Share

14~BC

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-06 18:59:46

“Kami sadar, apa yang terjadi bukanlah hal yang pantas ditiru. Untuk itu, kami dengan tulus memohon maaf atas kegaduhan yang ada, dan menegaskan bahwa kami telah mempertanggungjawabkan semuanya dengan cara yang sepatutnya. Terima kasih.”

Bias mematikan televisi yang baru ditontonnya dengan remote. Bersandar pada sofa, lalu menatap Danuar yang juga baru menyaksikan pernyataan Cinta di televisi.

“Kenapa Cinta nggak ngomong sama aku, kalau dia melakukan wawancara kemarin?” celetuk Bias merasa kesal sendiri.

“Lupakan itu sebentar, Bi,” ujar Danuar meraih cangkir kopinya, lalu menyesapnya sebentar. “Tapi melihat sikap Cinta, Papa sepertinya percaya kalau kamu dijebak.”

“Itu dia!” seru Bias memukul keras pahanya sendiri. “Sudah kubilang, aku dijebak, tapi Papa sama mama nggak percaya. Mama justru bilang wajar kalau Cinta minta kunikahi karena kami sudah ‘tidur’ berdua malam itu.”

“Tapi kamu memang ‘tidur’ dengan Cinta, kan?”

“Aku nggak ingat, Pa!”

“Kita singkirkan itu dulu,” pinta Danuar me
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
satu langkah lebih maju, bias udah mulai tunduk
goodnovel comment avatar
kreasiniche.cik
karakter cinta ini mirip lintang di unexpected love. keras, semaunya, cuek sama penampilan, to the point gak pake basa basi, sama2 jadi korban pilih kasih di keluarga
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
bakalan klepek2 luh sama cinta,liat aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bias Cinta   141~BC

    “Di sebelah kanan itu, rumah saya.” Felix menunjuk rumah dua tingkat yang berseberangan dengan lajur jalan mereka. Lampu terasnya menyala hangat, membuat rumah itu tampak ramah disinggahi. “Silakan kalau mau mampir, rumah saya terbuka untuk siapa aja.”Dinda mengangguk sopan, sementara Ira tersenyum kecil dari kursi belakang sambil menatap rumah tersebut. Sejak meninggalkan hotel, suasana di dalam mobil tidak pernah benar-benar hening. Baik Felix maupun Dinda, selalu punya cara memecah kecanggungan. Entah lewat gurauan receh atau cerita spontan tentang kegiatan mereka.“Macam penampungan gitu, Pak?” ucap Dinda meringis lebar, “terbuka buat siapa aja.”Felix terkekeh. “Kalau kamu mau ditampung, boleh.”“Ahhh …” Dinda kembali tertawa untuk ke sekian kalinya. Jika hanya melihat sekilas, Felix mungkin tampak apatis, dingin, serius, dan sulit ditebak. Namun setelah mengenal dan bicara dengannya, pria itu ternyata cukup ramah dan hangat. Cara bicaranya santai, gurauannya tidak berlebihan,

  • Bias Cinta   140~BC

    “Kalian satu kantor, kan?” tanya Alma menunjuk Raksa dan Dinda bergantian. Setelah bersalaman dengan Ira dan Dinda yang menghampiri, Alma pun mengingat akan hal tersebut. “Iya, Tante,” jawab Dinda sambil tersenyum dan mengangguk kecil pada Raksa. Ia dan ibunya baru saja menyalami pria itu, sekaligus berkenalan dengan Naifa yang duduk bersama Alma dan Danuar di meja yang sama. “Bang Raksa ini atasan saya.”“Kami rekan kerja,” ujar Raksa memperhalus ucapan Dinda. Malam ini, gadis itu semakin membuatnya terpesona karena tampil feminin. Sangat berbeda dengan hari-harinya ketika berada di kantor. “Bisa, nih,” canda Alma lalu terkekeh menatap Ira, “sama-sama single kan?”“Kalau bisa, sudah dari dulu saya nikahin, Bu,” seloroh Raksa, mengangkat satu tangan dan membuat tanda V dengan kedua jari. Ia tidak akan meralat ucapannya, karena seperti itulah kenyataannya. “Jadi, nggak bisa ceritanya, Din?” Alma kembali menggoda gadis itu. “Saya fokus karir dulu, Tan,” jawab Dinda meringis lebar,

  • Bias Cinta   139~BC

    Napas Ranu tertahan ketika mendengar kalimat Altaf berhenti tepat sebelum menyebut namanya. Kegelisahannya semakin menjadi-jadi dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangan. “Tarik napas dulu,” ucap Danuar sambil mengusap punggung Altaf, “gugup itu wajar, jadi relaks. Biarkan mengalir. Kita tinggal selangkah lagi.”Altaf mengangguk kecil, tetapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Ada banyak hal yang berputar di kepalanya dan satu nama lain hampir saja lolos begitu saja dari bibirnya jika ia tidak menghentikan kalimatnya.“Fokus,” timpal Raksa sedikit keras, penuh penekanan. “Minum dulu,” ucap Cinta menyerahkan botol air mineral pada Altaf, sambil meremas erat bahu pria itu. Begitu mendengar kalimat Altaf terhenti saat hendak menyebut nama, di situlah Cinta bangkit dan bergegas mengambil air mineral. Kakaknya itu perlu disadarkan dengan “sentilan” kecil, agar kembali ke jalan yang semestinya. “Aku tau, kamu pasti bisa,” tambah Cinta menunggu Altaf meminum air mineralnya. Set

  • Bias Cinta   138~BC

    “Cia juga ada di sini,” ujar Cinta mengingatkan Bias ketika mereka memasuki kamar hotel, “jadi–”“Aku tau, aku tau,” putus Bias sambil meletakkan Cibi yang masih terlelap di tempat tidur, “aku sama dia sudah nggak ada apa-apa, jadi nggak usah curiga terus.”Cinta tidak menjawab. Ia hanya tersenyum miring dan berharap tidak ada drama yang terjadi di pernikahan Altaf nanti malam.“Aku tinggal ke kamar Altaf bentar nggak papa?” tanya Cinta.“Tinggal aja, mumpung dia masih tidur.”“Oke, aku nggak lama,” ucap Cinta menghampiri Bias dan memberi satu kecupan singkat di bibir sang suami lalu keluar menuju kamar Altaf.Sejak semalam, perasaannya benar-benar tidak nyaman dan khawatir akan terjadi sesuatu. Karena itulah, sejak bangun tidur pagi tadi, Cinta selalu berkirim pesan atau menelepon Altaf untuk memastikan pria itu tidak melepas tanggung jawabnya.Pintu terbuka tidak lama setelah Cinta menekan bel pintu kamar kakaknya.“Sudah makan?” tanya Cinta setelah Altaf mempersilakannya masuk.“Su

  • Bias Cinta   137~BC

    “Mas Altaf ada?” tanya Ranu pada sekretaris Altaf.“Eh, Ranu, maksud saya Bu Ranu.”Ranu terkekeh. “Ranu aja Mbak Atik, nggak usah pake ‘bu’ segala.”“Kan, nggak enak,” ucap Atik terkekeh sungkan, “besok statusnya sudah jadi Ibu Boss.”“Nggak ada yang berubah, Mbak, sama aja.” Ranu menunjuk pintu ruang kerja Altaf. “Mas Altaf ada?”“Ada, ada.” Atik bengong sesaat. “Emang nggak ngabarin dulu?”Ranu tersenyum kecil sembari menggeleng. “Kejutan. Soalnya kami nggak dibolehin ketemu. Dipingit!”“Ohh, iya, iya.” Atik mengangguk paham. “Aku masuk dulu, ya,” ujar Ranu meminta izin terlebih dahulu, “nggak papa, kan? Lagi nggak ada tamu di dalam?”“Nggak ada dan kayaknya nggak papa deh,” ucap Atik, “Pak Altaf pasti seneng bisa ketemu kamu.”Ranu meringis. “Masuk dulu, Mbak. Makasih,” ucapnya kemudian mengetuk pintu ruang kerja Altaf dua kali. Setelah itu, ia membuka pintu dan menyembulkan kepalanya lebih dulu. “Halooo.”Altaf yang tengah mengecek laporan di layar komputer berdiri seketika. Ia

  • Bias Cinta   136~BC

    Dinda menguap keras saat baru menutup pintu rumah. Melihat Ira tengah sibuk merapikan kain jahitan, ia pun menghampiri. Langsung berbaring di lantai, di depan mesin jahit.“Mandi, tidur,” ucap Ira sambil melipat beberapa kain yang sudah dipotongnya, “sudah makan belum?”Dinda kembali menguap, mengangguk pelan. Ia bingung, bagaimana harus memberitahu perihal rumah yang sudah lengkap dengan isinya pada Ira. Bisa-bisa, Ira meminta Dinda untuk tidak menempati rumah tersebut, jika tahu Altaf yang membeli seluruh isi di dalamnya. “Bu, nggak usah nerima jahitan lagi, ya,” pinta Dinda menatap Ira dengan mata yang berat, “selesai pesanan yang ini, kita pindah biar nggak ada tanggungan. Atau, nanti kita pasang aja di depan kalau ibu pindah rumah. Jadi, langganan Ibu bisa datang ke rumah baru kalau mau jahit baju.”“Kalau kamu kerja, Ibu gimana? Kesepian, nggak ada tetangga.”Dinda menghela panjang saat mendengar alasan yang sama dari ibunya. “Terus gimana? Kerjaanku juga makin banyak. Kalau bo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status