Share

7. Hadiah Berharga

Maryam masuk ke kamarnya lalu berbaring di atas kasurnya. Tiba-tiba wajah David terbayang di pelupuk matanya. Berkali-kali ia mengusir wajah itu, tapi bayangan wajah David yang tampan itu tak mau hilang juga dari matanya. Maryam lalu duduk. Dia beristigfar berkali-kali. Namun sesaat dia tersadar saat pertama kali menatap wajah remaja itu tadi ada perasaan aneh yang muncul secara mendadak. Lalu ditambah saat dia menemaninya belajar di kelas tadi dan saat dia menemani Maryam ke halte dengan alasan dia khawatir kalau mahasiswa dan mahasiswi yang tidak suka dengannya itu akan berbuat jahat padanya. Tulus sekali niat pemuda itu, pikir Maryam. Selama hidupnya baru kali itu ada seorang lelaki asing yang baik padanya.

Inikah cinta seperti yang dikatakan penulis kisah seribu satu malam itu? Atau seperti yang dikatakan William Shakespeare dalam karyanya Romeo dan Juliet?

Tidak, itu terlalu cepat untuk menyimpulkannya begitu. Selama ini Maryam tak pernah percaya dengan kisah-kisah cinta seperti itu. Hidupnya selalu kesepian. Ia selalu merasa terkekang oleh sikap tegas dan keras ayahnya. Ia tak pernah merasakan manisnya kehidupan gadis remaja seusianya. Kalau bukan karena pindah ke ibukota negara adidaya itu, Maryam yakin, dia tak akan merasakan itu.

Tiba-tiba Maryam tersenyum. Ia mengintip dalam-dalam setiap getaran rasa kagumnya pada remaja Amerika itu. Ya, akhirnya dia jujur, dia suka remaja itu pada pandangan pertama. Apa itu benar? Kalau salah kenapa tadi dia merasa senang dan tenang saat bersamanya di kampus tadi, selama ini Maryam selalu cuek dan menjauh jika ada lelaki yang mendekatinya saat di Dubai dulu, tapi tadi dia malah ramah dan mengikuti irama David yang mendekatinya.

Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Maryam bergegas membuka pintu dan menemukan ayahnya berdiri di depan pintu dengan senyum. Ia datang untuk mengajak Maryam ke ruang keluarga. Mereka pun pergi ke ruang keluarga. Maryam duduk di hadapan ayahnya itu dengan menunduk.

“Bagaimana kampus barumu, Maryam?” tanya ayah Maryam.

“Menyenangkan, Ayah.” Maryam menjawab singkat.

“Syukurlah, semoga kamu betah di sana,” ucap Ayahnya.

Maryam senang melihat ayahnya mendukungnya.

“Ingat, kamu harus tetap menjaga diri dengan baik, jangan sampai para lelaki yang bukan muhrimmu itu menyentuh dirimu meski secuil pun,” pinta ayah Maryam.

Maryam mengangguk lalu ayahnya itu pergi ke kamarnya. Maryam bangkit lalu kembali berjalan ke kamarnya juga. Di sana dia kembali berbaring. Memikirkan nasehat ayahnya tadi. Mendadak dia menjadi lesu dan berpikir jernih untuk menjauhi remaja itu. Namun beberapa saat kemudian dia mengurungkan niatnya itu. Dia berpikir, David sopan padanya, jadi tak mengapa jika hanya sebatas teman saja.

***

Dan di pagi itu, David mengayuh sepedanya dengan kencang. Dia tampak lebih semangat dari biasanya. Saat dia tiba di parkiran kampusnya itu, dia melihat teman-teman sekampusnya belum ada yang datang. Apa mereka masih takut dengan Maryam? Pikir David. Lalu beberapa saat kemudian Maryam datang. David langsung menghampirinya.

“Maryam!” teriak David memanggilnya.

Langkah Maryam terhenti. Dia menoleh sesaat pada David lalu secepat kilat dia menunduk. David heran.

“Kau kenapa?”

Maryam menggeleng. David lebih heran.

“Kau sedang berpuasa berbicara?” tanya David lagi.

“Tidak ada puasa berbicara dalam ajaran agamaku,” jawab Maryam.

David merasa tidak enak.”Maaf, aku tidak bermasuk meledek, tapi aku benar-benar bertanya karena tidak tahu apa-apa tentang agamamu.”

Sesaat Maryam tersenyum,”Iya, tidak mengapa.”

“Mau ke kelas bersamaku?” pinta David.

Maryam mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan menuju kelas. Maryam sudah lupa dengan permintaannya pada David kemarin kalau dia diajarkan untuk berjalan di belakang lelaki. Tapi kali itu entah lupa atau apa, dia malah tampak biasa saja dan senang berjalan berdua dengan David.

Dan saat sudah berada di kelas. Mereka tampak sudah mulai akrab dan mulai bercanda-canda. Hingga David lupa akan tugasnya sebagai ketua BEM yang diminta dosennya untuk meyakinkan teman-temannya satu jurusannya agar mau kembali mengikuti jam kuliah. Dan saat jam kuliah berakhir, saat mereka mau keluar kampus. Maryam menoleh pada David sambil mengemasi buku-bukunya.

“Di sini, di mana tempat membeli benda-benda untuk dijadikan hadiah?” tanya Maryam yang mulai berani dengan David.

“Aku tahu tempatnya,” jawab David.

“Ya, di mana?” tanya Maryam penasaran.

“Mau aku antar?” tawar David.

Maryam berpikir, dia tak berani jika harus jalan berdua dengan lelaki itu. Semalam ayahnya sudah mengingatkan tentang sikap yang harus dia ambil saat berhubungan dengan lelaki yang bukan muhrim.

“Tidak, aku tidak bisa ditemani olehmu. Biar aku sendiri saja yang ke sana jika kau mau memberitahukan alamatnya padaku,” jawab Maryam.

“Kenapa?” tanya David heran.

Maryam tampak terdiam. Dia tak ingin menjelaskan alasannya pada lelaki itu. Dia takut David tersinggung saat tahu alasan sesungguhnya.

“Aku belum bisa cerita sekarang,” ucap Maryam.

Lalu David memberitahukan alamat tokonya kepada Maryam. Ternyata Maryam harus menaiki bus cukup jauh untuk ke sana. Akhirnya Maryam pamit pada David untuk pergi duluan. David diam-diam mengikutinya dengan menaiki taksi dan meninggalkan sepedanya di parkiran kampus.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
wwwkkk mulai bersemi cinta mereka. dikit banget babnya ??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status