Share

16~BC

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-09-07 19:43:53

“Bi, beliin aku laptop,” pinta Cinta tanpa canggung. “Aku mau yang keluaran terbaru. Soalnya laptopku udah lama. Suka nge-lag.”

Bias melirik sebentar pada Cinta dan kembali fokus pada kemudinya. Gadis itu, sungguh tidak bisa berbasa-basi ketika minta sesuatu.

“Kemarin minta uang buat shopping dan sekarang minta dibelikan laptop?” Bias berdecak berkali-kali. “Uang sampingan reporter sepertimu itu nggak sedikit. Kenapa kamu nggak—”

“Uangku di bank nggak seberapa,” putus Cinta. “Sebagian besar sudah aku taruh di Reksadana dan SBN. Dan nggak akan aku cairkan dalam waktu dekat.”

“Transferan kemarin juga sudah habis?”

“Ada.” Cinta menatap Bias. “Tapi, sisanya langsung aku masukin ke Reksadana lagi.”

“Ah, kamu ini!”

“Mau beliin nggak, sih?”

“Nggak.”

“Ya, udah.” Cinta membuang tatapannya ke luar jendela. “Padahal, barang yang aku minta harganya nggak seberapa dibanding barang-barang yang kamu beli buat Cia. Tapi, ya, sudahlah.”

“Cinta, ada hal-hal yang harus kamu pahami,” ujar Bias berusaha m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (18)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
malu2in aja altaf, harusnya dia sadar sebagai kakak kandung cinta yg duperlukakn berbeda
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
heran juga sebagian kakak kandung si althaf nih kenapa begitu sama cinta yak.
goodnovel comment avatar
Yanti Aching
tuh,, bias aja sdh bisa nebak walaupun baru tinggal sebentar bersama. kalian sbagai keluarga kandung bisa bisa nya tertipu dgn cia dan ibu nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bias Cinta   142~BC

    Pagi itu, baik Altaf maupun Ranu masih terjebak dalam kecanggungan. Meski Altaf sudah meminta maaf dan mereka berdua berusaha menutup hari tanpa suara tinggi, tetapi tetap saja ada jarak yang tidak bisa hilang begitu saja. Mereka memang tidur di ranjang yang sama, tetapi saling membelakangi sambil menahan pikiran masing-masing agar tidak pecah.Ranu bangun lebih dulu. Ia duduk bersandar di kepala ranjang untuk beberapa saat, mencoba mengatur napas sebelum akhirnya turun dari tempat tidur. Di sisi lain, Altaf hanya memejamkan mata. Pura-pura masih terlelap, padahal ia sangat sadar dengan semua gerakan Ranu yang pergi menuju kamar mandi.Setelah resepsi yang harusnya menandai permulaan yang indah, pagi pertama mereka sebagai pasangan yang sah justru dipenuhi sunyi yang sulit ditembus. Keduanya sama-sama ingin memperbaiki keadaan, tetapi tidak ada yang tahu harus mulai dari mana. ~~~~~~~~~~~ “Ih, Ibu, kayak sama siapa aja,” ujar Cinta saat bicara di telepon dengan Ira. Wanita itu memi

  • Bias Cinta   141~BC

    “Di sebelah kanan itu, rumah saya.” Felix menunjuk rumah dua tingkat yang berseberangan dengan lajur jalan mereka. Lampu terasnya menyala hangat, membuat rumah itu tampak ramah disinggahi. “Silakan kalau mau mampir, rumah saya terbuka untuk siapa aja.”Dinda mengangguk sopan, sementara Ira tersenyum kecil dari kursi belakang sambil menatap rumah tersebut. Sejak meninggalkan hotel, suasana di dalam mobil tidak pernah benar-benar hening. Baik Felix maupun Dinda, selalu punya cara memecah kecanggungan. Entah lewat gurauan receh atau cerita spontan tentang kegiatan mereka.“Macam penampungan gitu, Pak?” ucap Dinda meringis lebar, “terbuka buat siapa aja.”Felix terkekeh. “Kalau kamu mau ditampung, boleh.”“Ahhh …” Dinda kembali tertawa untuk ke sekian kalinya. Jika hanya melihat sekilas, Felix mungkin tampak apatis, dingin, serius, dan sulit ditebak. Namun setelah mengenal dan bicara dengannya, pria itu ternyata cukup ramah dan hangat. Cara bicaranya santai, gurauannya tidak berlebihan,

  • Bias Cinta   140~BC

    “Kalian satu kantor, kan?” tanya Alma menunjuk Raksa dan Dinda bergantian. Setelah bersalaman dengan Ira dan Dinda yang menghampiri, Alma pun mengingat akan hal tersebut. “Iya, Tante,” jawab Dinda sambil tersenyum dan mengangguk kecil pada Raksa. Ia dan ibunya baru saja menyalami pria itu, sekaligus berkenalan dengan Naifa yang duduk bersama Alma dan Danuar di meja yang sama. “Bang Raksa ini atasan saya.”“Kami rekan kerja,” ujar Raksa memperhalus ucapan Dinda. Malam ini, gadis itu semakin membuatnya terpesona karena tampil feminin. Sangat berbeda dengan hari-harinya ketika berada di kantor. “Bisa, nih,” canda Alma lalu terkekeh menatap Ira, “sama-sama single kan?”“Kalau bisa, sudah dari dulu saya nikahin, Bu,” seloroh Raksa, mengangkat satu tangan dan membuat tanda V dengan kedua jari. Ia tidak akan meralat ucapannya, karena seperti itulah kenyataannya. “Jadi, nggak bisa ceritanya, Din?” Alma kembali menggoda gadis itu. “Saya fokus karir dulu, Tan,” jawab Dinda meringis lebar,

  • Bias Cinta   139~BC

    Napas Ranu tertahan ketika mendengar kalimat Altaf berhenti tepat sebelum menyebut namanya. Kegelisahannya semakin menjadi-jadi dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangan. “Tarik napas dulu,” ucap Danuar sambil mengusap punggung Altaf, “gugup itu wajar, jadi relaks. Biarkan mengalir. Kita tinggal selangkah lagi.”Altaf mengangguk kecil, tetapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Ada banyak hal yang berputar di kepalanya dan satu nama lain hampir saja lolos begitu saja dari bibirnya jika ia tidak menghentikan kalimatnya.“Fokus,” timpal Raksa sedikit keras, penuh penekanan. “Minum dulu,” ucap Cinta menyerahkan botol air mineral pada Altaf, sambil meremas erat bahu pria itu. Begitu mendengar kalimat Altaf terhenti saat hendak menyebut nama, di situlah Cinta bangkit dan bergegas mengambil air mineral. Kakaknya itu perlu disadarkan dengan “sentilan” kecil, agar kembali ke jalan yang semestinya. “Aku tau, kamu pasti bisa,” tambah Cinta menunggu Altaf meminum air mineralnya. Set

  • Bias Cinta   138~BC

    “Cia juga ada di sini,” ujar Cinta mengingatkan Bias ketika mereka memasuki kamar hotel, “jadi–”“Aku tau, aku tau,” putus Bias sambil meletakkan Cibi yang masih terlelap di tempat tidur, “aku sama dia sudah nggak ada apa-apa, jadi nggak usah curiga terus.”Cinta tidak menjawab. Ia hanya tersenyum miring dan berharap tidak ada drama yang terjadi di pernikahan Altaf nanti malam.“Aku tinggal ke kamar Altaf bentar nggak papa?” tanya Cinta.“Tinggal aja, mumpung dia masih tidur.”“Oke, aku nggak lama,” ucap Cinta menghampiri Bias dan memberi satu kecupan singkat di bibir sang suami lalu keluar menuju kamar Altaf.Sejak semalam, perasaannya benar-benar tidak nyaman dan khawatir akan terjadi sesuatu. Karena itulah, sejak bangun tidur pagi tadi, Cinta selalu berkirim pesan atau menelepon Altaf untuk memastikan pria itu tidak melepas tanggung jawabnya.Pintu terbuka tidak lama setelah Cinta menekan bel pintu kamar kakaknya.“Sudah makan?” tanya Cinta setelah Altaf mempersilakannya masuk.“Su

  • Bias Cinta   137~BC

    “Mas Altaf ada?” tanya Ranu pada sekretaris Altaf.“Eh, Ranu, maksud saya Bu Ranu.”Ranu terkekeh. “Ranu aja Mbak Atik, nggak usah pake ‘bu’ segala.”“Kan, nggak enak,” ucap Atik terkekeh sungkan, “besok statusnya sudah jadi Ibu Boss.”“Nggak ada yang berubah, Mbak, sama aja.” Ranu menunjuk pintu ruang kerja Altaf. “Mas Altaf ada?”“Ada, ada.” Atik bengong sesaat. “Emang nggak ngabarin dulu?”Ranu tersenyum kecil sembari menggeleng. “Kejutan. Soalnya kami nggak dibolehin ketemu. Dipingit!”“Ohh, iya, iya.” Atik mengangguk paham. “Aku masuk dulu, ya,” ujar Ranu meminta izin terlebih dahulu, “nggak papa, kan? Lagi nggak ada tamu di dalam?”“Nggak ada dan kayaknya nggak papa deh,” ucap Atik, “Pak Altaf pasti seneng bisa ketemu kamu.”Ranu meringis. “Masuk dulu, Mbak. Makasih,” ucapnya kemudian mengetuk pintu ruang kerja Altaf dua kali. Setelah itu, ia membuka pintu dan menyembulkan kepalanya lebih dulu. “Halooo.”Altaf yang tengah mengecek laporan di layar komputer berdiri seketika. Ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status