Selamat membaca, jangan lupa masukan cerita ini ke Pustaka/ subscribe/ koleksi ya, Bestie. Terima kasih.
Ghina memelas, "Aku tidak tahu harus beri penjelasan apa lagi, aku capek!" mohonnya.Keputusan akhir setelah perdebatan panjang dan cacian yang diterima oleh Ghina ialah Lira ingin dia terus bekerja di bawah naungannya. Karena berada di dalam kondisi yang dilema, Ghina terpaksa mengulur waktu."Beri aku waktu berpikir!" pintanya."Baik. Besok pagi, saya tunggu kamu di kantor." Sang mami menatap tajam Ghina sebelum berlalu.Ghina bernapas lega setelah Lira pergi dari sana.Kemudian dia berlari kecil mengambil ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Untung Lira tidak terlalu mengurusi urusan pribadi Ghina, seperti ponsel."Mas Zalman? Ada apa malam-malam menghubungiku?!" tanya wanita itu dengan menaikkan sebelah alisnya. "Ada begitu banyak panggilan yang berasal darinya."Ghina ambruk di atas kasurnya sembari menatap layar ponselnya."Apa aku telpon balik, ya?"Niatnya dia urungkan karena tidak mau mengganggu jam istirahat orang. Terlebih pria itu sudah berkeluarga. Memiliki istri dan an
"Kita sudah sampai, Tuan," ucap Akbar singkat memberitahu majikannya yang tengah asik berbincang kalau mereka sudah tiba."Tunggu di sini sebentar, Bar."Zalman keluar mobil dan membukakan pintu mobil untuk Ghina. Dengan canggung Ghina keluar dari mobil dan jalan berdampingan dengan Zalman sampai di lobby apartement itu."Unit kamu nomer berapa?" tanya Zalman seraya menekan tombol lift."Lantai 9 nomer 909," jawab Ghina.Ting!Pintu lift itu terbuka Zalman mempersilahkan Ghina untuk masuk terlebih dahulu kemudian dia mengikuti dari belakang dan menekan tombol angka 9 setelah itu Zalman keluar lagi dari lift itu."Istirahatlah, besok pagi saya tunggu di kantor. Selamat malam."Zalman menekan tombol tutup, hingga lift itu benar-benar tertutup dia dan Ghina saling lempar tatapan dan senyum.***Ghina terkekeh sendiri di dalam lift, kepalanya menggeleng tidak percaya dengan kelakuan Zalman.Dimana semua pria pasti mengambil kesempatan itu tapi Zalman berbeda. Ghina merutuki dirinya sendir
Dari sore Ghina sudah bersiap dan tampil cantik, selain menutupi bekas lukanya dengan foundation tebal, wanita memakai poni hingga menutupi keningnya menyamarkan. Baru kali ini dia menggunting rambut dan membuatnya poni, terlihat tambah manis dan imut tanpa mengurangi seksi dari tatapan mata dan bibirnya.Dengan pakaian sedikit formil namun masih seksi, Ghina menunggu mobil yang katanya akan tiba dalam waktu 5 menit untuk menjemputnya di lobby apartement.Tin!Klakson semua mobil mewah berbunyi mengisyaratkan kalau mobil itu datang menjemput Ghina.Dengan kaca hitam yang terbuka sedikit Ghina dapat melihat siapa yang duduk di dalam. Mr.Jansen jauh lebih tampan aslinya dibandingkan pada foto yang mami berikan."Selamat malam," salam Ghina setelah dia masuk ke dalam mobil itu."Selamat malam juga, Ghina. Kamu ternyata sangat cantik," puji Jansen."Terima kasih, Anda juga terlihat tampan," balas Ghina dengan senyum terbaiknya.Sepanjang jalan Ghina hanya terdiam karena Jansen sibuk denga
"Kamu tunggu di mobil aja, Bar. Saya tidak lama," titah Zalman pada sang supir pribadi."Siap, Tuan." Sudah biasa baginya menurunkan sang majikan di pintu utama sebuah gedung kemudian dia memarkir mobil di area parkir dan menunggu hingga Zalman menghubunginya kembali untuk minta jemput.Zalman masuk ke dalam rumah sakit dengan membawa bingkisan buah yang dia beli saat perjalanan tadi.***Betapa terkejutnya Zalman saat dia masuk ke dalam ruang rawat inap Ghina, tapi ternyata ruangan itu kosong hanya ada ranjang yang sudah rapih.Pria itu kembali keluar kamar dan menghampiri meja jaga khusus suster dan dokter berada."Sus, pasien di kamar VIP atas nama Ghina kemana ya?" tanya Zalman pada salah satu suster jaga di sana."Mba Ghina sudah pulang, Pak. Setengah jam yang lalu setelah kunjungan dokter, beliau memaksa pulang," jawab suster bernama May di nametag-nya.Zalman mengeraskan rahang.'Kenapa dia tidak memberi kabar padaku.' Bathinnya."Apa dia meninggalkan nomer telpon yang bisa di h
"Waalaikumsalam, Vin. Kamu di mana sekarang?" balas Zalman sekaligus menanyakan keberadaan sang putra."Aku di kantin kampus, Pa. Baru selesai makan siang dan mau kembali ke kelas." Di sana Calvin menunjukan suasana keramain kantin kampus dengan kamera ponselnya sambil merapihkan topi dan jaket tebalnya."Makan siang sama siapa?""Sama teman-teman, kenapa?""Belajar yang benar, Calvin! Jangan pacaran terus," nasehat Zalman."Wahhh si kembar cerita apa, Pa?" Calvin langsung paham kemana arah pembicaraan papanya. Pasti adik sepupunya yang kembar lah yang mengadu kalau dia memiliki pacar baru. Pasalnya tadi pagi keduanya melakukan panggilan dengan video saat Calvin baru tiba di kampus untuk kuliah bersama seorang gadis dan gadis itu berbeda dari gadis yang biasanya."Si kembar tidak cerita apa-apa, kami sedang makan malam, sudah ya, take care, Assalamualaikum," pamit Zalman."Awas ya kalian kalau mengadu yang tidak-tidak sama papa, aku pulang ke Indonesia nanti ku jitak!" teriak Calvin s
Ponsel Zalman berbunyi, Ghina langsung terdiam dan menatap Zalman yang tengah berjalan menuju meja dan mengambil ponselnya yang tergeletak di sana."Assalamualaikum," sapa Zalman lebih dahulu saat menjawab panggilan dari sang putri."Waalaikumsalam. Papa di mana? Kok belum pulang?" suara nyaring Kila sampai terdengar oleh Ghina walau tidak di speaker. Hingga membuat wanita berparas manis itu tersenyum getir merasa tidak enak karena Zalman menunggunya di rumah sakit padahal dia tengah di tunggu oleh anak-anaknya di rumah bahkan istrinya juga. Ya, istrinya. Kenapa Ghina bisa melupakan kalau pria itu sudah menikah, memiliki istri dan anak di rumah. Ghina merutuki dirinya yang malah sempat bahagia karena ada Zalman di sana menemaninya."Papa masih di rumah sakit, Sayang. Apa kamu sudah pulanng sekolah?" balas Zalman sambil menatap Ghina yang tengah menunduk."Iya aku sudah pulang sekolah tapi papa gak ada di rumah," protes Kila di seberang sana.Zalman menghela napas panjang dengan memij