terburu-buru dan lembut, mengingatkanku saat kami masih berpacaran dulu. Seakan waktu berjalan lambat dan kami kembali ke masa-masa indah saat sebelum semua ini terjadi. Saat cinta kami masih bersemi dan kami berdua saling memegang janji sehidup semati bersama walaupun perbedaan status yang ada.

***

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status