Share

BAB I

Agustus, 2009 

Senyum riang tersungging di bibirnya ketika menapaki tangga di salah salah satu gedung universitas bergengsi di Indonesia ini. Dewintra Asyakina Manyana, seorang gadis dari pulau kecil yang berhasil membuktikan dirinya dapat diterima di salah satu universitas terbaik tanpa harus susah payah mengikuti tes masuk. Sejak SMA dia sangat menyukai dunia periklanan. Bagaimana hanya dengan sebaris kata – kata dapat membuat orang terhipnotis. Dew, begitu biasa ia disapa dengan senyum sumringah berjalan masuk ke gedung tempat penerimaan mahasiswa baru tingkat universitas akan diadakan. Nomor tempat duduknya berada di lantai. Ia menengadahkan pandangan ke sekeliling ruangan. Banyak dari mahasiswa baru yang tampaknya sudah saling mengenal dan saling berbincang akrab. Dew mendengus memikirkan nasibnya yang sampai saat ini belum memiliki teman baru. Ia punya teman SMA yang juga lulus di Universitas ini tetapi mereka berbeda jurusan dan nomor kursi mereka pun berbeda. Pada saat – saat seperti ini Dew merasa dirinya menyedihkan karena bukan orang yang dapat cepat akrab dengan orang baru. Pribaadinya yang tertutup begitu kontras dengan jurusan yang dipilihnya. Kadang ia bertanya – tanya  kenapa ia bisa memilih jurusan ini.

Karena tak berani untuk hanya sekedar menyapa mahasiswa baru yang duduk disampingnya. Dew pun merogoh tasnya mengambil headset dari dalam sana dan kemudian memasang ke telinganya. Tak lama lagu, “Stand By Me”, dari SHINee mengalun merdu. Dew tersenyum mendengarkan lagu kesukaannya sembari membuka lembaran demi lembaran buku tebal profil universitas yang telah dibagikan pada mereka sebelumnya. Tak lama berselang, terdengar pengumuman dari koordinator acara bahwa acara akan segera dimulai.

. - . - . - . - . - . - . - . - . - . - . - .

            Rangkaian kegiatan penerimaan mahasiswa baru berlangsung selama tiga hari. Dimulai dari penerimaan mahasiswa baru tingkat universitas, tingkat fakultas, dan kemudian tingkat jurusan.  Pengisi acaranya pun beragam mulai dari nyanyian hingga tarian tradisional. Dew sangat terpukau dengan penampilan yang disuguhkan. Ia pun tak tau akan memutuskan bergabung di UKM apa.

            Cuaca panas menerpa tubuhnya ketika keluar dari gedung tempat penerimaan mahasiswa baru tingkat jurusan diadakan. Hari ini adalah hari kedua kegiatan Penerimaan mahasiswa Baru diadakan. Sekarang jam makan siang dan ia bingung akan memakan bekalnya di mana. Sampai saat ini, terima kasih untuk dirinya yang introvert dan terlalu malu untuk hanya sekedar menyapa teman di samping tempat duduknya sehingga ia harus puas dengan makan siang sendiri. Dew tersadar dirinya sudah berada di samping danau buatan yang sekelilingnya ditumbuhi pohon sehingga kesejukan sangat terasa di tengah cuaca panas kota ini. Tadinya ia hanya berjalan untuk mencari tempat yang tenang untuk makan bekal makan siang. Dew tak tau ada tempat tenang seperti ini di sekitar fakultasnya. Dilangkahkan kakinya menuju salah satu bangku taman dan kemudian mendudukkan dirinya di sana. Dibukanya kotak bekalnya, hanya ada makan siang sederhana. Nasi, telur, dan juga tumis kangkung. Yah, memangnya apa yang bisa diharapkan dari kehidupan mahasiswa dengan ongkos yang pas – pas an? Ia menyendok makanannya dan mengunyah dalam diam. Dew bersyukur dirinya bisa memasak sehingga ia bisa menghemat biaya pengeluaran. Ia hampir tersedak ketika mendengar suara bass yang berasal dari belakang tempat duduknya. Dew menoleh sekilas, tampak olehnya seorang laki – laki berperawakan tinggi, berbadan tegap, memakai jaket jeans hitam dengan dalaman kaos putih, sepatu keeds putih, dan celana jins hitam. Laki – laki itu tampak sibuk berbicara di telefon sambil sesekali memijat pangkal hidungnya. Laki – laki itu memakai kacamata and he looks stunning.  

            What? Dew, apa yang kau pikirkan?. Dew tak sadar kalau matanya masih menatap laki – laki itu. Selama beberapa detik mata mereka bertemu. Dew langsung mengalihkan pandangannya dan menyibukkan dirinya menyendok makanannya. Dew hanya berharap semoga saja laki – laki itu tak menyadari kalau ia menatapnya. Ketika Dew sedang sibuk mengunyah suapan terakhir makan siangnya sebuah suara bass terdengar menyapanya yang kali ini berhasil membuatnya tersedak.

. - . - . - . - . - . - . - . - . - . - . - .

            Suara dering ponsel pintar di saku celana jinsnya menghentikan langkahnya yang terburu – buru dikarenakan terlambat menghadiri presentase di depan mahasiswa baru. Ia sudah pasrah akan diomeli habis – habisan oleh sekretarisnya. Tapi, ia sedikit tenang karena tugasnya telah diambil alih oleh wakil ketua. Itu memang salah satu fungsi dari wakil ketua, kan? Ditekannya tombol jawab. Belum sepenuhnya benda itu ia dekatkan di telinganya tangannya bergerak kembali menjauhkan benda itu dari telinganya dikarenakan suara teriakan yang ia yakini akan membuat telinganya berdering saking cemprengnya.

            “Wiraaaaa… kamu di mana?” Suara cempreng Gina, sekretarisnya langsung menyapa pendengaran Wira.

            “Dekat danau fakultas.” Jawab Wira pendek.

            “Awas ya, kalau sampai telat untuk rapat triwulan. Udah cukup tadi kamu gak hadir pas presentasi.” Ucap Gina.

            “Iya… iya… tau. Tapi kamu kan tau tadi darurat.” Jawab Wira sembari memijit pangkal hidungnya mengingat kejadian tadi pagi yang membuatnya panik dan terburu-buru sehingga melupakan tanggung jawabnya. Ia merasa berubah menjadi ketua yang tak becus.

            “Aku tau alasan kamu karena dia. Tapi, bisa gak dia bersikap dewasa? Dia kan bukan lagi anak-anak. Kamu bukan bodyguardnya yang harus siap 24 jam.” Sahut Gina berapi-api.

            “Iya, aku ngerti. Tapi kamu juga kan tau kelemahanku itu dia.” Wira memijit kembali pnagkal hidungnya. Tanpa sadar pandangannya mengarah pada seorang gadis yang juga sedang memandanginya dengan tatapan menyelidik. Pandangan mereka bertemu selama beberapa detik yang kemudian diputuskan lebih dulu oleh gadis itu. Perhatiannya kembali teralihkan oleh suara Gina.

            “Huh, belain aja terus dia. Emang, selama ini dia ngertiin kamu? Ucap Gina ketus.

            Laki-laki itu terdiam tak mampu menjawab. Hanya desahan panjang yang terdengar. “Oke, aku tutup dulu. Cepetan ke sini. Awas, ngilang lagi.”

            Wira menghembuskan nafasnya, seketika ia merasa lelah. Ingatannya kembali pada gadis yang dimaksud Gina. Hubungan mereka memang aneh dan rumit. Dirinya pun bingung menggambarkannya. Tanpa sadar langkah kakinya malah mengarah ke bangku panjang tempat gadis itu duduk sembari mengunyah makan siangnya. Ia melihat gadis itu sedang menyuapkan suapan terakhir dari makan siangnya ketika ia dengan tanpa pikir panjang menyapanya.

            “Hai…” Sapa Wira pada gadis itu.

            “Uhhukk…uhhuukk…” Gadis itu tersedak dan terbatuk-batuk dan dengan panik meraih botol air mineral yang ada di sampingnya dan kemudian meneguknya. Setelah sedikit tenang, pandangan gadis itu beralih menatapnya dengan alis yang bertaut pertanda heran, dari gesturenya yang Wira sempat tangkap seperti ada sikap defensif di situ.

            “Hai,” Sapa Wira lagi yang masih belum ada tanggapan dari gadis itu. “Boleh aku duduk di sini? Pertanyaan Wira masih belum dijawab. Gadis itu memandangnya dengan tatapan yang bingung, heran, dan takut? Kenapa gadis itu seolah terlihat takut padanya? Apa yang kupikirkan untuk berjalan ke arahnya dan menghampirinya?

            “Ah, ya. Hai…ehm, silahkan.” Gadis itu menjawab dengan satu tarikan nafas.

            Setelah mendapat izin dari gadis itu. Wira mendaratkan pantatnya di bangku sembari melirik ke arah gadis itu yang terlihat sedang sibuk membereskan bekal makan siangnya dengan tergesa- gesa.  

            “Saya permisi.” Ucap gadis itu dengan suara yang hampir tak terdengar. Sebelum Wira sempat menjawab gadis itu sudah melesat pergi secepat yang ia bisa. Saking terburu-burunya gadis itu hampir jatuh terantuk akar pohon yang mencuat. Gadis aneh! Apakah ada sesuatu di wajahku? dan juga gadis itu begitu ceroboh.

. - . - . - . - . - . - . - . - . - . - . - .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status