Share

BAB 2

Alvis Prawira atau Wira panggilan dari sahabatnya Wina tapi orang lain yang diluar lingkaran orang dekatnya memanggilnya Alvis. Seorang ketua BEM Fakultas Ekonomi yang dikenal tak banyak bicara, tapi memiliki kharisma yang membuatnya disegani. Sepak terjangnya dalam organisasi kemahasiswaan membuatnya dikenal sebagai ketua BEM yang tak pernah takut menyuarakan aspirasi banyak orang. Walaupun ia memiliki lingkaran pertemanan yang luas tapi hanya segelintir saja yang benar – benar mengetahui kehidupan pribadinya, salah satunya adalah Wina. Ia dan Wina sudah saling mengenal sejak SMP, SMA, hingga kuliah pun mereka secara kebetulan lulus di Universitas yang sama dan di Jurusan yang sama.

“Hai, pak ketua,” sapa salah seorang pengurus BEM saat Alvis menjejakkan kakinya di pelataran dekat ruang BEM.

“Hai,” balas Alvis sembari tersenyum

“Dicariin Wina tuh dari tadi. Udah mencak-mencak dia dikit lagi kebakar tuh rambut saking panasnya.”

Alvis hanya terkekeh menanggapi laporan itu. Ia menghembuskan nafasnya kemudian menarik nafas perlahan bersiap menghadapi amukan dari Wina.

“Nah, ini dia pelaku kejahatannya.” Semprot Wina yang melihatnya baru saja masuk ke ruangan BEM. Alvis menanggapi wajah cemberut Wina dengan cengiran sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya mengisyaratkan ia meminta maaf.

“Huh, nyengir aja lo yang dilebarin,” tampang Wina masih bersungut-sungut tapi tampang garangnya sudah tak nampak lagi.

“Jadi, gimana? drama apalagi kali ini?” nada bicara Wina terdengar ketus.

“Gak, Win. Kali ini dia beneran sedih dan patah hati banget sama pacarnya.” terang Alvis.

“Ah, alasan aja. Giliran dia lagi senang emang dia ingat ama lo? Gak ada kabar bahkan ampe berbulan – bulan. Saat lagi sedih gini aja baru keliatan tuh jidatnya yang lebar nongol.”

“Tapi dia emang terpukul banget, Win. Ini bukan yang pertama kali, tapi kali ini lebih parah. “ raut wajah Alvis berubah sendu.

“Justru karena ini bukan pertama kali. Dia tau lo pasti akan selalu ada buat dia. Apalagi lo jomblo jadi dipikirnya lo masih ada rasa sama dia, tambah besar kepala tuh anak. “

“Kenapa lu jadi benci banget sama dia? padahal lu kan yang kenalin aku ke dia. apalagi kalian sahabatan waktu SMA,” Tanya Alvis tak mengerti.

“Emang waktu SMA aku sahabatan sama dia. Tapi aku jadi makin gak ngerti jalan pikirannya. Sifat egois dan selalu ingin menang sendiri bikin aku jaga jarak sama dia.”

“Bukannya kalo kayak gitu kesannya kamu gak bisa nerima dia apa adanya?

“Lu gak tau aja gimana dia makin menjadi – jadi kalo marah atau ada hal yang dia pengen tapi tak terpenuhi. Gue mulai sebel sama dia karena selama ini kalo ada masalah dia selalu playing victim. Pake topeng tau gak, muka dua banget. Dengan kelakuan dia yang kayak gini lu gak merasa dimanfaatin sama dia? gue ngerasa lu cuma jadi tempat pelarian dia doang. “ Wina mengeluarkan uneg – uneg yang selama ini dipendamnya.

Alvis terdiam memikirkan kalimat panjang lebar Wina. Sebenarnya Alvis pun merasakan hal itu dan ia mulai lelah.

Bella Cinta, gadis yang sedang mereka bicarakan saat ini adalah sahabat Wina di SMA. Bella dikenalkan pada Alvis oleh Wina sejak mereka masih MOS waktu itu. Wina saat itu tak sengaja melihat Bella yang hanya sendirian saat pembagian kelompok MOS tak berbaur dengan yang lain. Wina yang memiliki sifat ceria dan blak – blakan merasa terpanggil untuk mengajak Bella ngobrol. Sejak saat itu, sebagian besar cerita SMA mereka habiskan bersama. Kebersamaan yang mereka jalani tanpa sadar membuat Alvis jatuh cinta pada Bella. Rasa itu ia pendam karena tak ingin membuat persahabatan mereka berubah. Rasa cintanya kemudian diketahui oleh Wina yang melihat dan merasakan perubahan wajah Alvis setiap kali Bella menceritakan laki – laki yang ia sukai. Hingga saat tahun terakhir mereka di SMA Bella bertemu dan berkenalan dengan seorang anak laki- laki bernama Kenji yang berbeda sekolah dengan mereka. Bella yang saat itu tengah menunggu Alvis dan Wina di pintu masuk arena konser musik tiba – tiba saja dihampiri oleh Kenji yang juga tengah menungu seorang temannya. Perkenalan itu kemudian berlanjut hingga Bella dan Kenji sering bertukar pesan. Puncaknya ketika Kenji menyatakan perasaan sukanya pada Bella yang kemudian disambut oleh Bella.

Saat itu Bella kemudian lebih sering bersama Kenji daripada Alvis dan Wina. Sepulang sekolah mereka yang biasanya pulang bersama menjadi selalu Alvis dan Wina saja sementara Bella akan selalu dijemput oleh Kenji. Akhir pekan pun Bella selalu pergi berdua dengan Kenji. Persahabatan mereka semakin renggang. Hal itu berlangsung hingga mereka tengah mempersiapkan UN. Wina yang sudah tak tahan akan perubahan Bella memanggil Bella untuk mengeluarkan pendapatnya. Wina merasa Kenji menjauhkan Bella dari mereka. Tapi, Bella mengatakan itu tidak benar dan menganggap bahwa Wina terlalu berlebihan. mereka bertengkar hebat, Wina dengan anggapan bahwa Bella yang terlalu membela Kenji dan terlalu penurut pada kenji sedangkan Bella menganggap Wina terlalu berlebihan dan kekanakan karena merasa porsi waktu untuknya tak lagi seperti dulu. Hubungan Wina dan Bella tak juga kembali normal walaupun Alvis sudah berusaha untuk selalu mengajak mereka hangout bareng untuk bisa kembali menjalin komunikasi, tapi semuanya nihil. Lulus dari SMA hubungan keduanya semakin parah dikarenakan jadwal kuliah yang padat dan universitas mereka yang berbeda. Bella yang tertarik dengan desain lebih memilih mendaftar di universitas yang berbeda kota dengan mereka demi agar bisa bersama Kenji. Saat pesta perpisahan sekolah, Bella tak sengaja mendengar pembicaraan Alvis dan Wina tentang perasaan Alvis pada Bella. Alvis yang tertangkap basah langsung mengakui perasaanya pada Bella. Jawaban Bella atas perasaan Alvis pun sudah dapat ditebak. Bella menyayangi Alvis tapi ia lebih memilih Kenji. Alvis yang sudah bisa menebak jawaban dari Bella hanya bisa tersenyum dan mengelus kepala Bella.

Sudah 2 tahun mereka berjauhan hanya sesekali saja Bella datang mengunjungi kota kelahirannya. Setiap Bella pulang, mereka selalu menyempatkan diri bertemu tanpa Wina tentu saja. Apalagi selala beberapa bulan ini, Bella semakin sering pulang karena ingin bertemu dengan Alvis. Setiap kembali dan bertemu Bella semakin kurus dan wajahnya tak secerah saat mereka masih duduk di bangku SMA.

 “Mending lu cari cewek deh, Vis. Coba untuk buka hati lu. Lu gak bakal tau jika tak punya keberanian untuk mencoba.” ujar Wina sembari menepuk bahu Alvis pelan.

“Terima kasih atas konsultasinya hari ini, Bu Wina. Sekarang ayok siap-siap rapat triwulan.” ucap Alvis mencoba mengalihkan topic.

“Siiiipp… Bayarnya pake Pizza Hut, yah? kemarin mereka ada promo menu baru.” Kata Wina dengan mata berbinar-binar.

“Dasar, tetep aja yah, gak mau rugi.” Sungut Alvis

“Iyalah. Helllaaaw… di mana-mana yang namanya konsultasi itu bayar. Gak ada yang gratis di dunia ini anak muda. Dunia itu kejam, Nak.” Ujar Wina dengan nada yang dilebih-lebihkan.

“Iya, Bu. Paham.” jawab Alvis sembari mengusapkan tangannya di wajah Wina yang ditanggapi Wina dengan misuh-misuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status