Share

Bidadari tak Sempurna
Bidadari tak Sempurna
Penulis: Abdul Ghiffari

Nafkah dua puluh juta sebulan

Nafkah dua puluh juta sebulan

Aku Reno, usia dua puluh tiga tahun, menikah dengan Rania seorang sarjana ekonomi. Dia sosok yang rajin, cerdas, penyabar, dan pandai berhemat. Aku suka pada Rania sejak di bangku SMP. Kami bertetangga, tapi aku baru mengenalnya lebih dekat sejak SMP. Karena di rumah, Rania jarang keluar.

Sebagai seorang arsitek gajiku tak menentu, tergantung proyek yang diterima. Setidaknya setiap bulan aku masih mendapatkan upah dari perusahaan.

"Assalamu'alaikum," ucapku sambil membuka pintu rumah.

"Wa'alaikumussalam warrahmatullahi wabarakatuh, alhamdulillah Ayah sudah pulang," jawab istriku sambil berjalan menghampiri, meraih punggung tanganku dan menciumnya.

“Ini gajiku, kamu pegang ya, kamu yang atur semua kebutuhan kita. Aku percaya kamu pandai mengatur keuangan. Keahlianmu tak perlu diragukan lagi.”

“Satu, dua, tiga, ini banyak sekali sayang?” Istriku melanjutkan menghitung.

“Kirimkan sebagian untuk ayah dan ibumu.”

“Ini dua puluh juta?”

“Iya, Sayang, itu gajiku selama satu bulan. Jangan khawatir masih ada lagi bonus dan tunjangan.”

“Seharusnya Kamu simpan sebagian, jangan diberikan semuanya padaku. Bagaimana kalau ada keperluan mendadak? Aku sudah kirim uang untuk ayah dan ibuku dari sebagian gajiku sayang.”

“Bagilah sebagian rejeki ini juga untuk ayah dan ibumu. Insyaallah akan semakin berkah.”

“Bagaimana dengan ayah dan ibumu? Aku kirim juga ya?”

“Tak usah sayang. Mereka selalu tercukupi.”

“Aku masih ada sedikit tabungan. Kalau ada perlu, aku bisa minta ke kamu.”

“Baik Sayang, akan kupakai dengan baik uang ini. Aku transfer lagi ke rekeningmu 5 juta ya?”

“Sudahlah, itu semua buat kamu. Atur dengan baik ya.”

“Baiklah, terima kasih, Sayang.”

"Ayah sudah makan?"

"Belum, Ma, ayah lapar sekali ini.”

"Alhamdulillah, aku sudah menanak nasi dan lauk kesukaanmu, tempe penyet, sambal bawang.” Dengan senyum yang merekah istriku menceritakan dengan bangga menu masakannya.

Iya, aku suka sekali dengan menu tempe. Walaupun setiap hari aku harus makan tempe, aku tidak akan pernah bosan.

Syaratnya, tempenya harus baru digoreng. Nasinya juga harus baru, aku kurang suka kalau nasinya dingin, apalagi kalau ada bagian yang kering walaupun sedikit. Rasanya seperti mengganjal di lidah. Tapi istriku aneh, dia malah suka nasi dingin, terkadang ada keraknya juga, dia tidak pernah mengeluh. Katanya enak kalau ada keraknya, seperti makan kerupuk. Apa hubungannya coba?

Namun, aku tahu, karena ibuku pernah bercerita. Seorang istri, selalu berkata suka memakan nasi kering. Padahal dia berpura-pura. Hal itu dilakukan supaya tak ada nasi yang terbuang.

Tuh, ‘kan, kebanyakan cerita, nasiku jadi dingin nanti. Hahaha.

"Sayang, ambilkan nasi ya, ayah sudah lapar sekali," pintaku sambil melepas sepatu dan bergegas menuju kamar mandi. Setelah mandi, nasiku pasti sudah menjadi hangat dan siap disantap.

"Siap bos," katanya dengan mengangkat tangan hormat sambil tersenyum.

Kantor Rania lebih dekat dengan rumah. Jadi dia lebih sering pulang sendiri. Kasihan kalau harus menungguku pulang kerja. Jadi Rania bisa segera memasak sebelum aku pulang.

Aku selalu memesan menu makanan yang sederhana pada istriku, agar dia belajar berhemat. Karena kita tidak pernah tahu kebutuhan di masa depan yang tidak terduga.

Coba lihat seperti saat ini, di masa pandemi, banyak orang-orang yang kesulitan. Alhamdulillah kami masih mempunyai simpanan, karena keahlian kami dalam mengatur keuangan. Kami harus pandai berhemat. Kebutuhan untuk masa depan tidaklah sedikit.

Setiap gajian, aku selalu membeli semua kebutuhan rumah. Beras, gula, minyak goreng, telur, dan kebutuhan untuk memasak. Istriku selalu mencatat apa saja yang dibutuhkan dan tak lupa menitipkan uang belanja, karena setiap menerima gaji, selalu kuberikan semua pada Rania.

Untuk belanja bahan makanan, juga selalu aku, sepulang kerja, aku mampir dulu ke pasar kaget dekat rumah. Semua sudah tersedia.

Tapi, aku kan tidak perlu bingung, paling cuma beli tempe atau tahu, cabai dan bawang. Biasanya sayur juga suka yang bening, seperti sayur bayam, sayur sop, atau tumis kangkung.

Aku juga kurang suka makanan bersantan, mungkin satu bulan sekali kami masak bersantan.

Kebanyakan bercerita nasiku jadi dingin benaran. Lihat saja, istriku cemberut.

"Sayang, main hape melulu, ayo dimakan, keburu dingin nasinya," omelnya.

Aku senang sekali mendengar omelannya.

Oke guys, saya makan dulu ya.

Nanti deh, aku akan bercerita, nikmatnya bawang dan cabai yang diulek, disiram minyak panas, terus tempe yang baru digoreng dipenyet di atas sambalnya. Yummy.

Ditambah dengan nasi hangat, apalagi makannya pakai tangan. Masyaallah, nikmat sekali.

“Jadi, mau jalan-jalan kemana kita hari ini?”

“Besok saja ya, aku sedikit lelah hari ini. Banyak sekali laporan yang harus kukerjakan. Tak usah jalan-jalan, uang ini harus digunakan dengan baik. Besok pulang kerja kita ke rumah ayah dan ibu saja, sekalian ke rumah ayah dan ibumu.”

“Oke Sayang,” jawabku.

Pada bulan berikutnya pernikahan kami, gaji dua puluh juta selalu kuberikan semuanya pada istriku. Namun, dia tetap mengirimkan lagi tiga juta ke rekeningku. Padahal aku sudah bilang tak perlu.

"Sudah, ini buat kamu semua sayang, kamu yang atur," ujarku.

"Enggak sayang, kamu juga butuh buat pegangan, kalau suatu saat kamu butuh, tidak perlu menungguku," bijak sekali jawabnya.

Dengan uang tujuh belas juta di tangan istriku, aku berharap dia pandai mengelola keuangan.

Istriku sarjana ekonomi. Sudah pasti aku yakin, dia pandai mengaturnya.

Tiga bulan pernikahan kami, semuanya tampak baik-baik saja. Istriku tidak pernah mengeluh masalah keuangan. Di bulan ke empat, mulai tampak masalah.

"Sayang, uang dua puluh jutanya aku pegang semuanya ya? Kalau ada perlu, minta saja.”

Aku kaget, kenapa jadi berubah?

"Eh, iya sayang, pegang saja. Nanti kalau perlu aku masih ada simpanan," jawabku untuk membuat hatinya senang.

Ada keinginan untuk bertanya, untuk apa uang sebanyak itu? Tapi, aku tahan. Lebih baik aku cari informasi dulu, jangan gegabah. Kasihan juga kalau nanti dia sedih, hanya karena masalah uang sepuluh juta. Pernikahan kami jauh lebih penting.

"Terima kasih, Sayang," dia peluk aku. Sepertinya bahagia sekali.

Semoga Engkau mudahkan rezeki kami Ya Allah, bukankah membuat istri bahagia, juga membuka pintu rezeki. Aamiin.

Menurutku bulan depan, ‘kan, aku bisa minta jatah lagi. Mungkin bulan ini dia memang sedang membutuhkan, aku ingin dia bahagia. Karena bahagiaku, juga bahagianya.

Tapi, semua tidak sesuai harapan, bahkan sampai satu tahun pernikahan kami, istriku meminta semua gajiku.

Sekarang, uang tabunganku sudah mulai menipis, aku harus berbuat apa? Sebenarnya masih ada simpanan, tapi untuk kebutuhan masa depan. Jarang sekali kupakai kalau belum keadaan darurat ataupun terdesak.

Bingung aku putar otak. Supaya istriku tidak marah. Mau minta, malu, dan takut membuatnya kecewa. Namun, kalau aku harus bertahan seperti ini, juga tak mudah.

Oh iya, muncul ide cemerlang.

"Loh sayang, kok masih tiduran? Apa enggak kerja?" tanya istriku

"Mobilnya mogok , dari tadi aku coba starter enggak bisa," jawabku dengan nada sedih.

"Gimana sih sayang, mungkin bensinnya habis. Mana kunci mobilnya, sini aku cek,” katanya sambil cemberut.

Asyik berhasil, batinku. Kudengar suara mesin mobil dihidupkan. Kulihat istriku masuk rumah, sambil tersenyum.

"Kamu tuh ya, teledor banget sih sayang, sampai kehabisan bensin gitu. Kalau tak ada uang, bilang saja, jangan diam. Aku, 'kan cuma menguji kamu sayang. Seberapa besar cinta kamu ke aku. Apa kamu tulus memberikan semua gajimu sama aku?" tuturnya panjang lebar dengan senyum yang bikin hati adem.

"Astaghfirullah, baiknya istriku, maaf ya sayang. Aku juga tak tega minta uang ke kamu. 'Kan sudah aku berikan ke kamu, rasanya kok malu kalau harus meminta balik lagi.” Tak terasa menetes air mataku.

"Sudah, buruan ganti baju, nanti telat sayang. Ini ada uang tunai lima ratus ribu, buat beli bensin dan kebutuhan lainnya. Maaf ya sayang, sudah membuat kamu ke pikiran," dia berjalan masuk kamar.

"Sayang, sudah aku transfer lima juta ke rekening kamu," dia menyodorkan gawainya, menunjukkan bukti transfer.

"Kebanyakan sayang, ini lima ratus ribu sudah cukup."

"Sudah sayang, jangan komentar terus, buruan berangkat kerja, nanti telat loh."

"Ashiap bos."

Kehidupan kami tampak sangat bahagia, istriku yang pandai menyimpan keuangan, tidak boros dan juga tidak pelit. Tidak rajin beli skin care juga. Eh, emak-emak tidak boleh sewot ya.

“Bulan depan gajinya aku transfer semua ke kamu ya sayang?”

“Jangan semua, Ayah pasti juga membutuhkan, ambillah seperlunya. Berikan sebagian untukku.”

“Aku ingin kamu yang mengelola semua keuangan Rania.”

“Baiklah, tapi Ayah juga harus berjanji, jangan takut untuk meminta jika membutuhkan.”

“Oke.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status