Share

Tiga puluh satu

Aku memilih membuat telur dadar lagi agar ibu dapat segera makan, tetapi kali ini tidak ditambahkan irisan cabai seperti yang tadi.

"Buka mulutnya, Bu." Aku menyendokkan makanan di hadapannya, tetapi ibu menggeleng dan mulutnya seolah terkunci. Hanya air mata yang terus membasahi pipinya yang sudah mulai berkeriput.

Aku meletakkan sendok dan mengusap punggungnya dengan lembut. "Ibu pingin makan sambal goreng kentang dicampur ati ampela seperti yang ada dalam punjungan itu?"

Aku bertanya begitu karena tadi Syafa bilang dalam makanan itu ada makanan itu dan itu adalah salah satu makanan favorit ibu selain brongkos. Siapa tahu tadi ia sudah melihat dan ngiler pingin makan, tetapi nggak diizinin sama Mbak Sindi.

Ibu masih sesenggukan dan air matanya terus mengalir kian tak terbendung. Kasihan sekali, hanya ingin makan sambal goreng ati ampela yang mungkin cukup satu sendok saja tidak kesampaian. Ini semua karena menantunya yang bernama Sindi itu.

Aku menghela napas perlahan, sudah s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status